Mohon tunggu...
Asyari Amir
Asyari Amir Mohon Tunggu... Jurnalis - Asyari maran

Buruh Tani

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gender Berpengaruh pada Putusan Hakim

2 Februari 2024   20:51 Diperbarui: 2 Februari 2024   20:53 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari lalu, saya berkesempatan berkunjung ke PN Kupang. Saya memang calon advokat(ini saya sedang bercanda), hanya saja belum bisa beracara di Pengadilan karena belum diambil sumpah. Jadi, bisanya hanya berkunjung sambil mengikuti perkembangan perkara di kota Kupang. Ya.. saya juga punya hak untuk sekedar bermimpi lah.
Pada salah satu perkara pidana, selesai membaca putusannya, hakim mengatakan bahwa "begini sudah kalau hakimnya perempuan semua, hukumannya hanya sedikit saja di turunkan". Kurang lebih begitu kalimat yang saya tangkap dari Ibu Hakim Ketua, sambil menatap ke kiri dan Ke kanan memastikan kedua anggotanya yang juga perempuan semua bersepakat atas putusan itu. Redaksi kalimatnya dapat dipastikan pidana yang diberikan nampak cukup berat. Sebenarnya, sidang perkaranya tertutup. Namun, saat putusan majelis memungkinkan untuk terbuka. Menurut saya, biar lebih efisien waktu saja. Sehingga saya yang berada dalam ruang sidang juga bisa mendengar putusannya. Karena kasusnya tertutup, saya kira kita semua sudah punya gambaran perkara apa yang telah diputus oleh majelis.
Saya ingin bilang bahwa, tidak ada yang pungkiri seorang hakim punya peran penting membuat putusan yang adil bagi pihak-pihak yang berperkara. Kenyataan ini yang buat banyak upaya penyuapan pada instansi peradilan. Mungkin menurut mereka, menyogok hakim adalah jalan patas mencapai keadilan. Atau mungkin kebetulan hakimnya yang minta? Kita punya hak berasumsi!
Seorang hakim juga dituntut aktif dalam proses pemeriksaan perkara pidana. Sedangkan dalam kasus perdata, hakim cenderung pasif. Sehingga, dalam kasus pidana lebih sering kita melihat hakim aktif bertanya dalam upaya mencari kebenaran materil dari suatu perkara. Sikap aktifnya itu, bagi saya menjadi syarat putusan  yang dapat dianggap objektif dan adil.
Namun dalam kasus ini,  saya ingin bilang bahwa "Hakim Juga Manusia" sebagaimana manusia yang lain. Ia punya keberpihakan secara tidak sadar dalam semua tindakannya. Tidak terkecuali juga saat memutuskan suatu perkara dalam pengadilan. Pasti ada intervensi dari keinginan pribadi hakim yang Ia libatkan pada putusan yang akan dijatuhkan. Ini bukan fenomena tapi, ini sikap alamiah sebagai seorang manusia.
Dari situ, anggap saja hakim yang manusia punya potensi melibatkan keinginan dan perasaannya dalam memberikan pertimbangan sampai pada putusan pidana dalam sebuah perkara. Selanjutnya, kita kembali ke atas dan  coba kita diskusikan! Apa mungkin semua hakimnya perempuan, berpengaruh terhadap putusan yang diberikan?
Sebelum jauh, kita samakan persepsi kita dahulu soal gender.! Menurut Sugihastuti (2007: 23), gender adalah perbedaan perilaku (behavioral differences) antara pria dan wanita yang diaplikasikan secara sosial, yakni perbedaan yang diciptakan oleh manusia melalui proses sosial dan kultural yang panjang. Oleh karena itu, gender berubah dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat. Singkatnya gender tidak sama dengan jenis kelamin serta, gender tidak ada hubungannya dengan kodrat manusia. Urusan bahwa gender tertentu lebih banyak melekat pada jenis kelamin tertentu, itu bergantung faktor-faktor yang pengaruhinya baik internal dan eksternal dari manusianya.
Banyak penelitian tentang pengaruh gender dalam pengambilan sebuah keputusan. Kalau dalam kasus ini, tentunya putusan oleh majelis hakim. Gender merupakan entitas yang melekat dan akan berpengaruh terhadap respon manusia. Sehingga sangat mungkin si Ibu Majelis bertiga, terpengaruh oleh sikap feminimnya dalam memutuskan perkara tersebut. Putusan yang dijatuhkan bisa jadi berunsurkan keinginan feminisme. Saya yakin ibu-ibu Hakim menyelamatkan sikapnya sebagai perempuan yang feminim.
Dalam penelitian yang dilakukan Essers & Benschop (2007) menemukan bahwa gender berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengambilan keputusan. Bila membandingkan pengambilan keputusan yang terbaik, pengambilan keputusan oleh wanita cenderung emosional dan penuh dengan pertimbangan yang kompleks serta membutuhkan waktu yang cukup lama, sedangkan pengambilan keputusan pria mengedepankan rasionalitas serta logika, cenderung cepat dalam
pengambilan keputusan.
Dalam perkara ini menurut saya, hakim lebih emosional dalam menjatuhkan putusannya. Saya dapat memakluminya, karena Ini perkara yang cukup sensitif bagi perempuan dan seorang ibu.
Jadi, bagi saya gender tetap sangat berpengaruh terhadap putusan yang dijatuhkan oleh Hakim. Tinggi atau rendahnya hukuman tidak lepas dari pengaruh emosional dari hakim yang memeriksa perkara tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun