Cerita dimulai dengan gambaran tentang kehidupan Vania yang terjalin dalam keluarga yang dianggap oleh banyak orang sebagai keluarga yang sempurna. Namun, di balik kesan itu, Vania mengungkapkan bahwa tidak semua yang terlihat indah di mata orang lain sejatinya demikian adanya. Banyak kisah yang hanya dia simpan sendirian, terutama yang berkaitan dengan dirinya dan keluarganya.
Vania mencoba membuka lembaran tentang masa lalu, terutama mengenai sosok yang pernah menjadi "cemara" di hidupnya. Meskipun kini harus menerima kenyataan bahwa setiap individu memiliki jalan hidupnya masing-masing, Vania tetap merindukan momen-momen bahagia bersama keluarganya, yang pernah dianggapnya sebagai rumah.
Ibu Vania, yang menjadi saksi perjalanan hidup putrinya, juga ikut berbicara dalam buku ini. Dengan penuh kebanggaan dan kasih sayang, Ibu Vania menggambarkan proses kelahiran dan kekuatan putrinya sejak lahir. Nama Vania Winola Febriyanti, yang diberikan dengan harapan menjadi sosok yang disukai banyak orang, menjadi simbol anugerah terindah dalam hidup keluarga tersebut.
Salah satu daya tarik utama buku ini adalah konstruksi kata yang halus dan gambaran visual yang mendalam. Kata-kata yang dirajut dengan apik menciptakan karya yang lugas dan polos, mencerminkan ekspresi Vania sebagai anak kecil pada masa itu. Setiap langkah dan keputusan yang diambil Vania tercermin dengan jelas dalam setiap halaman buku ini.
Buku ini juga memberikan gambaran yang sangat dekat dengan kehidupan banyak keluarga yang berjuang untuk bertahan di tengah prahara hubungan suami istri. Pembaca dapat merasakan intensitas emosi yang dihadapi Vania seiring dengan berjalannya waktu, seolah-olah naik roller coaster kehidupan yang dapat berubah setiap saat.
Tak hanya itu, kenyataan bahwa buku ini ditulis oleh Vania sendiri menambah kedalaman emosi dan keaslian pengalaman yang terkandung di dalamnya. Bukan hanya rangkaian kata-kata, tetapi buku ini juga mencerminkan perasaan dan pemikiran sang penulis dengan sangat mendalam.
Sebagai karya perdana Vania Winola Febriyanti, "Yang Katanya Cemara" sukses mengajak pembaca untuk merenung tentang arti sejati dari kebahagiaan dan kehangatan keluarga. Buku ini mengajarkan kita bahwa di balik setiap tawa dan senyuman, terdapat kisah yang mungkin tidak terlihat oleh mata, namun mampu menyentuh hati dengan sangat dalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H