Terpencil, begitu orang-orang menyebut daerah ini. Dataran tinggi perladangan kopi dan kulit manis (cassiavera), kini mulai diganti oleh petani dengan tanaman jeruk bernama Masgo Jaya.
Wilayah desa di bawah pemerintah Kecamatan Gunung Raya, adalah daerah Kabupaten Kerinci yang berbatasan dengan Kabupaten Merangin. Masyarakat disini majemuk. Mereka berasal dari berbagai desa. Mulai dari desa-desa di Kecamatan Air Hangat, Air Hangat Barat, Air Hangat Timur dan bahkan dari Kota Sungai Penuh.
Sekalipun Kepala Desa berada di wilayah ini, namun induknya ialah Desa Masgo yang berjarak sekitar 7 kilo meter. Jalan sempit bermedan terjal, beraspal sejak belasan tahun silam. Hanya saja, kini kondisinya sudah mengalami kerusakan. Lama tempuh yang seharusnya bisa 15 menit saja, keadaan saat ini memakan waktu hingga 1 jam. Harga kulit manis, kopi dan jeruk yang menjadi komoditi unggulan daerah ini cukup tinggi, belumlah mensejahterakan semua masyarakatnya.
"Biaya operasional tinggi. Biaya transportasi lebih tinggi. Ini yang menjadikan harga tinggi, tapi terbilang rendah juga," kata pak kencang, salah seorang masyarakat.
Perbaikan jalan, merupakan harapan utama mereka kepada pemerintah. Tidak hanya sekadar untuk mengurangi biaya transportasi, tapi juga mempermudah akses anak-anak mereka menuju sekolah.
"Tidak jarang anak-anak meliburkan diri ketika musim penghujan, karena untuk menuju sekolah yang memakan waktu berjam-jam jalanan licin," imbuhnya.
Menurut pak kencang yang berperawakan besar, masyarakat pendatang di daerah ini lebih banyak ketimbang pribumi. Mereka kebanyakan hanya bos, pemilik tanah perladangan.
"Warga asli pemilik tanah. Kalau yang menggarapnya, hampir 90 persen pendatang. Disini saja ada 64 KK, sekitar 250 jiwa. Belum lagi di sana dan di sana, ada sekitar 700 jiwa," kata pria berambut ikal sambil menunjuk kearah kanan dan kiri dari posisi kami berada.
Jalan buntu yang kini sudah tembus ke Bedeng VII, Kecamatan Batang Merangin, sebelumnya hanya bisa dilalui batas Bedeng VI. Namun medannya lebih parah lagi, sulit mengendarai kendaraan roda dua jika hanya sendirian.
"Terjal. Motor yang sudah dimodifikasi khusus pun tidak bisa, harus ada yang mendorong. Pendakiannya curam sekali, bisa-bisa orang di belakang mencium tumit orang di depan," katanya menggambarkan situasi jalan itu.
Bagaimana dengan jalan baru yang tembus ke Kelok Sago? Pak kencang menuturkan, jalan itu jauh lebih dekat dibanding jalan dari Sungai Hangat. Namun saat ini, jalan itu baru pengerasan berbatu kerikil tajam.
"Belum diaspal. Mungkin menunggu pembangunan jembatan selesai. Jembatan itu dibangun seperti jembatan Batang Hari, melengkung seperti pelangi kata orang yang kerja disana," kata pak kencang.
Jembatan Kelok Sago membentangi sungai Batang Merangin sekitar 150 meter, dengan ketinggian dari dasar sungai sekitar 75 meter. Dananya bersumber dari APBN, yang pengerjaannya sudah masuk tahun kedua.
"Ini dana pusat. Sudah dua tahun dengan tahun ini dikerjakan. Besi-besinya sudah dirakit, tinggal dipasang lagi. Mungkin Agustus ini dimulai lagi pengerjaannya," terang bapak-bapak yang berusia kisaran 55 tahun, yang bertugas sebagai penjaga di lokasi jembatan Kelok Sago.
Tidak ada keterangan lain yang didapat seputaran pembangunan jembatan Kelok Sago. Karena tidak ada orang lain yang ditemui dilokasi itu, selain pak tua yang mengaku sebagai penjaga.
Jalan yang dibangun membelah perbukitan dengan bukaan sekitar 12 meter dengan badan jalan sekitar 8 meter, kabarnya dirancang sebagai jalan alternatif. Ada juga yang menyebutkan sebagai pengganti jalan lama, yang melintasi Tamiai hingga Pulau Sangkar sudah sulit dilakukan pelebaran lagi.
"Kalau jalan ini baru sampai di Desa Pondok Pulau Sangkar. Rencananya mau dibuka sampai ke Jujun. Itu lebih dekat, ketimbang jalan lama," kata pak tua menduga-duga.
Salam Kompasiana...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H