Pemilihan kepala daerah (PILKADA) adalah salah satu pilar penting dalam sistem demokrasi yang memungkinkan rakyat memilih pemimpin di tingkat lokal.
Namun, pelaksanaan PILKADA sering kali dihadapkan pada berbagai potensi kerawanan yang dapat mengancam integritas proses tersebut.
Kerawanan ini bukan hanya berimplikasi pada hasil pemilihan, tetapi juga pada stabilitas sosial, politik, dan kepercayaan publik terhadap demokrasi itu sendiri.
Salah satu potensi kerawanan terbesar dalam PILKADA adalah ketegangan antar pendukung pasangan calon.
PILKADA, sebagai ajang kompetisi politik, sering kali memicu fanatisme di kalangan pendukung.
Fanatisme ini dapat menimbulkan polarisasi sosial yang tajam di masyarakat, terutama ketika para calon atau tim suksesnya memainkan isu-isu sensitif, seperti identitas, agama, suku, atau ras.
Ketegangan yang muncul dapat berkembang menjadi konflik terbuka yang merusak tatanan sosial, mengganggu ketertiban umum, dan bahkan menimbulkan kekerasan fisik.
Dalam situasi ini, media sosial sering menjadi alat yang digunakan untuk memperburuk keadaan, dengan penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan fitnah yang memicu kemarahan antar kelompok.
Untuk menanggulangi masalah ini, masyarakat luas perlu memiliki kesadaran tinggi akan pentingnya menjaga persatuan dan kerukunan, meskipun berbeda pilihan politik.
Edukasi politik yang sehat harus digalakkan oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk organisasi masyarakat sipil, lembaga pendidikan, dan media massa.