“Mba Astrid punya novel? aku pinjem dong” rengeknya penuh harap.
“Ada. Oke, nanti aku bawakan ya. Di pertemuan selanjutnya. Kamu sms aku, ingatkan aku lagi ya”
“Asik, janji ya?
Belum sempat aku menarik nafas, tiba-tiba Gendis langsung memotong “Mba Astrid, punya novel horor?” tiba-tiba saja aku merasa tatapan tajamnya menekan-ku. Mungkin karena pengaruh kata horor yang baru saja aku dengar.
“Ada. Nanti aku bawakan ya?” Gendis mengangguk, senyumnya bahagia menanti novel horor.
Berharap kemajuan menulis mereka yang lebih pesat, aku memberikan pekerjaan rumah untuk mereka. Tak lupa, aku memberi iming2 hadiah untuk 5 tulisan terbaik. Gendis dan adiknya, Pia (bukan nama sebenarnya) yang baru berusia 7 tahun antusias dengan tugas baru mereka.
“Aku pasti dapet hadiahnya” seru dua anak itu kompak. Aku tak bisa berhenti tersenyum melihat tingkah mereka.
“Eits, bagi yang gak mengerjakan juga ada hukumannya”
“yaaaaaaa….. hukumannya apa Mba?” kali ini mereka asik berkeluh kesah.
“Hukumannya aku serahkan ke Mba Yuli dan Mba Irna ya” Keduanya adalah staff Yayasan Hotline.
Mendengar apa yang kuucapkan, Mba Irna bersorak sorai. Sepertinya dia hendak balas dendam pada adik-adik yang sering menjahilinya.