Kerajaan Puisi
(Atanshoo)
Di tanah yang subur bersemi kata,
Di sana, dinasti puisi berlayar raya,
Tak hanya tinta yang menari dalam syair,
Namun gema kekuasaan, berpadu dalam irama diktator tirani.
Lihatlah!, sang penguasa berjubah kuasa,
Di singgasananya, kerabatnya berkuasa,
Dari dewan yang berbicara, hingga tahta yang menggenggam arah,
Semua satu darah, satu nama, berkelindan dalam satu asa.
Di koridor kekuasaan, bisik-bisik beradu,
Penantian takdir, di taman keadilan yang rapuh,
Siapa yang akan menggantikanku di kursi agung berikutnya?
Adakah dari rahim yang sama, atau tetes darah yang serupa?
Dinasti puisi, betapa liciknya kau bermain,
Dengan kata-kata manis, engkau selimuti luka dalam,
Di ruang sidang, di gedung putih sang pengadil,
Semua serupa, wajah-wajah keluarga yang tak pernah hilang.
Dalam puisi ini, terukir cerita kekuasaan,
Dimana keluarga menjadi raja, dan rakyat bagai pion dalam permainan,
Namun, ingatlah, dinasti yang sombong,
Setiap era memiliki akhir, dan setiap kata pemberontak akan lahir.
Maka, biarkan puisi ini menjadi saksi,
Atas angin perubahan yang akan berhembus pasti,
Karena dalam setiap kata, tersembunyi kekuatan,
Untuk mengubah, untuk memperbaharui, sebuah bangsa dan peradabannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H