Mohon tunggu...
Aswin
Aswin Mohon Tunggu... Lainnya - Setiap waktu adalah kata

Berusaha menjadi penulis yang baik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Uang Pendidikan Menguap, Warga Masyarakat pun Pusing

18 April 2024   15:07 Diperbarui: 18 April 2024   15:07 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu pun bergulir, dan tak pernah menghentikan hukumnya. Ia melahirkan dan memunahkan kehidupan sesuai dengan ketentuan hukum hukumnya yang berlaku, tak terkecuali hukum yang berlaku pada dunia pendidikan di Indonesia. Mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah suatu amanat konstitusi yang harus diupayakan untuk dapat mengejawantah. Dan pola pencerdasan itu, dapat dilakukan salah satunya, melaui program pendidikan nasional. Menyentuh segala lapisan warga masyarakat atau rakyat Indonesia, terutama warga masyarakat miskin dan dibawah garis kemiskinan. 

Kegelisahan orangtua atas keberlanjutan pendidikan anak anaknya, kian kentara ketika tahun ajaran pendidikan baru sudah didepan mata. Mereka harus menyiapkan buku buku dan seragam sekolah, serta uang jajannya. Apalagi bagi orangtua yang anak anaknya tidak dapat bangku kelas disekolah negeri, masuk sekolah swasta. Mereka harus menyiapkan biaya pendidikan yang lumayan sangat besar, menguras pikirannya, seperti membayar uang gedung, uang spp bulanan, uang semesteran, uang raport, dan yang uang ujian kelulusan sekolah. Diketahui, dibeberapa sekolah swasta, terpaksa harus menahan raport dan ijazah kelulusan siswa siswinya, lantaran belum melunasi uang raport dan ujian sekolah. Setidaknya, itulah yang diceritakan oleh beberapa orangtua wali murid kepada saya, terkait anak anaknya yang tidak bisa mengambil ijazah anaknya, yang hendak melamar kerja. 

UANG PINTAR HILANG 

Setelah menunggu waktu yang lumayan cukup lama, akhirnya ia menghampirinya. Para orangtua begitu gembira dan sumringah, setelah mengetahui, bahwa dana Program Indonesia Pintar sudah dikeluarkan, dan bisa segera di cairkan untuk kebutuhan sekolah anak anaknya. Namum demikian, kegembiraan para orangtua itu, hanya sekejap usianya. Seketika berubah menjadi berkerut dahinya, dan kecewa, lantaran uang yang seharusnya bisa mereka terima, tidak dapat ditarik semuanya dari rekening bank milik pemerintah. Tanpa penjelasan yang jelas dan memuaskan, pihak bank secara sepihak mengatakan, bahwa jumlah uang yang bisa ditarik dari rekening hanya beejumlah setengahnya. Dan setengahnya (uang sisanya), entah dikemanakan. Menurut salah seorang warga yang mengambil uang pendidikan PIP di bank, uang setengahnya di rekening bank, seketika saldonya berubah menjadi nol rupiah. Padahal warga masyarakat itu, hanya menarik uang sebesar tiga ratus tujuh puluh lima ribu rupiah dari saldo di rekening bukunya yang berjumlah tujuh ratus lima puluh ribu rupiah. 

Bisa begitu? Haruskah warga masyarakat miskin selalu diperdayakan lembaga terkait, baik lembaga oleh pemerintah maupun lembaga perbankan ? Kemanakah warga masyarakat dan rakyat dapat menerima hak haknya sebagai warga negara, tetutama hak untuk mendapatkan pendidikan? Bukankah anggaran pendidikan itu dianggarkan untuk anak anak Indonesia, agar tidak lagi dapat dibodoh bodohkan, dan bisa membangun Indonesia (SDM) lebih baik lagi, sehingga Indonesia Maju dan Indonesia emas yang dicita citakan dapat terwujud, atau mengejawantah? 

Jika negara (pemerintah) kurang, dan bahkan sangat tidak peduli dengan memperhatikan pendidikan anak anak Indonesia, maka dapat dipastikan Indonesia akan menjadi negara terbelakang, dan sulit berkembang. Apalagi menjadi negara maju. Semoga saja pemerintahan atau kepemimpinan bangsa Indonesia kedepan dapat melipat oknum oknum yang bersemayam didalam lembaga pemerintah maupun perbankan, yang telah merusak generasi bangsa Indonesia, khususnya terkait dengan anggaran pendidikan nasional.

Semoga tingkat korupsi diIndonesia kedepanya dapat berkurang secara signifikan, dan bukan sebaliknya, korupsi menjadi budaya di Indonesia, yang harus dikembangkan dan dilestarikan. Semoga saja... ..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun