Mohon tunggu...
Aswin
Aswin Mohon Tunggu... Lainnya - Setiap waktu adalah kata

Berusaha menjadi penulis yang baik

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kekuasaan Subyektif dalam Secangkir Kopi

21 September 2022   06:01 Diperbarui: 21 September 2022   06:22 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Pexels.com/Ilustrasi

"Suatu hari, saya sedang duduk duduk ditaman, tiba tiba orang lain tampil dan duduk disitu juga. Taman yang awalnya (saya hayati) sebagai suatu dunia yang saya alami dan bina sendiri, dengan segala cita cita, khayalan dan pikiran pikiran, tiba tiba saja (saya hayati) sebagai dunia yang harus saya diami bersama orang lain, " demikian Jean Paul Sartre, menceritakannya.

Terkait persoalan manusia sebagai subyek, juga pernah mengaung sebelumnya dimasa kejayaan Yunani sebelum masehi, dengan para pemikirnya (filosof). Seorang Guru (Socrates) pernah berbeda pemikiran dengan muridnya (Plato), tentang manusia sebagai subyek. 

Socrates, berusaha memahami manusia melalui metode intropeksi. Sementara muridnya, menggunakan metode sosial politik (negara). Menurut Plato, metode intropeksi hanya mampu memberikan pengalaman dan pengetahuan pribadi atau individual, dan cenderung berbeda satu sama lainnya, split personality. Teks teks itu terlalu kecil untuk dapat dibaca dan perlu diperbesar teksnya agar lebih mudah dibacanya, dalam konteks politik-kenegaraan.

MESIN JACKPOT

Seperti halnya Sartre, saya pun identik. Ketika saya pengen menyendiri di Kedai Kopi malam dinihari, sekedar untuk relaksasi dan menghindari obrolan panjang yang dapat menguras pikiran, tiba tiba saja ada orang lain masuk  dan juga ikut memesan  kopi. 

Mereka tidak hanya sekedar memasan kopi hitam pekat sepekat malam dinihari, namun juga bercerita tentang peristiwa peristiwa sosial-konominya terutama terkait dengan persoalan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), yang mulai dirasakan membebani kehidupannya sehari hari. "Terpaksa gue jual rumah warisan orangtua di kampung untuk mencukupi kehidupan keluarga di Jakarta, " demikian nyanyian salah seorang pembeli di kedai tersebut.

Mereka tidak hanya telah masuk kedalam kedai kopi itu, tetapi juga telah masuk kedalam pikiran saya. Sebagai manusia, saya pun terenyuh, tersentuh dan tergugah mengenai sisi kemanusiaan yang diceritakannya. 

Siapa yang tak tersentuh hati dan pikirannya, orang itu telah melakukan perjalanan kaki dari Citayem ke Cempaka putih, Jakarta pusat, lantaran tak memiliki untuk membayar biaya perjalanan-transfortasi. Ia berangkat dari Citayem pukul 9 pagi, dan sampai Cempaka putih pukul 8 malam. 

Ketika rasa dahaga menyergap tenggorokannya dalam perjalanan, ia pun segera mampir ke warung nasi, meminta segelas air. Ia terpaksa bergeser keluar Jakarta, lantaran biaya kehidupan di Jakarta begitu besar yang dikeluarkannya. Hidup di kontrakan dengan tiga anaknya yang masih kecil di Jakarta, bukanlah suatu persoalan yang mudah dan sederhana.

Memanglah, kehidupan politik bukanlah segalanya. Karena relatif banyak warga dan masyarakat masih lebih suka memilih menjadi (seorang) pendidik, pedagang, dan seterusnya, daripada menjadi (seorang) politisi.

Namun relaitas menunjukkan, bahwa kehidupan politik-kekuasaan telah membawa konsekwensi yang relatif sangat signifikan dalam kehidupan mereka (warga masyarakat), sebut saja persoalan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). "Kebijakan konyol dengan menaikan harga bahan bakar minyak, " demikian ungkap salah seorang diwarung kopi, dengan emosinya. 

Memanglah, konyol. Betapa tidak. Warga masyarakat diberikan BLT sosial hanya berlaku sementara (3-4 bulan). Sementara itu, kenaikan harga BBM berlaku permanen. Dan relatif sangat konyol lagi ketika harga kenaikan harga BBM itu pun diikuti dengan kenaikan harga barang barang yang dikonsumsi warga masyarakat. 

Sebagai contoh : Ketika saya memesan ojek online dengan tujuan ke Cikini, yang biasanya membayar lima belas ribu rupiah, berubah menjadi seharga dua puluh satu ribu rupiah. Dan hal itu, baru diketahui ongkos angkut orang.

Belum lagi jika kita menghitung untuk ongkos angkut barang-sembako dari satu daerah kedaerah lainnya. Atau dari ruang produksi ke ruang distribusi, hingga ke agen agen, pasar pasar dan warung warung modern dan tradisional, pastinya harganya akan berubah-naik. 

Sementara gaji pegawai-buruh atau pekerja lepas tidak mengalami kenaikan gaji yang relatif cukup signifikan. Ngeri!  Kemiskinan akan bertambah jumlahnya. Dan kemungkinan besar juga, kelaparan pun akan menyseuaikan mengikutinya. Bertambah jumlahnya secara signifikan 

Kekonyolan pun bertambah, ketika orang orang di Gedung Kura Kura Senayan (DPR RI), membuat suatu rencana untuk menghapus subsidi listrik 450 watt, dan menggantinya menjadi 900 watt, lantaran PLN memgalami surplus energi listrik. Dan untuk mensiasati hal tersebut, maka pilihan solusi altrrnatifnya ialah dengan menghapus subsidi listrik 450 watt, menjadi 900 watt, dengan membuat alasan bahwa subsidi 450 watt itu diduga tidak tepat sasaran. 

"Kalau menjadi pemimpin hanya bisa menaikan harga, orang rendahan dan tak memiliki pendidikan pun bisa, " demikian tukas salah seorang lainnya di warung kopi. 

Ngeri. Ngeri sekali jika kita membaca struktur kepemimpinan yang digagas oleh seorang Plato. Filosof Yunani itu memberikan struktur ideal kepemimpinan suatu negara : Pertama ialah Filusuf, Kedua ialah Tentara, dan Ketiga ialah Pedagang. Dan pemimpin negara kita, Indonesia konon adalah seorang pedagang. 

Dan pedagang umumnya lebih cenderung mencari keuntungan, bukan mencari kerugian. Dan konon katanya, roda pemerintahan ini telah dikelola oleh para pedagang (oligarki). Negara telah dijadikan oleh alat kepentingan oligarki untuk memperluas wilayah kekuasaan dan menambang kekayaannya. Rakyat dijadikan mesin penghasil uang (jackpot) untuk mengisi kantong kantong kosong didalamnya. 

Rakyat dibiarkan sekarat kehidupannya. Berani bersuara dan berontak, maka senapan aparat siap merapat dan menembus kehidupan rakyat. Wafat. Pernah dengar tentang revolusi industri pertama di inggris. Inggris pun telah terbelah menjadi dua bangsa, bangsa miskin dan bangsa kaya dalam satu negara. 

Demarkasi itu telah dibuat atau dipaksakan oleh kaum pedagang, oligarki. Dalam sebuah cerpen Saor Siagian, dengan lugas diceritakan kehidupan rakyat Inggris, terutama rakyat miskin. Kehidupan rakyat miskin yang disishkan kepinggir pinggir kehidupan sosial ekonomi pemerintahan yang cenderung oligarkis.

Mereka tidur diemperan emperan toko dan kolong jembatan. Kehidupan orang miskin itu menjadi bahan olok olokan dan permainan kaum mapan (orang kaya). Diceritakan : pada suatu malam, sejumlah anak muda kaya  menyiramkan bensin ke selimut orang miskin-marginal, dan kemudian menyalakan korek dan membakarnya. Mati terbakar. 

Keadilan. Berbicara tentang keadilan akan semakin sulit diketemukan dan didapatkan dimasa orde oligarkis. Instrument negara, seperti lembaga senat atau perwakilan rakyat, lembaga hukum, dan lembaga kepolisian akan cenderung berpihak pada kepentingan oligarki yang berkuasa. 

Dan hal itu adalah realitas sosial dan politik yang terjadi dibanyak negara, termasuk di Indonesia dengan menunjuk pada gejala gejala peristiwa yang terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Ketika kekuasaan telah menjadi subyek individual, dan bukan subyek universal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka aspek kemanusiaan, keadilan, dan kerakyatan akan menguap keatas permukaan. Dan akan sulit dikembalikan ke bumi suatu negara, termasuk bumi Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun