Mohon tunggu...
Astrid R
Astrid R Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Sastra Indonesia di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Dari Wanita hingga Rezim Orde Baru dalam Novel

29 Juni 2024   20:00 Diperbarui: 29 Juni 2024   20:31 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah novel Saman berhenti pada persoalan-persoalan mengenai wanita? Tidak. Jangan lupakan tokoh yang namanya dijadikan sebagai judul novel ini. Saman, seseorang yang melepaskan statusnya sebagai pastor dan berubah menjadi seorang aktivis buron. Apa yang menyebabkan Saman ditetapkan sebagai buronan? Masalah-masalah yang dihadapinya merupakan masalah-masalah yang terjadi di Indonesia ketika novel ini ditulis, bahkan apa yang terjadi pada Saman juga dilatarbelakangi oleh peristiwa yang pernah menimpa penulisnya.

Konflik yang terdapat dalam novel Saman ialah pertentangan antara penduduk Transmigran Sei Kumbang dengan pemerintah yang meributkan soal lahan. Rupanya, kasus tersebut benar-benar terjadi di Indonesia pada rezim Orde Baru. Saat itu, terjadi peristiwa sengketaan tanah yang menyebabkan kericuhan antara masyarakat dengan pemerintah, karena pemerintah berusaha mengubah perkebunan karet masyarakat menjadi perkebunan sawit (Rohman, 2021). Di dalam novel diceritakan bahwa pemerintah meminta kepala-kepala dusun untuk menandatangani perjanjian untuk pengubahan lahan tersebut, dengan janji mendapat bagian bibit sawit. Yang kemudian menjadi masalah terbesar adalah apa yang dilakukan oleh aparat pada dusun yang menolak menyerahkan lahannya, mereka melakukan teror dengan memperkosa wanita, merobohkan dan membakar bangunan sebagai bentuk ancaman.

Saman, yang semula hanya seorang pastor, merelakan statusnya untuk membela penduduk transmigran di Lubukrantau itu. Ia yang membangun desa dibantu oleh penduduk di sana hingga perkebunan karet menjadi satu-satunya yang diandalkan masyarakat di sana untuk melangsungkan kehidupan. Saman juga rela harus keluar gereja sebab pembelaannya pada penduduk transmigrant itu berimbas pada gerejanya. Ia membela mati-matian atas hak masyarakat di Lubukrantau bahkan hingga Ia ditangkap dan disiksa, kemudian kabur dengan status buronan.

Yang terjadi pada Saman merupakan gambaran nyata keadaan di Indonesia pada rezim Order Baru, banyak hal-hal yang membatasi masyarakat dan membuat masyarakat berada di bawah tekanan dan ancaman jika melakukan hal-hal yang di luar kehendak pemerintah. Hal itu dialami oleh Ayu Utami sendiri. Ia kehilangan pekerjaannya karena memperjuangkan kemerdekaan informasi, ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen. Ia dipecat dari kantor pers tempatnya bekerja (Utami, 2018). Apa yang dialaminya itu kemudian disuarakan melalui tokoh Saman yang kemudian mengalami hal yang hampir sama dengannya. Ayu Utami juga ingin pembaca tahu bahwa kemerdakaan yang kita dapat hari ini bukan ada dari sananya. Kemerdekaan yang hari ini kita nikmati, atau barangkali malah mulai kita benci, dulu diperjuangkan oleh orang-orang yang rela dianiaya. Seperti Saman (Utami, 2018).

Setelah membaca novel Saman, penulis akhirnya dapat mengetahui alasan mengapa novel ini berhak mendapat penghargaan. Kisah yang sedikit banyak dilatarbelakangi oleh pengalaman yang terjadi pada Ayu Utami itu sendiri membuka pengetahuan dan pikiran pembaca terhadap hal-hal yang Ia perjuangkan. Keberaniannya menyuarakan apa yang semestinya didapat oleh perempuan, oleh masyarakat secara adil mengawali tulisan-tulisan lain yang juga mulai menunjukkan keberanian dalam persoalan yang sama. Yang perlu dicatat dari novel Saman ialah virginitas menjadi sesuatu yang bersifat pribadi di bawah otoritas perempuan, milik perempuan dan tidak dipersembahkan kepada siapapun (Sudiati, 2016: hlm. 34). Perempuan lebih berharga dari sekedar porselen, mereka memiliki akal dan perasaan tidak seperti barang. Selain itu, kemerdekaan didapatkan bagi mereka yang berani berjuang. Baik perempuan maupun laki-laki memiliki hak dan kedudukan yang setara, keduanya boleh berjuang, keduanya boleh bersuara, tatap keduanya sebagai sesama manusia yang patut dihargai. Begitupun antara pemerintah dengan masyarakat, keduanya manusia, keduanya saling membutuhkan, tidak dibenarkan adanya penindasan satu sama lain dan perlakuan yang tidak menyenangkan bagi mereka yang tidak bersalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun