Mohon tunggu...
Asyari Amir
Asyari Amir Mohon Tunggu... Jurnalis - Asyari maran

Buruh Tani

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cinta Dan Kekeliruannya

15 Agustus 2022   15:52 Diperbarui: 15 Agustus 2022   16:23 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia adalah entitas yang saling mendorong dalam segala produktivitas positif. Hampir semua dimensi kehidupan manusia, perolehan yang dijangkau manusia, pada umumnya ada keterlibatan manusia yang lain. Konklusi tersebut menguatkan pernyataan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Makhluk yang selalu dan akan terus bergantung pada manusia yang lain.

Manusia mengupayakan segala laku dirinya untuk mendekati garis takdir pertemuan. Secara mendasar sebenarnya pertemuan bukan hanya kebetulan-kebetulan dalam definisi takdir. Namun pertemuan pada dimensi yang lain diartikan sebagai rekayasa manusia secara sistematis guna menjelaskan pada individu yang lain bahwa kebergantungan adalah realitas yang gamblang.
Jauh sebelum mengobrolkan jatuh cinta, mencintai, dan dicintai,. tentunya variabel pertemuan adalah indikator nilai awal yang patut terafirmasikan dengan baik. Kesemua agenda tersebut adalah kesengajaan-kesengajaan yang dirangkai dengan kesadaran terukur. Pertemuan, jatuh cinta, mencintai, dan dicintai seutuhnya mustahil terjadi begitu saja tanpa dinamika yang dibuat dengan sedemikian rupa.
Selanjutnya pertanyaan hadir pada benak manusia. Lantas bagaimana dengan argumentasi segala koneksitas dengan manusia sudah terukur tepat pada garis takdir ilahiah, termasuk pertemuan, jatuh cinta, mencintai dan dicintai? Sudikah kita mengkavling diri untuk tidak keluar dari batasan-batasan tersebut?
Untuk jawaban atas pertanyaan tersebut tentu perlu pembatas-pembatas serta gab yang kongkrit. Pembatas mana yang menjadi otoritas manusia, dan batasan mana yang tergolong garis takdir ilahiah yang final.
Pertama Mari kita menganalisis otoritas yang menjadi milik manusia. Manusia merupakan unsur satu-satunya yang dapat mendistribusikan maupun mengaplikasikan konsep-konsep abstrak dalam pikirannya pada kenyataan kehidupannya. Tahapan selanjutnya manusia juga dapat mengasosiasi elemen-elemen partikular pada permukaan semesta di kepalanya (di rasionya) dan mengejawantah kembali pada realitas dalam bentuk yang baru maupun berbeda. Pemahat patung yang handal tentu memiliki ilustrasi yang estetis sebelum menjadikan kayu sebagai karya yang indah dipandang mata. Determinasi tersebut menguatkan manusia sebagai entitas berbeda dengan makhluk-makhluk lain yang tidak memiliki kemampuan yang sepadan dengannya.
Berhenti dengan ocehan menggelitik di atas. Animo pertemuan, jatuh cinta, mencintai dan dicintai dengan ilustrasi  pemahat patung dengan karyanya yang indah dipandang mata tersebut yakni bertumpu pada ekualitas pengejawantahan konsep pada isi kepala dengan realitas yang dihadirkan pada permukaan. Konsep-konsep abstrak pada kepala manusia itu mengintruksikan kinerja ragawi dengan mengakomodir cara-cara dengan sedemikian rupa. Sehingga pertemuan-pertemuan menjadi realitas sebelum menjadikan kesemuanya variabel pendukung atas jatuh cinta, mencinta di dan dicintai.
Erich fromm (filsuf asal Jerman) mengutarakan bahwa "Cinta adalah suatu proses pengembangan diri. Cinta menjadi bagian dari proses dari seseorang. Dengan modus itulah, cinta bukan berarti mesti memiliki. Karena mencintai dengan tujuan ini, seseorang tidak berpretensi untuk menguasai dan memiliki terhadap kekasihnya. Karena penguasaan terhadap sang kekasih akan menghambat kekasih tersebut, dan juga diri sendiri". Simpul dari ocehan filsuf Jerman diatas mengilustrasikan bahwa perihal cinta adalah perihal proses yang berkohesi dengan cara-cara elegan. Cara-cara tersebut merupakan kuasa mutlak manusia yang membedakannya dengan makhluk lain.
Selanjutnya Erich Fromm juga mengatakan "Cinta adalah lambang keakraban antara dua manusia di mana masing-masing saling menjaga keutuhan bersama". Penetrasi cinta oleh Erich lebih lanjut menekankan pada kerja bersama. Bukan sebagai sesuatu yang seketika jatuh dari langit.
Demikian realitasnya sehingga otoritas manusia berkedudukan pada kerelasi sistematis antara konsep dalam isi kepala dengan wujud-wujud nyata yang hadir pada permukaan.
Mari mengambil konklusi!
Pertama soal "jatuh cinta".
Jatuh cinta pada  logika umum ( general logic) dapat di cari pendekatan-pendekatan sebagai tindakan yang tanpa sengaja. Kata "jatuh" dalam unsur pengertiannya minimal terdapat unsur ketidaksengajaan. Unsur tersebut menjadi mutlak pembeda dari perbuatan-perbuatan lain yang berangkat dari kesadaran manusia.
Kemampuan manusia dapat menjelaskan kenapa dia dapat jatuh cinta dengan berbagai alasan, menceritakan detail bagaimana ia jatuh cinta, agenda tersebut menggugurkan unsur ketidaksengajaan dalam definisi kata "jatuh".
Akhirnya manusia hanya dapat menjaring akomodasi apa dan mobilisasi cara yang mana untuk mendapat balasan dari kegiatan yang di sebut mencintai tersebut. Kegiatan tersebut terakumulasi dalam wewenang utuh manusia.
Kedua soal " mencintai".
Mencintai dalam kategori bahasa termasuk dalam kata kerja. Erich sudah mengargumentsaikan bahwa urusan cinta adalah urusan proses, yang terkonsolidasi kan secara sistematis. Sehingga pengidentikan cinta konsisten pada cara serta bagaimana manusia mencintai. Kesemuanya itu adalah mutlak menjadi wewenang manusia.
Ketiga soal "dicintai".
Dicintai adalah mutualisme atas sikap entitas lain yakni mencintai. Balasan atas ekualitas perlakuan tersebut hadir untuk keberlanjutan kerjasama. Perasaan memiliki rasa cinta yang sama tersebut hadir dari kalkulasi-kalkulasi profit untuk keberlangsungan kerja sama dalam jangka waktu yang panjang dalam legitimasi perkawinan.
Simpulannya ialah. Jatuh cinta, mencintai, dan dicintai adalah wacana doktrinal yang seolah hadir tanpa kesadaran manusia. Pemberian batasan yang detail sebagaimana digambarkan diatas mengedukasi manusia sebagai entitas yang kompleks dan menaruh pengaruh besar terhadap bidang-bidang yang lain di luar urusan cinta-cintaan. Bidang-bidang yang dimaksud kita sertakan keterkaitannya pada pembahasan selanjutnya.
Lalu. Bagaimana dengan soal kehidupan manusia yang mana final menurut garis takdir.?
Otoritas keterlibatan unsur Ilahiah secara anlisis saya jatuh pada bahwa setiap manusia memiliki hak untuk bebas (freedom). Ketentuan tersebut tidak memerlukan pengakuan dari entitas lain, sebab kebebasan adalah titisan ilahiah yang tidak bisa terkecualikan.
Sebagaimana seseorang bebas  memilih menjadi pemahat patung atau petani yang mengharap sawah. begitu cinta pada manusia didefinisikan. Bebas untuk mencintai atau bahkan tidak. Bebas untuk memilih dengan siapa atau bahkan dengan apa ia menyalurkan cintanya. Bebas juga dengan cara yang mana untuk mencintai. Selanjutnya definisi cinta dilekatkan pada kerjasama antar subyek-subyek. dan perkawinan melegitimasi kerjasama tersebut sebagai upaya pencegahan terjadinya kerjasama-kerjasama baru yang merugikan salah satu subyek pada kerjasama yang sudah terjadi terlebihdahulu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun