Mohon tunggu...
Atanshoo
Atanshoo Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Mahasiswa Administrasi Perkantoran. Memiliki hobby menulis, untuk menyalurkan kegelisahan terkhusus pada kategori Humaniora dan Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Panggung Debat, Panggung Kata

22 Januari 2024   09:30 Diperbarui: 22 Januari 2024   10:07 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Puisi: Panggung Debat, Panggung Kata

(Atanshoo)

Di kota yang tak dinamai, lampu-lampu menyala gemerlap,
Di ruang bertirai megah, debat pun terentang lapang.
Tiga bayang di panggung, bukan pelakon, namun pembawa kata,
Menari dalam debat, bukan tentang diri, tapi tentang mimpi besok lusa.

Sosok pertama, bayangan kebijaksanaan, bicara tentang tanah,
Ladang dan petani, narasi terurai dalam lipatan sejarah.
Yang kedua, bayang pemuda, dalam kata-katanya bermain,
Provokasi ringan, di antara serius dan canda, ia melintas.

Di sudut ketiga, bayang sang pendidik, berwibawa dan tegas,
Membahas kontradiksi, impor dan pangan, dalam nada yang serius.
Mereka bertukar kata, bukan sekadar debat, tapi permainan pikiran,
Di mana setiap ungkapan adalah peta, menuju masa depan yang tergambar.

Kata-kata beradu, bukan hanya tentang apa yang terlihat,
Tapi juga tentang emosi tersembunyi, di balik tirai debat.
Di kota tak bernama, dalam ruang bertirai megah,
Kata-kata itu bukan sekadar bicara, tapi jembatan menuju esok.

Masing-masing bayang membawa visi, terkadang terselubung,
Dalam sindir dan tanya, debat menjadi lebih dari sekadar perbincangan.
Di balik setiap kata, ada harapan, mimpi, dan kecemasan,
Debat ini, panggung bagi mereka, untuk mengukir masa depan.

Kala tirai ditutup, lampu-lampu mulai redup,
Kata-kata terakhir berbisik, menyisakan pertanyaan.
Apakah ini sekadar debat, atau lukisan masa depan yang tergambar?
Di kota tak dinamai, tirai debat semesta, menyimpan ribuan makna.

Di luar panggung, di bawah langit malam yang hening,
Bintang-bintang menjadi saksi, pada debat yang masih bergema.
Suara-suara itu tak hanya gema dalam ruang tertutup,
Tapi juga berlayar di angkasa, mencari tempat di hati yang mendengar.

Di setiap sudut kota, di kafe-kafe, di ruang tamu rumah,
Pembicaraan berlanjut, menerka arti di balik kata.
Pemikiran bertaut, adu pendapat tak kalah sengit,
Debat itu, seakan menjadi benih, untuk diskusi yang tak terbatas.

Dan di tengah malam, ketika kota mulai terlelap,
Bertanya, apakah kata-kata itu akan berubah menjadi tindakan?
Apakah janji-janji itu akan bertunas di bumi nyata,
Atau hanya akan menjadi kenangan, dalam debat semesta malam itu?

Di balik tirai debat, di kota yang tak pernah tidur,
Masa depan terus ditulis, dalam tinta tak terlihat.
Setiap kata, setiap debat, bagian dari cerita yang lebih besar,
Dalam perjalanan mencari makna, untuk hari esok yang kita impikan.

TONTON JUGA!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun