Mohon tunggu...
Sholihul Hadi Hadi
Sholihul Hadi Hadi Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

lawywr Indonesia club

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ketika Ideku Mentok dan Tidak Ditanggapi Warga Negaraku Sendiri

17 November 2013   12:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:03 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

aku pun  buhuh diriku sendiri apa  yang kucari  lagi

Mungkin sedang ­menebak-nebak. Mungkin hanya mencari tahu. Ada ciri bajingan, atau pemerkosa. Ternyata ia gagal menemukan ciri itu. Karena setelah dipaksa lagi, ia nurut. Mau diantar Yanus pulang.

Motor Yanus melaju perlahan. Lalu dialog itu terjadi. Setelah berbasa-basi, ia mengaku, “Saya lagi cari kerja, Cak. Suami saya pergi gak tau kemana”. Lalu ia terus bercerita, seperti orang yang sudah lama tak memiliki tempat bercerita.

“Beberapa tahun lalu saya disuruh berhenti kerja. Gara-gara ada teman yang usil cerita ke HRD, bapak saya eks tapol. Saya yakin, bukan gara-gara itu saya disuruh berhenti. Pasti gara-gara HRD itu yang tidak tau malu. Ia pernah minta tidur dengan saya, tapi tak tolak mentah-mentah. Malah tak kaplok, cak,” katanya.

Malam selalu memberi warna tersendiri untuk setiap cerita. Dengan caranya, malam membuat ­setiap kisah bergulir pilu dan beku. Kadang jika tidak hati-hati, kita bisa keliru memahami.

Sampai di rumahnya, perempuan itu ­meminta Yanus masuk. Sambil menunggu perempuan itu ­keluar dari kamar, ada pria bertubuh tambun dengan kulit hitam menghampiri. “Cak, bayar dulu. Jangan seperti tamu kemarin. Habis main macak lali. Lupa gak bayar,” katanya tegas. Ada aroma ­alkohol. ­“Bayar?” tanya Yanus.

“Jiangkrik, jangan pura-pura tidak tau. Bayar dulu. Kalau enggak mau, pergi sana,” katanya. Yanus spontan berdiri dari kursi teras. Tanpa basa-basi ia berdiri dan pergi. Lelaki itu masih ngomel tidak karuan, “Nek gak duwe duit gak usah mbalon. Lha rumangsamu iki barang milik negara ta?”.

Yanus pergi. Motornya dipaksa melaju cepat. Membiarkan sumpah serapahnya tenggelam dalam malam tak berujung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun