Sampai saat ini, kita masih menolak lupa untuk kasus pelanggaran HAM masa lalu. Beberapa NGO masih membuntuti kasus penghilangan paksa terhadap beberapa aktivitas dan mahasiswa pada masa orde baru lalu. Bagi saya, melupakan dan membiarkan sejarah kelam itu tanpa terungkap ke khalayak adalah sikap yang bertentangan dengan Pancasila "kemanusiaan yang adil dan beradab". lebih-lebih pemerintah sebagai penanggung jawab atas kejadian tersebut. Tapi, hingga sekarang tidak ada kejelasan dan pengakuan dari pemerintah soal pelanggaran tersebut. Bahkan, ada beberapa orang yang diduga berat terlibat sebagai pelaku dalam pelanggaran HAM itu berdampingan mesra di singgasana pemerintahan. Sungguh memalukan.
Tepat tanggal 18 Januari lalu, Aksi Kamisan memasuki usia 17 tahun. Untuk yang tidak tahu atau belum tahu Apa itu Aksi Kamisan, Aksi Kamisan adalah sebuah aksi yang dilakukan setiap hari Kamis di depan Istana Negara yang dilakukan oleh korban pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia. Aksi ini pertama kali dimulai pada tanggal 18 Januari 2007. Tuntutan dari kegiatan ini adalah menuntut negara untuk menuntaskan pelanggaran HAM berat di Indonesia, seperti Tragedi Semanggi, Trisakti, Tragedi 13-15 Mei 1998, Peristiwa Tanjung Priok, Peristiwa Talangsari 1989, dan lain-lain.
Merayakan ulang tahun aksi kamisan, saya coba bagikan data-data korban pelanggaran HAM , hanya memastikan bahwa ingatan kita harus terus hidup dengan perjuangan dan doa para korban dan keluarga korban.Â
Saya dapatkan ini dari e-book yang dibagikan dengan judul "Kasus Penculikan Bukan Untuk di Putihkan" karya Al Araf dan Tofik Pram.
Jujur saya baru membaca prolog yang ditulis oleh Mas Usman Hamid (Direktur Eksekutif Amnesti Internasional Indonesia, Mantan Koordinator KontraS). Di sini, saya langsung temukan data-data korban penculikan dan kronologinya tepat pada halaman 20.
Berikut para korban penculikannya:
Sekali lagi bahwa, sengaja saya teruskan sedikit saja tulisan dari buku (Kasus penculikan bukan untuk diputihkan) yang luar biasa ini , bukan hanya semata-mata merefleksikan ingatan kita. Tapi, lebih dari itu, sebagaimana tertulis juga dalam buku ini bahwa "buku adalah jalan perjuangan yang akan terus hidup". Dengan buku, diharapkan ada regenerasi perjuangan dari mereka yang sekarang sedang berjuang kepada anak cucu mereka.
Sekian.!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI