Aku Laki-Laki, Maka Aku Merokok
-Atanshoo
Dalam kegelapan malam yang melingkupi hidupku, aku menemukan kesenangan dalam sebatang rokok. Bukan karena aku menganggapnya sebagai tanda kejantanan, bukan pula karena itu adalah tradisi yang semestinya. Aku merokok karena di setiap hirupan, aku merasakan diriku terlepas dari belenggu gelisah yang terus menghantam kepala.
Lelaki seperti aku, tidak selalu tercipta dengan kemampuan untuk bersujud pada kata-kata, meneteskan air mata, atau bercerita tentang beban yang merayapi jiwa. Maka, di antara gelapnya malam dan seroja asap rokok, aku menemukan tempat di mana hatiku bisa bicara, tanpa harus melibatkan kata-kata yang terlalu sulit untuk diucapkan.
Sebab, dalam dunia ini, laki-laki sering kali terjebak dalam ruang kehormatan yang ditanamkan oleh masyarakat. Mereka seolah terikat oleh kodrat yang melarangnya untuk merayakan kelemahan dan meluapkan emosi. Aku, seperti banyak laki-laki lainnya, sering kali merasa sepi dalam keramaian, dan rokok menjadi sahabat setia yang tak pernah menilai atau menghakimi.
Bukan hanya teman setia, rokok bagiku adalah kanvas di mana aku melukis perasaan-perasaan yang terpendam. Di ujung rokok, ada cerita-cerita tentang kegagalan, kehilangan, dan kepenatan. Rokok adalah puisi yang terukir dengan asap, menceritakan kisah-kisah yang mungkin takkan pernah terucap dalam kalimat-kalimat.
Mungkin, di mata orang lain, asap rokok hanyalah bau yang tak enak dan bahaya kesehatan. Namun, bagiku, rokok adalah ritual kesunyian, di mana aku berbicara pada diriku sendiri tanpa takut dicemooh atau disalahpahami. Di setiap hisapan, ada kesempatan untuk melupakan beban hidup, meski hanya untuk sesaat.