Mohon tunggu...
baning
baning Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Knitter who writes.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Perlukah Melarang Social Commerce?

29 September 2023   08:00 Diperbarui: 3 Oktober 2023   02:48 843
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah telah resmi melarang TikTok Shop, menyusul diluncurkannya Permendag Nomor 31 Tahun 2023. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyatakan social commerce seperti TikTok Shop dilarang digunakan untuk berdagang, hanya diizinkan untuk promosi. Alasan matinya UMKM konvensional menjadi bahan perdebatan, benarkah melarang social commerce adalah solusi untuk bangkitnya UMKM Indonesia?

Perubahan sosial perilaku berbelanja masyarakat dari offline ke online sebenarnya telah dimulai sejak marketplace mulai masuk ke pangsa pasar Indonesia melalui aplikasi telepon seluler. Kemudahan dan kepraktisan yang cocok dengan budaya masa kini yang serba cepat membuat customer menjatuhkan pilihan ke belanja online dibanding offline.

Di masa pandemi COVID-19, situasi pandemi memaksa kita untuk mengubah cara hidup, termasuk berbelanja. Pembatasan sosialisasi yang ketat dan penerapan WFH, membuat belanja online bisa dibilang menjadi solusi utama untuk memenuhi kebutuhan hidup mulai dari kebutuhan primer sampai tersier. 

Setelah era pandemi, masyarakat yang sudah terbiasa dengan belanja online tidak serta merta meninggalkan gaya belanja ini walaupun pusat-pusat perdagangan telah dibuka penuh dan pembatasan sosial ditiadakan. 

Faktanya justru toko-toko offline tersebut yang kalah bersaing dengan pasar online. Pusat perdagangan yang sebelum masa pandemi menjadi sentra jual beli yang ramai dengan customer, mulai merasakan dampak sepinya pengunjung dan bahkan satu-persatu menutup tokonya.

Tapi apakah larangan pemerintah untuk social commerce seperti TikTok Shop memberi solusi untuk permasalahan ini? Mari kita mencoba melihat lebih lanjut.

Mengenal Social Commerce 

Saat ini, banyak platform yang telah menerapkan fitur social commerce. Dalam social commerce, terjadi interaksi langsung antara pembeli dan penjual sampai ke transaksi jual beli juga dapat dilakukan secara langsung. 

Kita mengenal beberapa bentuk social commerce yang trending di Indonesia, seperti TikTok Shop, Shopee Live dan Tokopedia Play. 

TikTok memulai dari media sosial video pendek yang berkembang ke e-commerce, sedangkan Shopee dan Tokopedia memulai dari e-commerce yang menambahkan fitur online shop dalam platform sosial media berbentuk video pendek dan live streaming. 

Menyorot Potensi dan Dampak Tiktok Shop

Dari semua social commerce tersebut di atas, yang saat ini menjadi sorotan adalah TikTok Shop. TikTok memiliki basis pengguna yang besar dan memiliki keterikatan sosial sebagai bagian dari komunitas media sosialnya. 

Memasuki tahun ketiganya beroperasi di Indonesia, TikTok Shop mencatat rekor penjualan luar biasa melalui fitur live shopping mencapai Rp 107 miliar di Agustus 2023. 

Analis ekonomi Rico Usthavia Frans menulis bahwa dari TikTok mengincar pasar Indonesia yang berkontribusi lebih dari setengah pasar e-commerce Asia Tenggara karena memiliki kelas menengah terbesar ke-empat di dunia.  

Daya tarik utama TikTok Shop ada pada harganya yang murah. Inilah yang ditengarai Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki sebagai monopoli, TikTok dituduh melakukan praktik 'predatory pricing' yang membunuh UMKM lokal di pasar offline maupun online. 

Ada dugaan bahwa TikTok Shop melakukan praktik dumping, yakni mengekspor barang dari negara asalnya di China untuk dijual ke Indonesia dengan harga lebih murah untuk menguasai pasar, walaupun hal ini belum diketahui secara pasti. Terbukanya kemungkinan produk luar dengan harga sangat murah yang membanjiri pasar Indonesia, membuat UMKM berteriak karena tidak mampu bersaing secara harga.

Upaya Pemerintah Untuk Melindungi UMKM dan Masyarakat

Pemerintah perlu berhitung secara jeli dampak social commerce dan pelarangannya di Indonesia. Bagaimana upaya melindungi sekaligus memberdayakan UMKM lokal. 

UMKM perlu dibekali kemampuan berkompetisi di era digital dan didukung agar berdaya produksi yang mampu bersaing dengan produk impor. 

Masyarakat perlu diedukasi bahwa membeli produksi lokal artinya memberi daya ungkit terhadap ekonomi negeri. Jika hanya melarang kanal penjualannya saja, maka dampaknya hanya sementara dan tidak akan berkesinambungan. Pemerintah harus membuat regulasi yang berpihak pada produk nasional dan UMKM.

“Pada dasarnya negara mana pun juga sama memperlakukan seperti itu. Mereka melindungi produk dalam negerinya sendiri. Karena kalau kita terus menerus beri karpet merah untuk produk-produk impor, tanpa memperhitungkan persaingan yang tidak fair dari dalam negeri, bisa habis produk UMKM," kata Teten.

Pemerintah juga perlu mengatur perlindungan data pribadi masyarakat. Bukan rahasia lagi bahwa terdapat kekhawatiran TikTok akan memberikan data yang dikumpulkan kepada pemerintah Cina. Sudah ada daftar panjang negara-negara yang memblokir TikTok, ironisnya Indonesia berada di peringkat kedua dengan jumlah pengguna TikTok terbanyak dunia yaitu mencapai 112,97 juta pengguna (katadata).

Di sisi lain, pemerintah juga harus terbuka dengan perkembangan teknologi dan bagaimana kelompok-kelompok sosial merespon perubahan tersebut. 

Pemerintah perlu melihat kategorisasi UMKM, kelompok yang berbeda memerlukan pendekatan yang berbeda. UMKM yang dipelopori Gen-Z misalnya, tentu lebih mudah beradaptasi dengan teknologi digital ketimbang UMKM tradisional.

Di sini pemerintah perlu hadir untuk menciptakan iklim usaha yang mendukung UMKM agar mampu bertahan. Sebagai contoh, memfasilitasi agar produk UMKM tradisional tersebut dapat ditampung dan ditawarkan di dalam market place.

Pada akhirnya, kita semua berharap semoga pemerintah bisa mengambil langkah yang strategis dan memberikan manfaat berkesinambungan terkait social commerce ini, terutama terhadap perlindungan produk nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun