Seseorang yang dilahirkan sebagai muslim, sejatinya wajib mengerjakan amalan wajib yang menjadi tiang agamanya. Jika ada seorang hamba yang mempertanyakan diterima atau tidaknya shalat yang ia lakukan selama ini, hanya Allah yang berhak menilainya. Untuk itu sembari berusaha menjadi muslim yang terus berbenah, hendaklah dibarengi dengan amalan sunnah lainnya. Adapun puasa sunnah ayyaumul bidh yang dapat dikerjakan pada pertengahan bulan Hijriyah yakni pada tiap tanggal 13,14,15. Selain puasa sunnah di hari Arafah, melalui puasa ini juga pahala diberikan cuma-cuma oleh Allah kepada yang menunaikan.
Abdullah bin 'Amr bin Al-'Ash -radhiyallahu 'anhuma-, Rasulullah -Shallallahu 'alaihi wa Sallam- bersabda,
"Puasa pada tiga hari setiap bulannya adalah seperti puasa sepanjang tahun."
[HR. Bukhari No: 1979]
Maha Suci Allah dengan segala kehendakNya.
Perlu diketahui, Allah menciptakan amalan sunnah supaya seluruh kaum muslimin dapat meraih pahala sebanyak-banyaknya. Allah menciptakan manusia untuk beribadah kepadaNya, sebagaimana tercantum dalam firmanNya :
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku."
(QS. Adz Dzariyat: 56)
Begitu pula dunia ini diciptakan untuk dijadikan sebagai fasilitas bagi manusia agar bisa beribadah dengan baik. Mengumpulkan amalan shalih sebagai timbangan di hari akhir nanti. Siapa yang hidup dan beramal dengan visi ibadah ini, dialah yang hidup dengan benar.
Lalu, bagaimana niat untuk memulai puasa ayyaumul bidh?
Seperti terkandung dalam Arbain Nawawi hadits nomor satu, dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh 'Umar bin Al-Khattab radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju."
[HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907]
Sejatinya letak niat ada didalam hati dan segala sesuatu yang dikerjakan, akan berbalas dengan apa yang diniatkan.
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
"Niat itu letaknya di hati berdasarkan kesepakatan ulama. Jika seseorang berniat di hatinya tanpa ia lafazkan dengan lisannya, maka niatnya sudah dianggap sah berdasarkan kesepakatan para ulama."
(Majmu'ah Al-Fatawa, 18:262)
Untuk itu, setelah seorang muslim sudah mengetahui prioritas yang harus dilakukan. Dengan niat yang baik, yakinlah Allah pasti berikan jawaban terbaik pula. Jadi, tanpa melafazkan bacaan niat, asalkan sudah berniat di dalam hati, hukumnya diperbolehkan.
Wallahu ta'ala a'lam bishowab, barakallahu fiikum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H