Mohon tunggu...
Asyera Dhina
Asyera Dhina Mohon Tunggu... Wiraswasta - scorpion

kadang baik kadang jahat, sesuai mood pilih-pilih soal makanan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kisah Kebaikan Paus Yohanes Paulus II Inspirasiku dalam Memaafkan

6 Agustus 2022   20:17 Diperbarui: 6 Agustus 2022   20:22 1734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tragedi Penembakan yang menimpa Paus Yohanes Paulus II. Sumber gambar dari website HidupKatolik.com

13 Mei 1981 menjadi masa yang mencekam, Paus Yohanes Paulus II yang merupakan kepala agama Katholik ditembak oleh sosok misterius saat melakukan audiensi umum di Lapangan Santo Petrus, Roma.

Meski saya belum terlahir saat itu tapi catatan sejarah tersimpan jelas melalui artikel media massa maupun online. Sebagai umat Katholik, saya sering diingatkan tentang kejadian ini baik guru agama ataupun melalui khotbah pastor saat misa di gereja.

Seandainya saya berada di lokasi penembakan, pasti saya akan menjerit histeris atau bisa jadi pingsan karena melihat ada penembakan di depan mata. Melihat darah saja sudah membuat saya takut apalagi ini tragedi penembakan yang seakan mengincar nyawa seseorang yang dikenal oleh dunia.

Saya membaca dengan detail beberapa artikel tentang kejadian ini, ternyata pelaku penembakan saat itu justru masih berusia 23 tahun bernama Mehmet Ali Agca, warga keturunan Turki. 4 peluru berhasil ditembakkan ke Paus Yohanes Paulus II dengan mengenai perut, lengan kanan dan jari telunjuk kiri Paus.

Wow, pemuda usia 23 tahun sudah memiliki niat mencelakai bahkan merencakan pembunuhan tokoh dunia. Bahkan Mehmet dinilai memiliki kemampuan menembak yang baik untuk ukuran pemuda seusianya.

Saya saja di usia tersebut masih berkutat dengan tugas kuliah. Terlalu sibuk kuliah hingga seringkali lupa untuk merawat diri atau bahkan menyenangkan diri sendiri.

Kisah kebaikan terjadi secara luar biasa, Paus Yohanes Paulus II yang merupakan korban sasaran pembunuhan justru setelah sembuh datang menemui Mehmet di penjara dan memberikan pengampunan. Bertemu secara personal dengan orang yang sempat membenci dirinya pasti membutuhkan hati lapang dan tulus yang luar biasa.

Paus Yohanes Paulus II Memaafkan Penembak Dirinya. Sumber Gambar Dari AFT/Getty Image dalam Kompas.com
Paus Yohanes Paulus II Memaafkan Penembak Dirinya. Sumber Gambar Dari AFT/Getty Image dalam Kompas.com

Banyak sumber mengatakan bahwa tahun 2000 secara khusus Paus Yohanes Paulus II memberikan pengampunan khusus kepada Mehmet sebagai bagian dari tahun Yubilee yang tengah diperingati oleh umat Katholik sebagai masa untuk memberikan pengampunan.

Saya seakan tertampar oleh kebaikan Paus Yohanes Paulus II. Bagaimana tidak, ketika ada orang atau bahkan teman yang melukai diri saya secara fisik maupun verbal. Saya begitu marah bahkan muncul rasa benci dan dendam kepada orang yang sudah berbuat jahat pada saya. Ternyata saya hanyalah manusia biasa yang berkutat dengan nafsu dan emosi.

Kebaikan Paus saat itu menjadi bahan renungan bagi saya personal, seandainya saya di posisi Paus Yohanes Paulus II yang ditembak oleh orang tak dikenal bahkan harus berjuang melawan kematian. Apakah saya bisa memanfaatkan si pelaku seperti yang dilakukan oleh Paus?

The weak can never forgive. Forgiveness is the attribute of the strong (Mahatma Gandhi)

Kata bijak dari Mahatma Gandhi di atas jadi penanda bahwa memanfaatkan adalah karakter yang hanya dimiliki oleh orang yang kuat. Sebuah sikap yang belum tentu dimiliki oleh semua orang.

Saya Belajar Jadi Sosok Tegar

Bagaimana rasanya menjadi anak yang kehilangan sosok ayah? Bagi yang pernah merasakan di posisi ini pasti ada rasa sedih dan iri karena merasa keluarga tidak bisa selengkap dengan anak yang lain.

Namun juga bisa menjadi marah serta kecewa jika sosok ayah "sengaja" menghilang. Inilah yang terjadi pada hidup saya dimana orang tua berpisah saat saya masih kecil. Saya ingat terakhir melihat sosok ayah saat masih TK.

Jika ada yang bertanya bagaimana saya menggambarkan sosok ayah? Saya akan diam seribu bahasa atau bahkan menangis karena selama ini tidak pernah merasakan sosok ayah secara intens. Rasa iri ketika ada teman sebaya yang biasa dijemput ayah sepulang sekolah, bisa berkeluh kesah bahkan ketika ada yang mengganggu, ayah akan tampil sebagai pahlawan untuk melindungi anaknya.

Puluhan tahun tanpa sosok ayah tentu bukan hal mudah. Seperti yang saya sampaikan, saya hanyalah manusia serta gadis biasa yang memiliki rasa sedih, marah dan kecewa.

Saya lebih suka menghindar jika ada yang membahas masalah keluarga terutama ayah. Sempat muncul rasa perenungan bathin, Tuhan kenapa aku harus melalui jalan hidup seperti ini? Aku rindu sosok ayah dalam hidupku.

Tuhan ternyata punya rencana baik yang tidak ku mengerti. Saya akui bahwa hidupku tidak semulus anak lain namun inilah yang membuatku bisa lebih tegar, mandiri dan kuat.

Jika anak seusiaku bisa curhat pada ayah dan ibunya tentang masalah hidup, setidaknya aku masih memiliki ibu dan Tuhan sebagai pengganti ayahku sebagai tempat berkeluh kesah. Aku paham bahwa jalan hidup orang tidaklah sama dan aku beruntung karena dengan jalan ini aku bisa lebih menggantungkan hidupku pada Tuhan, Empunya kehidupan di dunia.

Kebaikan Paus Yohanes Paulus II adalah inspirasiku dalam memaafkan

Jalan Tuhan memanglah terbaik, itu yang saya rasakan ketika dulu diberi kesempatan kuliah di Jakarta. Selama kuliah, Tuhan mempertemukan aku dengan Tante Yulia yang merupakan adik ayah yang juga tinggal di Jakarta.

Seiring waktu saya dekat dengan Tante Yulia dan sedikit banyak tahu kehidupan ayah setelah bercerai. Telah menikah kembali dan memiliki 2 anak, setidaknya itulah sedikit informasi yang saya terima.

Hal tidak terduga, dalam suatu pertemuaan saya justru bertemu dengan ayah. Sosok yang nyaris 20 tahun menghilang dari hidupku. Saya hanya diberi tahu oleh Tante Yulia bahwa ayah ada di sekitar kami dan benar saja, seseorang lelaki yang sudah sepuh mendekat dan menanyai nama dan kabar. 

Beliau adalah ayah saya dan sempat mengatakan "maaf telah menghilang dan tidak bisa menjadi ayah yang baik".

Saya hanya tersenyum, saya teringat dengan kisah Paus Yohanes Paulus II yang dengan ketulusan hati memaafkan orang yang telah melukainya. Disinilah saya akhirnya bisa tersenyum dan dalam hati saya juga memaafkan kesalahan yang sempat dilakukan ayah saya.

"Memaafkan adalah Bagian dari Kebajikan"

Saya justru mengingat momen ini ketika muncul lomba tulisan Komunitas Mettasik tentang Kebajikan Mettasik yang bekerjasama dengan Maybank Finance.

Ada alasan mengapa saya ingin berbagi Kebajikan Mettasik melalui memaafkan. Alasan utama karena memaafkan menjadi tindakan yang langka di masa sekarang.

Tetangga berbuat sesuatu yang menjengkelkan, tangan kita terasa gatal untuk menulis status "Sirik bilang bos atau dasar tetangga norak" melalui sosial media. Ketika diselingkuhi oleh pacar, langsung membuat status "rasa sakit ini akan ku bawa sampai mati".

Orang jaman sekarang seakan butuh perhatian dan pengakuan. Dunia harus tahu apa yang terjadi dan apa yang tengah kita rasakan. Kemajuan sosial media seakan menjadi "sahabat" untuk berkeluh kesah.

Jangankan memaafkan, sekedar melupakan sejenak masalah yang terjadi seakan sulit. Ini mengapa jiwa memaafkan hanya dimiliki oleh orang bijak dan berhati besar.

Baru disakiti sedikit langsung hiperbola merasa dirinya adalah sosok paling tersakiti. Orang lain tidak akan paham rasa sakit yang ia alami.

Kita semua patut introspeksi diri, rasa amarah dan kesal jangan menguasai diri. Paus Yohanes Paulus II saja bisa memaafkan orang yang jelas-jelas ingin membunuh dirinya. Kita dengan konflik kecil masa begitu susah untuk memaafkan orang lain.

Memaafkan adalah obat penenang jiwa yang mujarab

Sama seperti pengalaman yang saya alami ketika ditinggalkan oleh sosok ayah sejak kecil. Rasa benci, marah dan kecewa begitu mengakar di dalam diri. Rasa ini membuat jiwa saya terasa tidak tenang salah satunya adalah sempat menyalahkan keadaan.

Kini setelah memaafkan apa yang terjadi, hati menjadi tenang. Tidak ada lagi rasa marah dan benci tersebut karena saya sudah memaafkan. Kondisi yang kini membuat saya lebih tenang dan bersyukur karena saya belajar memaafkan dari sosok yang tepat.

Ada banyak orang disekitar kita yang bathinnya ibarat magma gunung berapi, penuh kecamuk dalam diri dan hanya menunggu waktu untuk meledak. Ketika kita sudah membuka hati untuk memafaatkan orang yang berbuat salah, ini ibarat hujan yang turun dan mendinginkan magma yang ada di dalam diri.

Percayalah obat paling mujarab untuk menenangkan jiwa yang penuh rasa benci dan amarah pada orang lain adalah "Memaafkan". Memaafkan akan bisa merubah kita menjadi sosok yang lebih bijak, dewasa serta mengenal cinta kasih.

Tulisan ini adalah kontribusiku untuk berbagi Kebajikan Mettasik bersama dengan Maybank Finance dengan tema "Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati"

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun