Mohon tunggu...
Aswar M. Djulaifah
Aswar M. Djulaifah Mohon Tunggu... lainnya -

"Sahabat-sahabatmu adalah cermin kepribadianmu"

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Edisi Menulis: Akhirnya Saya Jatuh Cinta

7 September 2012   01:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:49 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anda pernah jatuh cinta? Pastinya. Saya pun demikian. Cinta itu love kata seorang penulis. Bagi saya, cinta itu cokelat. Mungkin Anda berpikir lain, jatuh cinta itu dari mata turun ke hati. Nah, bahasa remaja, jatuh cinta itu kelepek-kelepek, hehehe. Sudahlah, tidak ada maksud saya berpanjang lebar tentang jatuh cinta. Yang jelas, cinta itu fitrawi manusia.

Siapapun bisa jatuh cinta kepada siapapun yang menarik perhatian. Bahkan, pernah saya membaca artikel tentang seorang perempuan yang jatuh cinta kepada kekasihnya yang sudah mati hingga ia nekat diri menikah dengan mayat orang yang dicintainya. Mmm, tidak waras nih! Tapi, itulah cinta.Ia menstimulus seseorang untuk berbuat sesuatu yang mungkin diluar batas logika manusia.

Bicara tentang cinta dan menulis, saya jatuh cinta pada kegiatan ini ketika saya membaca sebuah artikel, tepatnya isi sebuah buku how to, bagaimana menulis dengan hasil. Ya, menulis ini katanya menuangkan apa yang ada di pikiran hingga yang bersarang di pikiran itu kita tumpahkan semuanya dalam bentuk tulisan tanpa mengedit. Seeet, jadilah sebuah tulisan. Soal baik atau buruk kualitasnya, ya namanya juga menulis.

Sekali lagi saya jatuh cinta. Saya jatuh cinta pada kegiatan intelektual ini, menulis. Saya sudah kebal terhadap cinta lain jenis karena banyak yang sudah jadi “korban” saya, hahaha. Akhirnya saya lampiaskan cinta saya pada jenis yang lain, yaitu pena dan kata alias menulis. Barangkali sebab itulah saya senang bergaul dengan banyak penulis atau mungkin dengan orang yang suka menulis sekalipun mereka tidak mengakui diri sebagai penulis yang baik.

Saya mengenai seorang Agus Hermawan, seorang guru Kimia di salah satu sekolah menengah di bandung yang juga doyan menulis. Saya mengenal Ersis Warmansyah Abbas, seorang dosen yang sangat produktif menulis. Nahkan banyak bukunya yang diberikan gratis kepada saya. Mudah-mudahan bukan karena dapat buku gratis sehingga saya jatuh cinta pada beliau.

Pokoknya ada banyak penulis yang saya jatuh cinta kepada mereka. Cinta saya bukan muluk-muluk, apalagi cinta bermerek doa. Cinta saya sederhana saja, saya mencintai mereka karena mereka suka menulis. Sebuah dunia baru yang mengajak saya betah berlama-lama bercumbu dengan ide. Beberapa hari terakhir saya mengenal seorang penulis yang saya “curi” nomor ponselnya melalui buku yang ditulisnya. Namanya Waidi. Beliau seorang dosen yang juga gemar menulis. Satu kalimat sederhana tapi “menampar” saya saat menghubungi beliau melalui telepon seluler, “Tidak masalah naskah kita ditolak, yang penting kita terus menulis”. Benar. Seolah argumentasi saya tentang kualitas tulisan yang “belum berkualitas” dan selalu saya adili itu luluh dibuatnya. Saya ingin berterima kasih kepada beliau yang belakangan bersedia mengomentari tulisan-tulisan saya.

Saya tahu dengan pasti, banyak orang yang ingin belajar menulis tetapi tidak tahu bagaimana memulainya. Nah, saya sendiri menstimulus diri untuk menulis dengan banyak bergaul dengan penulis. Entah penulis tenar ataupun orang yang sekadar hobi menulis, yang terpenting, bergaul apalagi sampai bersahabat dengan mereka membuat saya keranjingan menulis. Bila dimotivasi oleh seorang kawan, saya bahkan bisa menulis dua artikel dalam satu kali duduk. Ya, kira-kira kalau semangat saya terus membaja dalam satu hari saya bisa menyelesaikan hingga empat artikel sederhana.

Begitulah cinta, membuat beban jadi ringan. Sama halnya saat melihat wajah kedua orang tua, rasanya jiwa ini luluh, muncul rasa kasih dan rasa sayang yang menyejukkan hati. Nah, kalau cinta dialamatkan pula pada kegiatan menulis, yakinlah, menulis itu muuuuudah sekali. Masih belum yakin? Mmm, itu artinya ada mental blok yang Anda pelihara. Saya menyebutnya pengadilan pikiran. Tapi, catatan kali ini bukan tentang ‘pengadilan pikiran’. Mudah-mudahan bisa saya sajikan di lain kesempatan dengan artikel berbeda. Ya, semoga, insya Allah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun