Bahasa dan politik adalah dua bidang yang berbeda, namun saling beriringan. Bahasa kerap dijadikan sebagai alat komunikasi dalam politik.
Bahasa sendiri merupakan elemen paling penting dalam kehidupan manusia. Mengapa demikian? karena bahasa digunakan sebagai sarana komunikasi antara manusia untuk menyampaikan pesan kepada lawan bicaranya.Â
Tujuannya agar percakapan tersebut dapat berjalan dengan lancar. Sementara, politik berasal dari bahasa Yunani, yaitu "Politeia" berarti menyelenggarakan urusan negara. Secara garis besar, politik merupakan cara orang yang hidup berkelompok membuat sebuah keputusan dalam artian Partai Politik.
Lalu apa pentingnya bahasa politik menjelang PILPRES 2024?
Seperti yang kita ketahui bersama, kini media televisi maupun media sosial penuh dengan konten politik menjelang PILPRES 2024. Bahasa sebagai alat komunikasi di dunia politik inilah yang menghiasi beranda media sosial ataupun berita.Â
Dalam konteks ini, bahasa berfungsi sebagai alat untuk menarik simpatisan dalam berkampaye. Kampanye dalam KBBI Edisi Kelima adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi politik atau calon yang bersaing memperebutkan kedudukan dalam parlemen dan sebagainya untuk mendapat dukungan massa pemilih dalam suatu pemungutan suara.
Meski belum tahun 2024, riuh kampanye mulai digaungkan oleh banyak koalisi partai politik untuk mencanangkan beberapa tokoh sebagai pemimpin. Cocok mencocok antar pemimpin juga sudah dijalankan, tujuannya utamanya adalah kemenangan. Wajar ini terjadi di negara demokrasi.
Sebagai negara demokratis dengan membebaskan masyarakatnya beropini, saya rasa masyarakat Indonesia sudah lebih paham dan pintar dalam mengartikan bahasa politik.Â
Contohnya saja, salah satu pernyataan Bapak Presiden Joko Widodo saat berpidato dalam acara bertema "Nusantara Bersatu" di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta Pusat tentang pemimpin rambut putih yang sempat ramai di media massa dan media sosial.Â
Pernyataan itu mengundang berbagai opini masyarakat. Dalam pernyataannya itu, Presiden Joko Widodo mempersilahkan masyarakat menafsirkannya. Namun, banyak polemik yang muncul usai pernyataan itu dilontarkan.Â
Ada yang menafsirkannya sebagai salah seorang pemimpin Jawa Tengah, Bapak Ganjar Pranowo yang kebetulan identik dengan rambut putih. Namun, ada yang meluruskan bahwa pemimpin rambut putih dan wajah kerutan merupakan analogi Presiden tentang pemimpin yang memikirkan rakyat terlihat dari penampilannya. Kembali lagi pada fungsi bahasa bersifat arbiter atau manasuka yang tidak mengharuskan suatu rangkaian bunyi tertentu harus mengandung arti tertentu pula.