Mohon tunggu...
Syiqqil Arafat
Syiqqil Arafat Mohon Tunggu... -

Kutelusuri semak belukar... mengharap menemukan sesuatu... tapi ternyata: Kosong, Senyap... Mungkin itulah kehidupan dalam diriku...

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pentas Bangsa: Perkenalan Awal

26 April 2012   08:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:05 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jauh di masa lampau, terdapat seorang tokoh terkemuka yang begitu disegani penduduk setempat. Masih melekat dalam ingatan, bagaimana tokoh ini mempersatukan penduduk untuk mengusir para penjajah yang datang dari negeri seberang. Tak hanya itu, setelah merayakan kemerdekaan, dia selalu mendengungkan pentingnya kedamaian dan kesejahteraan bersama. Fenomena itulah yang menjadikanya tetap disanjung dan disegani hingga sekarang. Karenanya, penduduk mempercayakan segala urusan bersama untuk ditangani tokoh ini. Tokoh ini dikenal dengan nama Tuan Bangsa.

Namun, wilayah yang harus ditangani Tuan Bangsa terlalu luas. Urusan bersama pun sangat kompleks. Tak mungkin dia mengurusinya sendiri. Dia butuh para punggawa untuk melaksanakan dan menyelesaikan urusan bersama. Lalu dia putuskan, bahwa para punggawa yang akan menjalani tugas tersebut harus dipilih oleh penduduk setempat. Banyak yang bertanya, “Kenapa pengangkatan punggawa harus berdasarkan pemilihan, tidak langsung ditunjuk saja?” Jawaban Tuan Bangsa sederhana: “Karena keberadaan saya di sini berasal dari suara tiap penduduk. Atau lebih tepatnya, imajinasi yang disuarakan. Imajinasi atas kebersamaan.”

Kemudian, dibentuklah sebuah lembaga tertinggi–ruang para punggawa melaksanakan tugas, yang dikenal dengan sebutan Pemerintah. Para punggawa pun dipilih untuk menempati ruang itu. Sementara, sebagai penghormatan terhadap inspirasi Tuan Bangsa, hubungan dan interaksi antara Pemerintah dan penduduk disebut sebagai Pentas Bangsa.

Seiring waktu berlalu, urusan yang menyangkut kehidupan bersama ditangani pemerintah. Namun perjalanan Pentas Bangsa tak berlangsung mulus. Beragam gejolak mewarnai perjalanan itu. Para punggawa pun sering berganti sesuai (seolah) pilihan penduduk. Munculnya gejolak itu disebabkan beragam hal: kesalahpahaman, kepentingan ideologis, kerakusan kekayaan, ketidakpercayaan penduduk kepada punggawa, dan yang paling tragis, penghianatan beberapa punggawa terhadap kepentingan bersama.

Tuan Bangsa hanya bisa mengelus dada. Dia bukan Tuhan yang mengetahui segalanya. Dengan berharap penduduk masih menjunjung misi kebersamaan atau kemerdekaan yang dirintisnya dulu, dia mencoba menghimbau siapa saja, baik di kalangan Pemerintah maupun penduduk, untuk selalu berupaya memberantas unsur-unsur yang mencemari kebersamaan itu. Banyak yang terpanggil untuk merealisasikan himbauan Tuan Bangsa. Babak baru pun dimulai. Beberapa kasus terkuak dan berhasil ditangani, namun lebih banyak lagi yang masih terpendam tak terdeteksi.

Begitulah Pentas Bangsa berlangsung: para penjajah dari wilayah lain sudah terusir, namun bermunculan para penjajah baru dari penduduk setempat; beberapa pencemar misi kebersamaan terbongkar, namun para pencemar yang belum terungkap mencari cara yang lebih canggih, bahkan mengajak dan mewariskannya kepada generasi baru.  Akankah pentas seperti ini terus terjadi? Hufh… tak perlu khawatir, Tuan Bangsa masih memiliki para pejuang yang siap membongkar kedok para pencemar. Kisah-kisah selanjutnya akan menunjukkan bagaimana pertempuran itu berlangsung.

Kisah selanjutnya: Fenomena Si CAntik Wisma

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun