Mohon tunggu...
Astrid Sekar Ayu
Astrid Sekar Ayu Mohon Tunggu... mahasiswa -

SMA KOLESE LOYOLA SEMARANG - belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

DPR sama dengan Taman Kanak-kanak

23 Februari 2011   08:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:21 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tadi malam, salah satu stasiun televisi swasta menayangkan secara langsung rapat paripurna DPR mengenai hak angket mafia pajak. Sebagai orang awam yang tidak tahu dan tidak mau tahu mengenai apa yang dimaksud dengan hak angket mafia pajak, saya melihat dari sisi lain rapat paripurna tersebut. Saya hanya menonton tayangan tersebut pada bagian akhr rapat paripurna. Dan kesan saya, DPR adalah taman kanak-kanak. Sama seperti anak-anak TK, para anggota DPR susah untuk tertib, bahkan suasana cenderung gaduh tidak karuan. Ketika pimpinan rapat membacakan putusan final mengenai berapa yang setuju dan berapa yang tidak setuju mengenai hak angket mafia pajak, suasana di ruang rapat bukannya tenang dan mendengarkan pimpinan tetapi malah riuh dan tidak tertib. Bahkan beberapa anggota DPR berteriak-teriak menghadap pengeras suara sehingga suaranya terdengar di seantero ruangan. Hal apa yang diteriakannya pun tak jelas. Anggota DPR lain yang mendengar teriakan tidak jelas itu bukannya berusaha untuk tenang atau tidak menanggapinya, tetapi malah membalas dengan teriakan-teriakan tidak jelas lainnya. Dan lucunya pemimpin rapat tidak berusaha menenangkan suasana malah beberapa pimpinan rapat ikut-ikutan bertepuk tangan dan berteriak kegirangan tanpa alasan yang jelas. Di antara teriakan-teriakan tidak jelas bahkan ada yang membawa nama Tuhan. Lucunya, pemimpin utama rapat seperti tidak bisa menenangkan suasana, seperti kehilangan wibawa. Atau memang pemimpin rapat tidak harus dihormati dalam forum tersebut? Entahlah. Tapi yang jelas perilaku wakil rakyat dalam rapat paripurna sama sekali jauh dari kata khidmat atau tertib. Lantas apa bedanya anggota DPR dengan bonek jika ternyata dalam menanggapi keputusan rapat anggota DPR meluapkan rasa kecewa atau senang yang berlebihan? Bagaiman kita bisa percaya terhadap sekelompok orang yang tidak bisa menghormati jalnnya rapat? Tidak adakah kesadaran bahwa mereka merupakan pejabat yang dihormati yang seharusnya berperilaku lebih terpelajar? Seharusnya mereka menghormati rapat paripurna sebagai forum tertinggi dalam DPR dengan menjalankannya dengan tertib dan tenang. Seharusnya mereka mengerti jika ada ketidaksetujuan terhadap suatu pendapat atau hasil rapat, berteriak dan membuat kegaduhan bukanlah solusinya. Sungguh miris melihat orang-orang yang mengesampingkan etika membuat Undang-Undang untuk bangsa ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun