Mohon tunggu...
asti eka
asti eka Mohon Tunggu... Guru - Human being

Pendidikan, Membaca, Menulis, Travelling

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Cara Tepat Mengenali dan Menenangkan Tantrum Anak

21 Oktober 2020   13:53 Diperbarui: 21 Oktober 2020   14:06 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tantrums are not bad behavior. Tantrums are an expression of emotion that became too much for the child to bear. No punishment is required. What your child needs is compassion and safe, loving arms to unload in."
-Rebecca Eanes -


Pernahkah kita melihat seorang anak menangis keras dan  berguling guling ketika berada di pusat perbelanjaan atau kita pernah mengalaminya sendiri sebagai orang tua? Mengapa anak kita berbuat demikian? Apakah kita pernah mendengar istilah Tantrum pada anak ?


Pertama, kita harus memahami istilah tantrum ini terlebih dahulu. Tantrum adalah ledakan emosi, biasanya dikaitkan dengan anak-anak atau orang-orang yang kesulitan dalam mengendalikan emosinya. 

Tantrum biasanya muncul pada anak usia 15 bulan ke atas. Hal ini terjadi karena kemampuan  anak untuk menjelaskan apa yang menjadi keinginannya dengan kata-kata masih sangat terbatas sehingga ketika keinginan mereka tidak dipahami maka emosi mereka menjadi meledak dan akhirnya muncullah tantrum pada anak.


Sebaiknya, kita mengenali dahulu jenis-jenis tantrum pada anak agar kita bisa menangani dengan baik.

Tantrum Manipulatif

Tantrum manipulatif adalah tindakan yang dilakukan oleh anak-anak ketika keinginannya tidak terpenuhi dengan baik. Ini adalah tantrum yang dibuat-buat oleh anak-anak untuk membuat orang tua memenuhi keinginannya. Biasanya anak meluapkan emosinya dengan cara menangis kencang, berguling-guling di lantai, hingga melempar barang. Hal hal tersebut biasanya  dilakukan anak untuk menarik perhatian orang tua.

Anak adalah pengamat dan peniru yang hebat (great observer and imitator). Anak belajar dengan mengamati lingkungan di sekitarnya. Lewat proses ini, anak belajar banyak hal. Salah satunya adalah emosi kedua orang tuanya.

Anak belajar bagaimana orang tuanya bereaksi ketika ia merengek meminta sesuatu. Ia tahu bahwa rengekan tersebut akan membuat orang tuanya menyerah dan akhirnya menuruti keinginannya. Nantinya "kelemahan orang tua inilah yang akan selalu  dimanfaatkan sebagai senjata anak untuk memanipulasi orang tua agar mengabulkan keinginannya.

Beberapa kasus pada saat ini mungkin gadget atau Hp yang banyak menjadi penyebab utama tantrum anak. Penggunaan Hp sejak dini membuat anak menjadi ketergantungan, sehingga ketika orangtua melarang menggunakan hp maka mereka akan "marah".  

Ketika berjalan jalan di Mall pun bisa menjadi penyebab tantrum anak, bila mereka menginginkan sesuatu (mainan) dan kemudian orang tua tidak menurutinya, maka anak akan mulai menangis sehingga akan menarik perhatian orang orang yang ada di sekitarnya. Disinilah "kekuatan" orangtua diuji.

Lalu bagaimana kita sebagai orang tua mengatasi tantrum manipulative ini?
Beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk meredakan anak dari kondisi tantrum manipulatif ini apalagi ketika kita sedang berada di keramaian.


Pertama, Tenangkan anak dengan membawanya ke tempat yang lebih tenang. Kedua, pastikan kita mampu menguasai emosi agar tetap terlihat tetap tenang dalam menghadapi anak yang tantrum. Ketika anak sudah tenang maka perlahan berikan penjelasan kepada anak dengan bahasa sederhana bahwa perilaku tersebut  bukanlah perilaku yang baik. Kemudian, ajak anak untuk melakukan kegiatan lain yang  menyenangkan.
Jika dalam kondisi ini anak masih mengalami kondisi tantrum, maka, salah satu cara terbaik mengurangi perilaku ini dengan mengabaikannya. Peluk atau gendong anak kita kemudian kita mencari tempat yang lebih tenang atau keluar dari pusat keramaian tersebut. Tetapi tetap harus diingat, kita harus tetap menguasai emosi kita.

Tantrum Frustasi (Temper Tantrum)

Umumnya tantrum frustasi yang terjadi disebabkan karena anak belum bisa mengekspresikan dirinya dengan baik. Biasanya, anak terkadang mengalami kondisi ini akibat merasa kesulitan mengatakan dan mengekspresikan apa yang dirasakan pada orang lain. Tantrum frustasi juga dipengaruhi beberapa hal, seperti kelelahan, kelaparan, mengantuk, atau ketika mereka tidak bisa menyelesaikan sesuatu.

Ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan untuk mengatasi tantrum frustasi atau temper tantrum ini. Dekati dan peluk anak, buatlah anak menjadi tenang. Kemudian, bantu anak untuk menyelesaikan apa yang tidak bisa dia lakukan.

Kita bisa memberitahu anak cara meminta tolong yang baik kepada orangtua atau orang lain yang dikenal. Sesekali, kita bisa memberikan pujian kepada anak jika berhasil melakukan sesuatu tanpa tantrum. Saat anak meminta tolong, berikanlah respon yang baik agar anak merasa nyaman meminta tolong kepada kita.

Tantrum manipulative ataupun Tantrum frustasi adalah kondisi yang normal dan merupakan bagian dari proses perkembangan emosi anak. Peran orangtua dibutuhkan untuk membantu perkembangan emosi dan karakter anak. Sebagaimana sebuah proses maka hal ini pun memerlukan pengulangan, pendampingan dan konsistensi agar berjalan baik.

Rebecca Eanes  dalam buku The Newbie's Guide to Positive Parenting  mengatakan "Tantrum bukanlah suatu perilaku yang buruk. Tantrum adalah ekspresi emosi yang berlebihan pada anak. Tidak dibutuhkan suatu hukuman. Apa yang yang anak anda butuhkan adalah kasih sayang, kenyamanan, pelukan yang penuh cinta."


Maka ketika menenangkan anak, sebaiknya orangtua menghindari tindakan kekerasan pada anak agar anak merasa nyaman dan dihargai.
Mengekspresikan emosi kemarahan itu sebenarnya wajar dan sehat, tugas kita sebagai orang tua adalah membimbing anak agar dapat mengekspresikan kemarahannya secara tepat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun