Mohon tunggu...
Astuti -
Astuti - Mohon Tunggu... -

seorang perempuan biasa yang ingin berusaha selalu belajar.seorang ibu bekerja dengan 1 anak.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Berkelana Bersama Tere Liye: Ayahku (Bukan) Pembohong

20 Juni 2011   05:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:21 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat membuka halaman-halaman awal buku ini, saya langsung teringat pada Almarhum Ayah Saya. Ayah Saya adalah orang yang sangat suka bercerita pada anak-anaknya. Cerita tentang apa saja. Tentang masa lalunya, tentang tokoh-tokoh wayang(yang dulu sering tidak saya terlalu hiraukan), tentang segala hal.

Bahkan tak hanya pada kami, anak-anaknya. Ayah saya juga suka bercerita pada teman-teman saya. Saya ingat suatu hari saat awal masuk setelah liburan semester kuliah, seorang sahabat main ke kos saya dan memberitahukan tentang kecemburuan seorang teman pada saya. Bagaimana tidak cemburu kalau pacarnya malah lebih suka datang ke rumah saya saat libur semester ketimbang kerumahnya. Setelah saya pikir-pikir ternyata magnet yang menarik pacar teman yang juga salah satu sahabat saya itu adalah cerita-cerita Ayah saya. Jadi tak perlu saya ada di rumah, sahabat saya itu akan asyik berada di rumah saya ngobrol bersama Ayah Saya.

Kembali ke buku Tere Liye-Ayahku (Bukan) Pembohong.

Bahwa akhirnya saya berpendapat buku ini lebih dari sekedar cerita dan cinta seorang ayah dan anak adalah setelah saya terbawa berkelana bersama cerita-cerita ayah Dam -sang tokoh dalam buku.
Lagi-lagi sebuah cerita fiksi mampu menuliskan kata yang memiliki nilai lebih -setidaknya menurut saya- dari sekedar kumpulan kata. Kumpulan kata yang sarat makna banyak saya dapatkan didalamnya.

Coba kita lihat bagian dimana proses Dam menjadi anggota Klub Elite Renang di kotanya.
Tak hanya melalu satu kali ujian tapi melalu dua kali kegagalan bahkan tiga. Tapi di kali ketiga Dam mendapat dispensasi. Perjuangan tak pantang menyerahnya yang membuat dia pingsan ditengah kolam dihargai sang pelatih dengan memberinya satu kali kesempatan walaupun melalui bujukan sang putri yang juga teman sekolah Dam.

Ya, bahkan untuk seorang anak kecil, keberhasilan adalah sebuah hasil yang diperoleh melalui proses. Bukan semata satu hal yang datang tiba-tiba atau makbendunduk kata orang jawa.

Lalu  coba lihat bagaimana para ibu bersikap saat terjadi konflik antara anak-anaknya. Indah sekali menurut saya, benar-benar dapat menjadi panutan pengendalian dan kematangan emosi.

Lalu saya terbawa berkelana pada sekolah dimana Dam melanjutkan pendidikan, Akademi Gajah. Nama yang unik bukan? Seunik kurikulum dan sistem pembelajaran yang dianutnya. Coba anda lihat bagaimana sekolah lebih sering menggunakan praktek ketimbang membaca buku teks. Atau baca  bagian ini :

……………..Disini kami bebas memilih kelas apa saja, sepanjang syarat minimal pelajaran terpenuhi……….
(halaman 118)

Banyak bagian menarik dari cerita Dam tentang sekolahnya ini membuat saya sempat berpikir, Benarkah akademi ini memang ada? Seandainya ada, pasti saya akan memasukkan anak saya untuk sekolah disana. Sekolah yang benar-benar dahsyat dengan pengalaman-pengalam seru yang menyenangkan.

Lalu Tere Liye mengajak berkelana ke Lembah Bukhara. Bagaimana keserakahan telah membuat manusia menghancurkan hidup mereka sendiri. Beruntung masih ada pemimpin  yang begitu gigih memperjuangkan kembalinya kekayaan alam sumber kehidupan itu.

Lagi-lagi Saya bertemu dengan seorang pemimpin nan adil dan perkasa. Yang membawa kemenangan bagi segenap rakyatnya di cerita Ayah Dam tentang Suku Penguasa Angin.

Tapi saya seperti dihadapkan pada harapan tentang keadilan di negeri ini manakala membaca bagian tentang Si Raja Tidur.
Coba baca pada bagian ini :

………Saat ayah mendapat beasiswa master hukumnya, negara tempat ayah sekolah dikenal sebagai negara dengan pelaksanaan hukum terbaik di Eropa. Polisi dan penyidik yang professional, jaksa yang bekerja dengan nurani serta hakim yang pintar dan adil…………. (halaman 181)

Atau bagian yang ini :

……hukum sejatinya adalah akal sehat bukan debat kusir, bukan mulut pintar bicara…………

Dan yang ini :

………..Bangsa yang korup bukan karena pendidikan formal anak-anaknya rendah, tetapi karena pendidikan moralnya tertinggal. Tak ada yang lebih merusak dibandingkan anak pintar yang tumbuh jahat.Orang-orang dewasa yang jahat sulit diperbaiki meski dihukum seratus tahun, jadi berharaplah dari generasi berikutnya perbaikan akan datang………………..

Tetapi bagian pamungkas yang paling harus anda baca adalah cerita tentang kampung sufi. Maka anda akan bertemu dengan pertanyaan, Apa hakikat sejati kebahagiaan hidup? Dan apa definisi kebahagiaan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun