Mohon tunggu...
Aten Dhey
Aten Dhey Mohon Tunggu... Penulis - Senyum adalah Literasi Tak Berpena

Penikmat kopi buatan Mama di ujung senja Waelengga. Dari aroma kopi aku ingin memberi keharuman bagi sesama dengan membagikan tulisan dalam semangat literasi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Anggrek Tidak Pernah Salah

12 Februari 2019   22:21 Diperbarui: 12 Februari 2019   22:51 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada pengalaman menarik ketika berangkat ke kampus pagi ini. Selepas dari pintu kamar aku bergegas meninggalkannya. Ketika beberapa langkah, aku menatap ke arah sebuah pohon. Tampak sebuah anggrek berwarna ungu mekar dengan indah. Aku tak menghiraukannya. Namun, pemandangan indah itu merasuk ke pikiranku. Hal ini aku alami dalam perjalanan ke kampus. Seribu ayunan sepeda tak mampu menghapus bayangnya. Sesuatu telah membekas di hatiku. 

Aku punya pengalaman menarik dengan anggrek ungu. Pengalaman itu terjadi beberapa tahun silam. Ya, tahun yang menolak ragaku masuk dalam suatu dunia yang berbeda. Malam ini kupersembahkan anggrek ungu masa lalu dalam sebuah relung rindu yang terbungkus dalam hati. Ini sebuah rekam masa lalu yang bagiku sangat berarti. Indah dan sederhana namun sangat berharga.

Saat hendak kembali ke kamar aku mendapati sebuah foto indah. Aku yakin ini foto anggrek ungu yang kutemui pagi tadi. Tanpa berpikir panjang aku memindahkan foto itu ke laptop. Warna ungu anggrek ini menenangkan hati. Satu gambar menarik yang langsung menusuk hati ketika anggrek ungu mengembalikanku ke memori masa lalu. Aku merasakan apa yang terjadi saat itu. Ada kebahagiaan tersendiri dalam balutan anggrek ungu di hidupku.

Perasaanku malam ini sungguh berbeda. Jika tadi aku melihat sepintas dan meninggalkannya, malam ini aku tidak pantas melakukan hal yang sama. Mengapa? Tampak sebuah rekam indah telah menyentuh tombol perasaan ini. Aku bingung bagaimana membahasakannya. Rasanya, perasaan tidak mampu mewakili ketergugahan hati ini. Mungkin pengalaman itu menyentuh ruang vital kehidupanku. Karena itu, aku terlanjur masuk dalam kebingungan yang mendalam. Aku terinspirasi dari keindahan balutan anggrek ungu itu.

Aku pernah memberi sebuah anggrek ungu untuk seorang yang sangat kusayangi. Ada trauma tersendiri yang mengepul di hatiku. Perasaan sayang padanya memaksaku tuk memberi anggrek itu. Awalnya aku merasa senang, namun tidak dengannya. Anggrek itu hanyalah pencipta senyum di bibirnya tapi tidak di hatinya. Lebih parah lagi, dia lebih memilih mawar dari seorang yang selalu ada di hatinya. Siapa yang menanggung kesalahan ini? Aku atau anggrek?

Anggrek tidak pernah salah. Dia diciptakan sebagai anggrek dalam dirinya sendiri. Tuhan menjadikan dia anggrek dan bukan mawar. Rasanya aku menjadi orang yang paling berdosa ketika menaruh beban pada anggrek. Lalu, siapakah yang bersalah? Ya, siapa lagi kalau bukan aku. Kasihan nasibku, "sudah jatuh tertimbun malu."

Mengapa aku sulit mencintai orang yang paling kusayangi? Bagi mereka cinta yang kuberikan serendah anggrek ungu. Tapi, bagiku keutuhan dan kesempurnaan cintaku terukir indah bak anggrek ungu ini. Aku berpikir mencintai bukanlah hal yang sulit. Menaruh perhatian adalah sebuah bentuk cinta yang tak terkatakan. Aku sadar pernah mengatakan hal ini sebelumnya. Hanya saja perasaan itu terurai seperti sikapku pagi tadi ketika melihat anggrek ungu di taman tengah.

Apakah aku harus mengganti anggrek dengan mawar? Tidak aku tetap pada anggrek. Dia melatihku mencintai dengan sebuah kesetiaan yang paling radikal. Dia membungkus kenangan masa laluku dengan sebuah keindahan yang mulia meski banyak orang yang tidak menyukainya. Aku tetap teguh mencintai meski anggrek di taman hatiku tak lagi mekar. 

Aku pernah mengungkapkan rasa dan dia mengetahui perasaanku. Ketika itu aku sadar dan jujur dengan perasaan yang seringkali membelenggu hati dan pikiranku. Satu sisi aku berubah menjadi seorang yang pemalu. Namun, di sisi lain aku bangga pada diriku sendiri.

Perasaan ditolak menguatkan hatiku untuk lebih mencintainya. Sampai kapan pun potret indah wajahnya tetap merekah di ruang hatiku. Aku sudah meletakkan sebuah harapan di hatinya melalui kejujuran yang paling memalukan bagiku. Ungkapan perasaan ini adalah kejujuran yang paling murni dalam hidupku. Aku tak pernah mengakui kelemahan di hadapan orang karena aku merasa kuat. Aku mengakui cinta karena aku tak kuat menahannya.

Anggrek ungu membuka kesadaran akan sebuah kekuatan dalam mencintainya. Tak ada yang paling istimewa dalam hidup ini jika tidak dibingkai oleh sebuah rasa yang dinamakan "Cinta". Semoga anggrek ungu itu bisa istirahat malam ini. Kelak besok aku mampu tersenyum padanya. Dan, aku akan mengucapkan terima kasih guru cintaku. Potret ungumu menaruh kekuatan dalam hidupku. Kini aku mampu mengakui cinta tanpa pernah merasa terluka. Karena luka bisa meninggalkan kegelisahan di hati dia yang sungguh kucintai.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun