Mohon tunggu...
Aswin
Aswin Mohon Tunggu... Lainnya - Setiap waktu adalah kata

Berusaha menjadi penulis yang baik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Demorasi Jawara di Jakarta

2 November 2021   05:52 Diperbarui: 4 November 2021   04:46 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta senantiasa menjadi perhatian publik luas, baik dari daerah maupun negara didunia. Kantor Istana negara dan Balaikota, telah menjadi daya politik nasional maupun global. Banjir di Jakarta, tidak hanya warga Jakarta yang berbicara. Tetapi juga warga masyarakat diluar Jakarta, dan warga negara didunia lainnya, pun ikut berbicara. Bahkan warga yang tak memiliki KTP domisili Jakarta, atau daerah pun mendapatkan dampak yang tak mengenakan dari orang Jakarta, misalnya, seorang petani sayuran membuang hasil panen sayuran ke sungai dan ke jalan raya, lantaran harga beli yang ditentukan oleh orang Jakarta (dianggap) dinilai diluar nalar dan (dianggap) tidak berpihak kepada kepentingan hidup para petani. Dan mereka para petani terancam bangkrut dan miskin akibat kebijakan harga jual-beli di pasar. Belum lagi jika berbicara tentang kebijakan orang Jakarta (pemerintah pusat) yang lebih kepada kebijakan import barang pangan daripada memberdayakan kehidupan para petani, dengan membeli harga hasil panennya yang sesuai.

Dan tak kalah menarik ialah, sejarah telah mencatat lahirnya jawara jawara dari tanah Betawi, Jakarta. Ada Si Pitung dan Mat Peci diantaranya. Bahkan serial cerita si Jampang pun  paling banyak dibaca publik pada koran harian Pos Kota. Dan tentu saja kelahiran jawara di Jakarta tidaklah berdiri sendiri, melainkan ada peristiwa yang mendahuluinya. Orang pendidikan menyebutnya, ada hukum kausalitasnya, ada sebab dan akibat. Lahirnya si Pitung dan Mat Peci disebabkan terjadinya penindasan kaum lemah yang dilakukan oleh kebijakan rezim berkuasa dimasanya. Mereka berdua tidak hanya berbicara. Tetapi juga berusaha menegakkan keadilan dan kebenaran dalam perbuatannya, meskipun nyawa menjadi taruhannya.

ORGANISASI KEKERASAN

"Loeh jual, gueh beli". Begitu kata kata yang keluar dari orangtua Betawi. Suatu kalimat yang paradoksal. Orang Betawi itu akan bersikap baik, dan bahkan lebih baik dan sopan jika ada orang dari luar (daerah) datang berkunjung kerumahnya (Jakarta). Tetapi sebaliknya, orang Betawi pun akan bersikap tegas dan keras jika sang tamu-pendatang berperilaku agresif dan arogan. Dan lahirnya FBR, adalah suatu bentuk sikap yang dilakukan oleh orang orang Betawi akibat ulah sekelompok pendatang dari daerah yang menyematkan dirinya sebagai Arek arek Suroboyo dan Sakerah-Madura, yang berusaha mencari rezeki (dianggapnya) dengan cara yang tidak benar dan haram secara sosial dan budaya.

Seperti halnya, FBR, Bang Japar pun kelahirannya identik. Keduanya dilahirkan dari rahim sosial Betawi (warga masyarakat Jakarta). Namun berbeda perjuangannya. Jika FBR lahir dari usaha perebutan lahan usaha yang dilakukan oleh sekelompok orang dari daerah, Surabaya dan Madura. Maka Bang Japar, lahir dari realitas sosial politik di Jakarta, pada tahun 2017. Saat itu Pemilihan Gubenur dan Wakil Gubernur di Jakarta benar benar menghadirkan iklim politik yang sangat ektream panasnya. Pasangan Ahok-Djarot, Agus-Silvi dan Anies-Sandi adalah para calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang diusung oleh masing-masing partai politik koalisi.

Kelahiran Bang Japar, dipicu oleh salah seorang relawan Ahok-Djarot, bernama Iwan Bopeng. Relawan Ahok-Djarot tersebut, berusaha melakukan intervensi pada salah satu ruang tempat pemungutan suara (TPS) di Jakarta. Bahkan Iwan Bopeng, dengan sesumbarnya akan memotong tentara. Mengenai sikap relawannya itu, Djarot pun secara diplomatis menjawabnya: "Saya tak mengenal Iwan Bopeng. Tetapi mengenal Iwan lainnya".

Fahira Idris, pun (diduga) berusaha memungut moments politik itu, untuk dikelola menjadi suatu kekuatan politik. Dan  Organisasi itu diberi nama BANG  JAPAR (Kebangkitan Jawara dan Pengacara). Menurutnya, kata pengacara yang disematkan dibelakang Jawara adalah dalam konteks legalitasnya (mengawal hasil pemilu secara hukum). Dan masih menurut putri politisi senior dari partai Golkar itu (Fahmi Idris), bahwa anggota Organisasi Bang Japar sudah mencapai ribuan, dan bahkan anggotanya sudah merangsek masuk keluar Jakarta.

DALAM PENCITRAAN

Menutup akhir bulan di akhir pekan, Sabtu, 30 Oktober 2021, saya mendapatkan kesempatan untuk mengenal lebih jauh tentang Organisasi Bang Japar, dalam acara Rapat Kerja Wilayah, Komwil Jakarta Pusat, di Vila Cimelati, Sukabumi, Jawa barat. Rapat Kerja Wilayah itu mengambil tajuk : "MENINGKATKAN KUALITAN DAN PERAN BANG JAPAR DALAM MENJAGA ULAMA, KAMTIBMAS DAN BUDAYA BETAWI". Dalam acara itu, hadir perwakilan dari Kesbangpol dan Wakil walikota Jakarta Pusat, Irwandi. Dan dalam kesempatan itu pula wakil walikota Jakarta Pusat bersedia menduduki jabatan sebagai Dewan Penasehat ormas Bang Japar. Sebagai bentuk apresiasinya, Ketua umum Bang Japar, Fahira Idris, memberikan kemeja ormas Bang Japar dan memakaikannya kepada wakil walikota,  Irwandi.

Tak sebesar pencitraannya. Salah seorang pimpinan Bang Japar di Korwil Jakarta Pusat, mengirimkan pesan agar perserta rapat Kerja Wilayah Bang Japar, sudah berada ditempat pukul 6 pagi, dan bus akan membawa ke lokasi Rapat Kerja Wilayah pukul 7 pagi. Saya pun bergegas menuju lokasi. Dan sampai dilokasi, ruang parkiran IRT MONAS. Saya sempat cemas setelah sampai dilokasi. Karena dilokasi sepi, dan tak melihat para peserta Rapat Kerja Bang Japar. Saya pun bergumam diri : "Jangan jangan perserta dan bus nya sudah berangkat menuju lokasi, Sukabumi, Jawa barat". Saya berusaha menghubungi salah seorang panitia. Namun tak diangkat. Saat hendak memutuskan kembali pulang kerumah, tampak salah seorang panitia dan juga beberapa orang sedang menuju arah lokasi. Ada salah seorang peserta mengatakan, "bahwa dirinya sudah berada dilokasi sejak pukul 6 pagi sesuai arahan Komanda Wilayah Jakarta Pusat. Namun waktu sudah menunjukkan hampir ke angka 8, kendaraan bus yang akan membawanya berangkat ke lokasi belum juga tiba.

Sekitar pukul 8 lewat kendaraan bus yang ditunggu pun datang. Dan perserta dan panitia Rapat Kerja Wilayah pun langsung merangsek masuk kedalam kendaraan bus. Belum juga terhapus kekecewaan perserta, lantran terlalu lama menunggu kedatangan bus dilokasi, mendadak kendaraan bus yang membawanya berhenti dilokasi jalan tol. Mati total kendaraan bus, dan tidak bisa digunakan. Perserta pun kembali disergap kekecewaan. Mereka keluar dari bus, mencari ruang terbuka dipinggiran badan jalan tol. Ada yang turun kebawah mencari tempat perkampungan warga masyarakat untuk mencari minuman segar dan makanan. Berjam jam dalam penantian pergantian bus datang, sebahagian dari mereka pergi ke Masjid terdekat, menunaikan shalat dzhuhur berjama'ah.

Kendaraan Bus yang ditunggu itu pun akhirnya tiba juga. Dan para perserta dan panitia segera masuk kedalamnya. Sesampai dilokasi Rapat Kerja Wilayah, Villa Cimelati, Sukabumi, sudah terpampang hiasan kembang persegi empat dengan tulisan ucapan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, atas digelarnya Rapat Kerja Wilayah Bang Japar. Belum usai istirahat, sebahagian perserta pun kembali menuai kecewa. Karena Villa (Betawi) yang digunakan buat acara Kegiatan Rapat Kerja Wilayah, mirip dengan Villa keluarga, dan bukan Villa untuk menyelenggarakan Rapat Kerja Wilayah. Padahal dalam Rapat Kerja Wilayah itu dihadiri oleh perwakilan Kesbangpol, wakil walikota, dan juga sponsor teh botol dan pembersih tangan, Altis.

Dan Rapat Kerja Wilayah Bang Japar itu, terbilang Rapat Kerja Wilayah super cepat. Hanya mendengarkan orasi politik dari seorang Ketua umum Bang Japar, Kesbangpol, dan walikota Jakarta pusat. Dan setelah itu, perserta kembali keruangan masing-masing dan makan sore. Tak tampak Rapat Kerja. Pembahasan Rapat Kerja Wilayah untuk kedepannya, dalam bentuk program  kerja. Hanya terjadi tawasul organisasi, semacam evaluasi kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing komandan Kecamatan.

Keesokan harinya, sekitar jam 10 pagi panitia dan peserta rapat pun bergegas menaiki bus untuk kembali ke Jakarta. Dan lagi lagi ada peristiwa lahir. Para jawara (perserta) disuruh memegang salah satu produk sponsor Kegiatan dan di fotonya. Sebahagian jawara mengikuti dan ada pula sebahagian jawara yang mengabaikannya, kecewa.

Saya pun sempat tertawa geli dalam diri, dan bergumam : " Ternyata Jawara takluk juga dengan  uang pemodal. Dan ternyata pemodal lebih Jawara dari para Jawara di Bang Japar".

Pertanyaan pun menyembul keluar: Apakah oligarkis benar benar bisa dikendalikan di negeri ini? Jawara boleh lahir. Tetapi tetap saja oligarkis yang lebih jawara dalam segala hal, termasuk didalam demokrasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun