Mohon tunggu...
Aswin
Aswin Mohon Tunggu... Lainnya - Setiap waktu adalah kata

Berusaha menjadi penulis yang baik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kisah Van Der Wicjk di Tangan Hamka

20 April 2023   11:40 Diperbarui: 20 April 2023   11:45 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Romantika. Jakarta merupakan suatu romantika tersendiri dalam kehidupan yang sangat sulit dilupakan, terutama memasuki usia remaja ke dewasa. Pada usia remaja, saya lumayan sangat aktif di Organisasi Remaja Masjid, disekitar tempat tinggal saya. Anjangsana dari satu masjid ke masjid lainnya di Jakarta, adalah suatu kegiatan rutin yang dilakukan didalamnya, menambah persaudaraan dan juga wawasan organisasi. Setidaknya, ada tiga masjid di Jakarta, yang lumayan sering dikunjungi untuk bersilaturrahim. Yakni Masjid Cut Muetia, Masjid Sunda Kepala, dan Masjid Al Azhar. Diketiga masjid itu, saya menyaksikan sejumlah cendikia atau intelektual muda dan selebritis dimasanya. Dan di area itu pula, saya mengenal produk produk brandit ternama yang digunakan remaja remaja masjid, mulai dari fashion hingga alas sepatu. Modis. Milineal.

Namun hanya Masjid Sukamulia (Kemayoran) dan Masjid Al Azhar, yang mampu mempengaruhi pemikiran dan juga pergerakan saya. Sejarah mencatat, di kedua masjid itu telah lahir seorang jurnalis dan juga sastrawan. Yaitu H. Tamar Djaya, di Masjid Sukamulia,  dan H. Buya HAMKA, di Masjid Al Azhar. Dimasa Orde Baru, Presiden RI ketiga, Safruddin Prawinegara, sering mengisi cermahnya di Masjid Sukamulia, Kemayoran,  Jakarta Pusat. Sementara menjelang dimasa runtuhnya tatanan Orde Baru, Amin Rais, berorasi di Masjid Al Azhar, Kebayoran, Jakarta Selatan. 

FENOMENAL

Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Atau lebih akrab disapa dengan nama dengan HAMKA. Saya lumayan mengenal beliau, melalui ceramah ceramahnya di media electronik, televisi dan radio. Suaranya khas. Setelah itu, mengenal lewat tulisan tulisannya, terutama mengenai "Akhlak". Tulisan tulisannya, lumayan sangat sederhana. Namun, tak kehilangan ketajaman dan kedalamannya. Tulisan Buya HAMKA, saya dapatkan dari koleksi buku pribadi seorang penulis H. Tamar Djaya, yang tinggal tak jauh dari rumah keluarga saya, diwilayah Kemayoran, Jakarta Pusat. Yakni, suatu tulisan mengenai makna dari kata Akhlak. Menurut Buya HAMKA, akhlak itu terdiri dari struktur bahasa yang berbeda, namun memiliki (sesungguhnya) makna yang tunggal.  Kata akhlak berasal dari kata makhluk (yang dicipta) dan khalik (Yang Mencipta). Dengan kata lain ialah, bahwa kita manusia sebagai makhluk didalam bertindak haruslah mampu mencerminkan tindakan-Nya. Dan hal ini, sangat sesuai dengan suatu kisah profetik.  Suatu hari, Siti Aisah, istri Nabi Muhammad, ditanya oleh seorang sahabat Nabi : "Apakah akhlaknya Rasul? ". Aisah, pun menjawabnya dengan bobot simbolis : "Akhlak Rasul itu adalah al Qur'an ".

Dan yang tak kalah menarik dan mengundang apresiasi publik luas, nasional dan internasional adalah bukunya yang lumayan sangat fenomenal " TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WICJK". novel itu, telah diangkat kedalam film layar lebar (audio-visual). Buku berkisah nyata itu, telah menginspirasi sejumlah mahasiswa dan mahasiswi untuk membuat skripsi akademis untuk mendapatkan gelar sarjana. Mereka berbicara secara khusus tentang aspek sosial, religius dan pendidikan. 

Memanglah, membaca buku kisah (novel) TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WICJK dapat membawa kita pada suatu hal yang menukik kepada kedalam rasa dan juga intelektual. Buku yang ditulis sekitar tahun 1928 itu berbicara mengenai latar belakang sosial budaya yang berbeda. Zaenuddin (Makasar) dan Hayati (Padang)  adalah tokoh tokoh yang memiliki latar belakang sosial-budaya yang berbeda, dan mereka berdua saling mencintai satu sama lainnya. Namun, status sosial budaya yang melatar belakangi kehidupan mereka berdua berbeda , mereka pun terpaksa harus berpisah. Gagal menikah. Hayati menerima perjodohan yang dilakukan oleh orangtuanya dengan seorang laki laki yang bersatutus sosial tinggi, kaya dan terpandang, Aziz. Sementara itu, Zaenuddin, pergi merantau ke pulau jawa, menggeluti keilmuwannya. 

Setelah bertahun tahun lamanya, Zaenuddin dan Hayati, kembali bertemu dalam suatu acara gelar pertunjukkan seni. Namun, pertemuan mereka itu hanya sekejap waktu, dan mereka pun kembali berpisah untuk selama selamanya, lantaran perahu VAN DER WICJK yang digunakan Hayati dan suaminya untuk kembali ke Padang, tenggelam ditengah lautan yang dalam. Hayati, ikut tenggelam didalamnya. Meninggal dunia. 

Dapatlah dicatat, bahwa didalam ruang kehidupan kita manusia tidaklah kosong dan hampa, melainkan lahir banyak peristiwa. Demikian pula halnya, dengan setiap ruang-halaman buku didalamnya. Didalam ruang ruang halaman buku itu, banyak peristiwa terpaparkan, termasuk didalamnya sebuah buku TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK. Seorang Buya HAMKA dengan tulus meminjamkan tangannya kepada makhlus halus didalam dirinya, pikiran dan jiwanya. Kelak untuk dijadikan suatu tulisan atau kisah hidup, dan untuk dibagikannya kepada khalayak luas. Berbagi itu indah! 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun