Tapi apakah masyarakat mampu memilah pada posisi mana Jokowi sebagai manusia biasa yang punya hak untuk kampanyekan Paslonnya dan Jokowi sebagai kepala negara dan pemerintahan. Saya juga sulit membedakan kedua posisi Jokowi tersebut.
Figur Jokowi memang belakangan ini, tetap konsisten baik dimata masyarakat. Survey terhadap kepuasan kinerja presiden ternyata berpengaruh besar terhadap tindakan Jokowi sebagai manusia biasa. Oleh karena masyarakat menilai kinerja pemerintah sama halnya dengan kinerja Jokowi secara personal maka, sulit sekali melepas pengaruh Jokowi sebagai presiden.
Tapi, satu hal yang pasti bahwa, jika kemudian hari Jokowi akhirnya berlabuh pada dermaga Paslon tertentu secara terang-terangan, maka dari awal skenarionya sudah matang dirancang untuk kemenangan Paslon yang didukungnya. Kenetralan yang dipertanyakan pada dirinya menemukan jawaban. Namun, semuanya sudah terlambat.
Menilik hal tersebut, pakar hukum tata negara Feri Amsari mengatakan Presiden merusak sistem kepartaian, sehingga menimbulkan kerusakan etika dan moral. "Problemnya adalah kerusakan etika dan moral karena presiden akan mendukung anaknya. Tapi yang lebih parah presiden merusak sistem kepartaian kita,'' ujar Feri dalam keterangan Pers, Rabu (24/1). Feri juga menilai bahwa, etika politik seorang Jokowi harusnya mendukung kandidat yang diusung oleh PDIP yang juga mengusung dirinya pada 2019 lalu, bukan mendukung anaknya yang dari pasangan yang diusung oleh partai lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H