Seorang kawan yang sangat aktif disalah satu partai politik, mengungkapkan, " bahwa sangat sulit bagi orang yang menganut kuat paham idealis di partai politik manapun untuk berkembang, lantaran partai politik pasca runtuhnya orde baru, telah menganut paham prakmatis, dan persoalan persoalan kekuasaan dapat ditansaksikan".
Ungkapan itu, bukanlah hanya letupan angin semata dan hilang begitu saja, melainkan membekas dalam realitas. Karena pernyataan itu. lumayan sangat identik (terjadi disemua partai politik). Baik partai politik beraroma nasionalis maupun religius. Mungkin, hanya rakyat diakar rumput yang masih mempercayai khutbah khutbah politik para elitnya, bahwa partai politiknya berwawasan nasionalis dan religius. Dan khutbah khutbah (orasi) politiknya, dianggap sebagai seruan jihad yang harus ditunaikan dengan segenap jiwa dan raga.Â
ANIES OPORTUNIS
fenomena politik pemerintahan jokowi, akan segera berakhir dan suksesi kepemimpinan akan segera dimulai. Sejumlah elit partai politik pun sudah mengelus dan mengelu elukan bacapresnya kepada publik luas ditanah. Terungkap sejumlah nama nama bacapres yang didorong dalam perhelatan demokrasi 2024, yang cenderung liberal dan oligarkis : Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan. Nama nama mereka, sudah sangat begitu akrab ditelinga dan bibir warga masyarakat Indonesia. Bahkan telah menjadi obrolan hangat dan panas diwarung warung kopi pinggiran jalan. Warga masyarakat tidak lagi malu, dan telah memiliki kemauan, serta berani untuk melihat, membaca dan membicarkan isyu isyu politik melalui dialog atau diskusi terbuka.Â
Seketika ruang publik terhentak dengan kebijakan politik yang diambil oleh seorang elit partai politik nasional demokrat (nasdem) dan seorang bacapresnya, Anies Baswedan, yang mendeklarasikan pasangan bacapres dan bacawapres 2024-2029, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Tidak hanya publik awam, melainkan juga publik melek intelek, menggeleng gelengkan kepalanya, atas perilaku politik yang dipertontonkan oleh Surya Paloh dan Anies Bawedan.Â
Memanglah, publik lumayan sangat sulit memahami alur cerita politik masa depan yang ditulis oleh seorang Surya Paloh dan Anies Baawedan, untuk membangun Indonesia. Dengan mengambil atau melamar Muhaimin Iskandar, sebagai pendamping Anies Baswedan, maka Tagline "PERUBAHAN DAN PERSATUAN" yang disungnya tidak lagi relevan. Kehilangan substansinya. Karena Anies Baswedan, dengan sukarela melakukan hubungan seksual politik dengan orang dalam Istana negara. Dan perselingkuhan itu dipublikasikan diruang publik tanah air. Dengan lantang dan terang benderang, keduanya mensucikan perselingkuhan politiknya. Paloh dan Anies, serupa pendeta dan ulama, yang berhak mengeluarkan fatwa halal dan haram, benar dan salah didalam meniti kehidupan politik berbangsa dan bernegara.Â
Keduanya (Paloh-Anies) telah lalai dan lupa, bahwa mereka berbicara kepada publik dan ummat politik yang lumayan terbatas, dan bukan kepada publik luas. Percakapan politik mereka adalah percakapan terbatas, dan tidak luas-meluas, lantaran ada publik luas lainnya, ada publik AHY, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo, yang masing masing memiliki fatsoen politik kebangsaannya. Perilaku tidak etis demi mengejar dan mendapatkan kepentingan politik yang ditunjukkan oleh Surya Paloh dan Anies Baswedan itu, telah membuat publik luas bertanya tanya dan curiga : " Jangan jangan mereka berdua adalah orang orang yang lebih berwawasan individualis, prakmatis dan transaksional dalam berpolitik ".
Mereka berdua cenderung oportunis, dan rela menikam AHY secara sadis dan mengiris ngirisnya. Mencerminkan hasrat binatang politiknya (political animal). Dengan sepenuh hati AHY dengan Partai Demokratnya, memberikan panggung politik kepada bacapres Nasdem, Anies Baswedan, untuk melakukan percakapan politik kepada publik. Namun, perjuangan dan pengorbanan moral dan naterialnya AHY dan Partai Demokrat, tidak membekas dalam perilaku politik seorang Anies Baswedan. AHY ditikam politiknya secara sadis oleh Surya Paloh dan Anies Baswedan. Dan mereka berdua (Paloh-Anies), merasa menikmati perbuatannya, serupa pembunuh berdarah dingin. Mereka lupa, bahwa publik tidak akan mengamini perbuatan kejahatan yang dilakukannya, baik kejahatan sosial, ekonomi, dan hukum. Apalagi kejahatan politik.
Putra Presiden SBY, yang masih polos dan suci itu, terkapar dan mengalami luka luka yang lumayan sangat serius. Namun bukanlah AHY, jika larut dalam perisriwa berdarah itu. Karena AHY adalah seorang prajurit-tentara (seperti Prabowo Subianto), yang akan tetap berusah bertahan hidup. Survive. Dengan posisi yang masih lemah, AHY pun muncul kepermukaan publik luas, dan memberikan pesan politik kepada pengikutnya (konsutuen) diseluruh Indonesia, bahwa dirinya telah mema'afkan perilaku Anies Baswedan, dan akan menata ulang kehidupan politiknya kedepan, tanpa Anies Baswesdan, Surya Paloh, dan Nasdem.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H