Mohon tunggu...
Astrid Ayu Septaviani
Astrid Ayu Septaviani Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang Muslim, Seorang Perempuan, Seorang Anak, Seorang Adik, Seorang Karyawan, Seorang Mahasiswa, Seorang Teman, dan Seorang Tante dari 3 pengacau kecil. Seorang Pengagum Maria Eva Duarte ( Evita Peron ) semenjak SMP. Evita buat saya simbol kekuatan.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Terpanah Pesona Maluku Tengah

24 Oktober 2014   22:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:51 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia Timur identik dengan kecantikan alamnya yang luar biasa. Banyak yang bilang, kecantikannya tiada tara. Ketika kakak perempuan saya mengatakan hal yang sama, saya masih tak percaya. Benarkah alam sana secantik itu? Satu-satunya cara untuk mendapatkan jawaban yang pasti adalah dengan membuktikan sendiri.

Sebuah kesempatan untuk membuktikan pun datang. Sudah lebih dari 5 tahun, kakak perempuan saya tinggal di Maluku, dan selama 5 tahun itu pula, kedua ponakan saya bergantian menyelesaikan sekolah dasarnya di Surabaya. Ketika SMP, satu persatu mereka kembali ke kampung halaman ayahnya. Nah, tahun ini saya dapat mandat dari ayah saya untuk mengantar ponakan pulang. Perginya bersama Ibu dan Bude, jadinya berempat dan saya merasa jadi tour leader. Perjalanan udara harus dilalui dengan transit di Makassar. Bandara Makassar yang baru ini lebih bagus dari bandara Juanda di Surabaya. Dari Surabaya ke Makassar memakan waktu 1,5 jam. Makassar ke Ambon kurang lebih juga sama. Sampai di bandara Pattimura Ambon, kakak ipar yang baik hati sudah datang untuk menjemput.

Bandara Pattimura Ambon dari balik jendela pesawat.

Karena kakak saya tinggal di Kota Masohi, jadi ya harus menempuh perjalanan lagi. Setelah perjalanan udara, mari siapkan fisik untuk perjalanan darat dan laut. Komplit bukan? Dari Ambon, kita langsung ke Masohi, gak pake mampir-mampir dulu, soalnya Ibu saya sudah keburu rindu sama si sulung tercinta, padahal si bungsu ini masih ingin eksplor sana-sini dulu hehehe.... Perjalanan darat ditempuh sekitar dua jam. Ini baru perjalanan ke pelabuhannya.... sampai di Pelabuhan, kami menyebrang menggunakan kapal feri. Selain kapal feri, juga bisa menggunakan kapal cepat. Perjalanannya sama-sama kurang lebih 1,5 jam. Bedanya, kalau pakai kapal feri, kita harus menempuh perjalanan darat lagi selama kurang lebih 3 jam. Nah kalau pakai kapal cepat cukup 1 jam perjalanan darat. Tapi….. ada tapinya, kalau naik kapal cepat, mobilnya gak bisa keangkut, kapal cepat khusus mengangkut penumpang tanpa kendaraan. Jadi mau gak mau, kami harus menyebrang dengan menggunakan kapal feri. Pelabuhan antara kapal feri dengan kapal cepat juga beda.  Lebih dekat pelabuhan kapal cepat. Sekitar 20 menit perjalanan mobil.

View dari atas Kapal Feri. Tapi saya lupa nama Pantainya, sempat dikasi tahu kakak ipar, cuma lupa :D

Lamanya penyebrangan sekitar 1,5 jam. Dan seperti yang sudah  saya jelaskan di atas, kami harus melalui perjalanan darat selama 3 jam mengelilingi Pulau Seram. Iya 3 JAM. Jangan takut mati gaya, Pulau Seram ini bagusnya ampun-ampun. Sepanjang pulau ini cuma ada gunung (di sebelah kiri), laut (di sebelah kanan), dan rumah penduduk. Sama sekolah dan warung. Tapi jangan tanya mall ya? mini market semacam al*a m*art sama sekali tak nampak. Ya samalah seperti daerah-daerah terpencil di pulau Jawa, di sini juga banyak anjing, kambing dan sapi yang berkeliaran, menyebrang sesuka hatinya, gak pakai tengok kanan tengok kiri. Mungkin karena Pulau Seram sepi ya? Jadi mereka asyik saja menyeberang :D Jadi yang lewat Pulau Seram cuma truk, mobil kami, sama motor penduduk. Sepi sekali! Sebenarnya ya mending  gitu sih, jadi alamnya bebas polusi kendaraan. Terasa lebih baik bukan? Sampai di Masohi, ini agak mendingan. Daerahnya sepi,  gak ada mall. Adanya pasar Binaya Masohi. Pasar ini menjual semua perlengkapan dasar seperti sayur, buah, makanan, minuman, sepatu, baju, aksesoris, pulsa, aksesoris handphone, dan sekitar itu.

Pasar Binaya Masohi.

Di kanan dan kiri bangunan ini adalah pasar tradisional. Saya sempat 2x diajak Ibu saya ke Pasar ini. Di sini unik. Jadi kalau beli telur bukan berdasarkan kilogram tapi butiran. Tiga butir telur harganya Rp.5000. Kalau mau beli cabai, tomat, tempe juga sudah ditakar dengan ukurannya sendiri-sendiri. Misalnya: cabai itu kita harus beli satu ikat karet/satu piring kecil. Tomat ya sudah sesuai dengan ukurannya. Seperti ini:

Sistem transaksi di Pasar Binaya Masoh

Suasana Pasar Binaya Masohi

Gedung bertingkat lima  sepertinya tidak ada. Mungkin maksimal tingkat 4, itu pun kantor Bupati. Gedung berkaca seperti BRI Tower di Surabaya, absen dari Masohi. Tapi soal pemandangan, jangan ditanya deh…. Bagus pake banget. Dikelilingi gunung dan laut. Malah di pegunungnya ada tulisan Masohi, mirip-mirip Hollywood. Sempat tersiar kabar kalau Masohi akan dijadikan Ibukota, dan Ambon mau dijadikan kota perdagangan. Padahal, Ambon dan Masohi itu seperti bumi dan langit, jauh bedanya, entah butuh berapa lama bagi Masohi untuk bisa menyusul ketertinggalannya dari Ambon. Kembali ke alam Masohi. Masohi ini punya 2 pantai yang terkenal, Pantai Rutah dan Pantai Kuako. Saya sih cuma diajak ke Pantai Kuako, maklum kakak dan kakak ipar saya sibuk kerja, jadi ya nggak ada yang bisa mengantarkan kami lan-jalan. Bisanya  nunggu mereka balik dulu. Itupun cuma bisa wisata kuliner sambil keliling-keliling kota Masohi. Pantai ini jarak tempuhnya sekitar 20 menit dari rumah kakak saya. Karena kita ke sana pas hari biasa, susananya pun sepi, serasa pantai pribadi. Ombaknya jangan ditanya, bulan Juni sampai Agustus memang bulan-bulan ombak besar dan hujan.  Cuma airnya nggak sejernih air di Pantai Natsepa Ambon. Pantai Natsepa ini gila bagusnya!! Ini pantai terbagus yang pernah saya lihat sepanjang hidup saya.

Pantai Kuako, Masohi, Maluku Tengah

Waktu ke sini, kakak saya membawa makanan khas sana. Namanya ikan Asar, itu loh ikan asap. Ikan yang dibeli ikan cakalang. Enak? jangan ditanya, ajib banget pokoknya. Dimakannya pakai ketupat santan  sama sayur acar (campuran rebung tanpa bau kecing, kacang panjang, sama timun. Terus bumbunya bumbu kacang kenari/kacang tanah ditambah kunir, cuka, dan mungkin garam). Wah.... enaknya jangan ditanya deh, saya yang nggak doyan ikan sama sayur saja sampai klepek-klepek….

Ketika ikan cakalang asar, sayur acar dan ketupat santan berkolaborasi di dalam kunyahan.

Selain ke Pantai Kuako, kakak ipar mengajak kami ke daerah atas, tempatnya tulisan Masohi. Wih ampun bagusnya..... View kota Masohi, laut sama gunung jadi satu di depan mata saya. Gak pengen pulang rasanya. Di perbukitan ini ada yang namanya Bukit Sombahyang, sepertinya untuk ibadah umat Kristen, terus nggak jauh dari situ, sekitar 50 meter ada Pura sederhana tapi unik untuk ibadah umat Hindu. Setelah puas menikmati pemandangan, kami keliling kota Masohi. Di beberapa rumah penduduk saat itu dipasang berbagai bendera negara peserta Piala Dunia. Maklum saat itu memang lagi musim Piala Dunia.

View dari atas Bukit Sombahyang

Ponakan saya beraksi di depan Pura

Piala Dunia disambut meriah di sini. Banyak rumah yang pasang bendera negara tim favoritnya. Rata-rata bendera Argentina, Belanda (paling banyak), Brasil, Jerman, sama Spanyol. Negara-negara ini yang paling sering saya lihat.

Tugu Kota Masohi

Karena jarang diajak jalan-jalan, akhirnya saya sering dibelikan makanan khas sana. Hari pertama, saya disuguhi Papeda Bumbu Kuning. Kuahnya segar, tapi saya nggak suka ikannya, jadi saya cuma makan papeda sama kuahnya saja. Nikmat! Dibakarin ikan yang dimakan sama sambal colo-colo. Sudah pernah dengar kan?  campuran irisan bawang merah, tomat (bentuknya lucu, kayak labu tapi kecil), sama irisan cabai. Ditambah minyak, air sama kecap. Rasanya asem-asem pedas manis, segar!! Bisa juga dimakan sama sayuran khas sana, saya lupa namanya. Sayur apa juga saya lupa, tapi enak banget rasanya. Nah, ikan bakar dan kawan-kawannya ini dimakan sama singkong rebus. Singkongnya pas pulen, jadi enak-enak saja hehehehe…… Ada lagi yang enak, namanya Sup Sodara. Isinya daging, kuahnya mirip-mirip kuah Coto Makassar tapi lebih bening. Lebih segar, rasanya juga lebih halus ketimbang Coto Makassar. Hari-hari berikutnya makan nasi kuning khas sana, lebih enak nasi kuning di Jawa sih kalau menurut saya. Makanan kecilnya, kakak saya menyempatkan untuk membuat  kue lontar. Kue ini mirip Pie Susu Bali, cuma bedanya kue lontar ini lebih besar dan jauh lebih tebel, rasanya mirip-mirip kue maksubah Palembang. Saya juga dibelikan kue srikaya, kue lumpur asin, dengan toping abon ikan. Dibelikan juga pisang lumpur (pisang goreng, dibalurin sama gula pasir+bubuk kayu manis, topingnya susu coklat sama keju) mirip-mirip penganan Makassar. Ada juga kue Ashida. Ini semacam dodol. Bahannya dari gandum, gula merah sama bubuk kayu manis.  Rasanya ajaib, dan Ibu saya suka kue ini. Ibu saya juga sempat beli kue lemper bakar isi abon ikan, lemang yang dimakan sama abon ikan, dan molen karamel. Secara umum, saya  suka  sama penganan yang ada. Oh ya, view di depan rumah kakak saya  ini adalah kantor Pertamina dan Laut. Iya LAUT! asik kan? jadi kalau pagi atau sore, saya bisa lihat laut sama gunung berkabut dari teras rumah, ini gambarnya, cukup jalan gak sampai 2 menit, sudah bisa menikmati pemandangan se-ciamik ini.

Dok.Pribadi

Sekarang saya ceritakan perjalanan kembali ke Surabaya. Ini juga penuh perjuangan. Berangkat Sabtu pagi jam 6 waktu sana. Sama seperti perjalanan Ambon-Masohi, perjalanan Masohi-Ambon juga harus mengelilingi Pulau Seram yang cantik itu. Karena berangkatnya pagi banget, maka sudah bisa dipastikan, pemandangannya jauh lebih ciamik. Bisa melihat matahari terbit di balik siluet pegunungan dan tebalnya awan langit Pulau Seram.  Setelah matahari benar-benar bangun dari tidurnya, saya masih  disuguhi dengan kecantikan kabut yang menutup sebagian area pengunungan. Rasanya seperti melihat lukisan China kuno. Pasti pernah liat dong lukisan pemandangan China kuno? kurang lebih seperti itulah yang disajikan oleh Alam Pulau Seram. Setelah menempuh perjalanan darat selama 3 jam, sampailah kami di Pelabuhan, lalu menyeberang menggunakan kapal Feri selama 1,5 jam. Kami memutuskan makan dulu sebelum berkeliling Ambon. Makan di Depot Coto Anda, ada di daerah Amplas (Ambon Plaza). Rasa Coto-nya ciamik. Burasnya apalagi, super gurih. Karena di depan itu pusat oleh-oleh, akhirnya kita cukup menyebrang. Selama Ibu dan Bude belanja oleh-oleh, saya berjalan di sekitar pertokoan, memotret Masjid Agung Ambon yang baru dan beberapa ruas jalan yang view-nya tidak ada di Surabaya. Selesai belanja oleh-oleh, kami diantar kakak ipar ke penginapan. Namanya penginapan Jamilah, langganan keluarga kakak saya kalau ke Ambon.

Masjid Agung Ambon yang baru.

Suasana di sekitar Ambon Plaza

Penginapan Jamilah

Esok paginya, kami diantar kakak ipar  ke bandara. Setelah check-in, bayar airport tax yang cuma 30 ribu/orang, ibu saya dan bude berpencar. Cuci mata! Ibu saya berhasil membawa cincin dan gelang dari besi putih, saya dapat kaos Ambon Manise. Lumayanlah buat kenang-kenangan. Kami kemudian terbang dan transit di Makassar. Setelah menempuh perjalanan udara 1 jam 20 menit, sampailah kami kembali di kota Surabaya. Bila setiap orang tak sabar mendarat hanya untuk bertemu keluarga yang dirindukan, maka saya sungguh tak sabar segera mendarat hanya untuk bertemu kasur di kamar. Bantal dan guling juga pasti sudah sangat merindukan saya :D I’m Home!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun