Mohon tunggu...
Aisyah Reza Meidina
Aisyah Reza Meidina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi/UIN Salatiga

Mahasiswa Inspiratif dan Edukatif

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

KH Jamhari Abdul Jalal, LC: Perjalanan Mengabdikan Diri untuk Pendidikan

15 Juni 2023   01:03 Diperbarui: 15 Juni 2023   01:48 753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://darunnajah.com/wp-content/uploads/2018/03/FormatFactoryPimpinan-Pesantren-Darunnajah-2-Cipining-KH-Jamhari-Abdul-Jalal-Lc.jpg

KH. Jamhari Abdul Jalal : Perjalanan mengabdikan diri untuk pendidikan

Latar Belakang Pendidikan KH. Jamhari Abdul Jalal

Beliau Lahir di kampung yang bernam Parakan Sebaran, Kecamatan Pagaruyung, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. KH. Jamhari bersekolah SD di kampung. Dulu namanya belum SD, tetapi SR (Sekolah Rakyat). Di pagi hari biasanya beliau belajar di SD, Sedangkan pada malam hari dilanjutkan mengaji di mushalla di depan rumahnya, belajar membaca al-Quran dengan kawan-kawan sekampung. 

Ketika pak kyai sudah kelas tiga, Beliau belajar di Madrasah Diniyah. Untuk bisa belajar di Madrasah Diniyah ini, beliau harus menempuh perjalanan jauh ke kampung sebelah dengan berjalan kaki, karena saat itu beliau belum mempunyai sepeda ontel. Alhamdulillah setelah kelas 6 SD orang tua beliau mendapatkan rizki sehingga dibelikannya sepeda onthel.

Setelah tamat SR dan juga diniyah, Beliau sempat melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Kanisius (Sekolah Menengah untuk Agama Kristen), namun akhirnya Beliau dipindahkan oleh orang tuanya karena khawatir terpengaruh pendidikan kristen di sekolah tersebut. Sebenarnya pada saat itu beliau berkeinginan untuk melanjutkan ke Gontor, tapi Gontor itu jauh. "Namanya juga orang kampung" kata pak kyai. Perjalanan satu hari tidak cukup. Maka pada saat itu orang tuanya, terutama ibu, melarang. 

"Kalau mau ke pesantren, yang ada di sekitar sini saja. Dekat Semarang "Yang dekatlah. Nengoknya juga dekat." Akhirnya Belajarlah pak kyai di sebuah pesantren di Semarang. "Sekarang pesantrennya masih ada. Di situ ada rumah makan Sampurna, di situ ada rumah guru saya" Ucap KH. Jamhari.

Beliau belajar di situ langsung diterima di kelas dua. Sekolah dilaksanakan dari pagi sampai jam 12 siang. Pelajarannya memang tidak ada pelajaran umum. Semuanya adalah pelajaran agama, yang terdiri dari ilmu Tajwid, ilmu Akidah, ilmu Fikih, dan ilmu Nahwu. 

Itu diajarkan dari pagi sampai jam 12. Ada juga pelajaran bahasa Inggris. Sampai Akhirnya Tiga tahun kemudian terjadilah peristiwa gerakan 30 September. Setelah Kejadian G 30 S Sekolah menjadi kacau. Karena banyak hal yang terjadi hingga Akhirnya ketika beliau pulang ada seseorang yang datang dan mengajak beliau pindah ke Gontor.Beliau langsung tertarik untuk masuk gontor "Ya, saya mau"jawab beliau dengan yakin. Kemudian Di Gontor beliau mengikuti tes. 

Dari 1.200 orang yang mendaftar, yang diterima hanya 300 orang, termasuk di dalamnya adalah pak kyai. Belajarlah beliau di gontor. Karena beliau sudah punya pengalaman dari pesantren sebelumnya, maka sejak kelas tiga di Gontor pak kyai sudah diangkat menjadi pengurus, menjadi staf pembantu keamanan melayani santri-santri. Banyak hal yang didirikan KH. Jamhari bersama teman nya di Gontor, seperti WARAMAL (Warung Amal), Trayek Amal, dll keuntungan yang didapat dari situ digunakan untuk pembangunan masjid Gontor sekarang.

