Mesin pelipat yang begitu cepat membuatku tak mampu mengerti inti persoalan yang sebenarnya. Aku menyusun kertas itu dengan tenaga yang tersisah. Realitas ini menggugat kemanusiaanku. Apakah mas Wawan akan mati ketika berhenti dari sumber penghidupan? Aku melihat hidupnya seperti sebuah kertas putih yang ternoda. Apakah benar pabrik adalah lokasi kemiskinan yang seringkali tersembunyi?
"Mas, santai aja. Aku sudah sering menghadapi persoalan kayak gini. Biasa, mereka ingin mengambil hati pemimpin guna mendapat tempat yang layak. Mandor yang mengontrol tadi baru bekerja setahun. Anehnya dia udah mendapat tempat yang tinggi dan gajinya pun besar. Aku udah bekerja lima tahun tapi masih aja sebagai buruh harian lepas. Aku tidak tahu sistem yang dibuat perusahaan ini," cerita mas Wawan atas peristiwa hitam-putih di pabrik itu.
Suasana ruangan menjadi ramai saat mbak Monika, sekretaris bagian finishing, mencatat jumlah kertas yang dihasilkan. Aku masuk dalam suasana itu. Senyumannya mampu menghapus tinta hitam di halaman hidup hari ini. Aku melihat ada kebahagiaan di wajah mas Wawan selepas kejadian tadi.
"Mas, inilah hiburan bagi kita di saat kerja. Keberadaan perempuan mampu menghilangkan stres," ungkap mas Wawan sambil menatap mbak Monika menuju ke ruang kerjanya.
"Aku merasakan hal yang sama, mas Wawan," jawaban itu memekakan tawa dalam ruangan kerja kami.
***
Halaman terakhir berisi bagian penutup. Halaman demi halaman kehidupan Mas Wawan ditutup dengan kebahagiaan ketika menerima gaji mingguan. Aku senang bisa bekerja dan berbagi pengalaman hidup bersamanya. Mas Wawan telah mengisi kisah hidupnya dalam halaman-halaman yang penuh dengan kisah dramatis. Kisah hidupnya telah menjadi buku pegangan yang dirangkai dari halaman ke halaman kehidupannya sendiri. Pengalaman pahit dan manis, baik dan buruk adalah kisah indah potongan kisah yang bisa memperindah halaman kehidupannya.
Kelalaian mengurut halaman kertas dan mendapat potongan gaji menuntut mas Wawan menulis kisah hidupnya dengan baik. Mas Wawan adalah penulis hebat yang tentang dirinya. Dia mengawali tulisan dengan pengalaman jatuh dan tertekan. Namun, dia tetap mengangkat kepala menulisnya kembali hingga menghasilkan buku hidupnya sendiri.