Setelah tamat sekolah beliau dan teman-temannya dikumpulkan dan masing-masing diberikan amplop. Beliau membuka amplop itu dengan gemetar. Ternyata Beliau dinyatakan masih diberikan kesempatan untuk belajar di Gontor, yaitu belajar mengajar, membantu pondok modern.

 Beliau tugas pertama kali mengajar bukan di Gontor, tapi diperbantukan di pondok pesantren Walisongo di Ngabar. Kebetulan pimpinan pondok pesantren Walisongo ini adalah guru pak kyai yang juga mengajar di Gontor dan Beliau juga yang memohon kepada pimpinan Gontor agar ada santri yang ditugaskan di Walisongo. Di sana pak kyai langsung mengajar kelas dua putri dan Beliau menjadi wali kelas dua.  Satu tahun kemudian pak kyai ditarik ke Gontor. Di sana beliau kuliah sampai selesai mengambil jurusan Fakultas Tarbiyah.

Setelah lima tahun mengajar di Gontor sambil kuliah, beliau pulang ke masyarakat. Kebetulan di rumahnya ada pengajian yang mengundang tokoh-tokoh masyarakat dan Kyai-Kyai dari jauh, maka beliau pun terlibat dalam kegiatan ini. Pada malam hari yang di sana ada peringatan maulid Nabi, pak kyai menjadi pembaca Barzanji. Beliau mengubah Formatnya agar lebih menarik.

Melanjutkan Perjuangan Pendidikan ke Luar Negeri

Setelah beberapa saat, akhirnya pak kyai mulai mengirimkan ijazahnya ke berbagai universitas di timur tengah. Dari Al-Azhar Kairo di Mesir, Jami’ah Islamiyah di Madinah, Jami’ah Imam Malik Faishal, Imam Ibnu Sa’ud di Riyadh, kemudian Jami’ah Malik Abdul Aziz di Makkah. Pak kyai akhirnya mendapatkan panggilan ke Jamiah Malik Abdul Aziz di Makkah dan mendaparkan Beasiswa yang jumlahnya yang besar. Dengan itu KH. Jamhari bisa mengembalikan dana pasport dan kebutuhan lainnya kepada orangtua nya. Setelah menjalani Pelatihan bahasa arab, akhirnya pak kyai berangkat menuju Jami"ah Malik Abdul Aziz.

Pengabdian Seumur Hidup untuk Pendidikan 

Pada tahun pertama musim haji, Saat KH. Jamhari kuliah tingkat 1, beliau bertemu dan berbincang dengan Jamaa'ah haji yang ternyata Pimpinan Ponpes Darunnajah Jakarta yaitu KH. Mahrus Amin dan juga sebagai Menantu dari Pendiri Darunnajah (KH. Abdul Manaf Muhayyar). Ketika libur kuliah, KH. Jamhari pulang ke indonesia. Kemudian beliau mampir ke tempat KH. Mahrus Amin. KH. Jamhari diminta untuk menikahi Adik Ipar KH. Mahrus Amin yang kuliah di Al-Azhar Mesir. KH. Jamhari meminta waktu 2-3 hari untuk pulang bertanya kepada Orang Tua. 

Kemudian KH. Jamhari kembali ke jakarta untuk menyampaikan Jawaban itu yang isinya "Kalau bisa jangan sekarang karena kuliah nya baru Tingkat 1 prosesnya masih lama" Pada saat bersamaan KH. Mahrus Amin datang ke rumah orang tua KH. Jamhari, Akhirnya orangtua beliau pun mengiyakan. Setelah beliau Menikah, KH. Jamhari dan Istrinya pindah ke Ummul Qura.

Setelah lulus, Beliau dan Istrinya Pulang membawa 2 orang Anak, kedua Anaknya kini sudah menikah. Kemudian Tahun 1985 beliau bergabung dengan Darunnajah jakarta dan mengajar disana. Lalu beliau dipercaya menjadi Mandataris yang menerima mandat mengurus Darunnajah di Cipining dari Hari itu sampai sekarang.

Artikel ini dibuat berdasarkan hasil Membaca dan Mendengarkan, ketika Penulis menjalankan Proses belajar di Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun