Udang selalu memerah saat dimasak, baik itu dengan cara digoreng, ditumis, maupun direbus.
Dalam keadaan hidup udang--yang termasuk krustasea--berwarna kehitaman, kebiruan atau abu-abu semi transparan. Warna ini berguna untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga dapat mengelabui predator. Krustasea adalah kelompok hewan yang memiliki cangkang atau kulit keras yang disebut eksoskeleton. Kulit keras udang disebut juga karapas.
Karotenoid merah, astaksantin, terbukti menjadi pigmen utama dalam karapas dan organ dalam spesies krustasea. Â Saat udang masih hidup atau mentah, astaksantin ini dilindungi oleh protein bernama krustasianin. Jika udang digoreng dalam minyak panas atau direbus dalam air mendidih, protein krustasianin akan rusak dan lepaslah astaksantin. Karena itu udang yang dimasak berubah warna.
Secara khusus, warna tubuh krustasea tergantung pada keberadaan kualitatif dan kuantitatif karotenoid dalam kromofor hipodermal (lapisan kulit terdalam) dan lapisan berpigmen dari epidermal (lapisan luar tipis ) eksoskeleton.
Bagaimana jika udang yang dimasak tidak berubah memerah dan tetap berwarna seperti saat mentahnya?
Udang, seperti hewan air lainnya, mengandung air, protein dan lemak dalam kadar tinggi. Hal ini menjadikan udang sebagai media yang sangat baik bagi pertumbuhan bakteri pembusuk dan mikroorganisme lain. Jika tidak diolah terlebih dulu atau disimpan dengan cermat, udang akan membusuk dengan mudah dan cepat.
Udang juga adalah komoditas pangan yang sangat digemari masyarakat. Permintaan yang tinggi menjadikan harga udang kompetitif di pasaran. Udang tawar diternakkan di tambak-tambak di kolam, empang, hingga bendungan. Udang laut ditangkap oleh kapal-kapal besar.Â
Nilai pasar udang didominasi oleh daya tarik visual dari warna tubuhnya. Penampilan produk dan implikasi kualitas yang dihasilkan memainkan peran penting dalam mempertahankan penerimaan oleh konsumen. Agar kondisi udang ini tetap baik, digunakanlah bahan tambahan pangan (BTP) pengawet dan penstabil.
Ada dua jenis BTP yaitu BTP alami dan sintetis. Untuk pengawet, yang umum dipakai adalah garam, karena harganya yang murah dan tersedia dalam jumlah berlimpah. Ada juga pengawet sintetis yang biasa dipakai untuk makanan laut beku yaitu garam kalium/natrium bisulfit. BTP lain yang umum digunakan untuk udang adalah penstabil natrium tripolifosfat, yang berfungsi untuk menjaga tekstur.
Garam kalium/natrium bisulfit mencegah terjadinya melanosis atau bintik hitam, yaitu proses menghitamnya kepala dan kulit udang setelah udang dipanen dan terpapar oksigen. Sebenarnya melanosis ini tidak mengubah rasa, hanya memengaruhi penampilan saja yaitu udang menjadi tampak kurang segar. Melanosis pada udang hampir mirip dengan proses pencokelatan pada apel yang sudah dikupas dan dibiarkan di udara terbuka.
Perubahan tekstur pada otot udang beku yang kemudian dilunakkan (defrosted) merupakah hal negatif pada nilai ekonomis udang. Penambahan penstabil natrium tripolifosfat kepada udang meningkatkan kemampuan udang untuk menahan air, mempertahankan tekstur, menstabilkan warna dan mengurangi penyusutan daging udang saat dimasak (susut masak).Â
Susut masak total yang terjadi selama pemasakan daging meliputi kehilangan yang dikenal sebagai drippings (saripati dan lemak yang tertinggal di wajan) dan kehilangan volatil. Bagian terbesar dari kehilangan volatil adalah dari penguapan air. Penstabil natrium tripolifosfat mempertahankan tekstur udang dengan meningkatkan kemampuan udang dalam mencegah air menguap.Â
BTP garam kalium/natrium bisulfit ditambahkan kepada udang berkulit, sementara natrium tripolifosfat ditambahkan kepada udang kupas. Kedua BTP sintetis ini diizinkan penggunaannya oleh BPOM dalam kadar yang tidak melebihi batas.Â
Acceptable Daily Intake atau asupan harian yang dapat diterima dari kalium/natrium bisulfit adalah 0--0,7 mg/kg berat badan dan batas maksimumnya adalah 200 mg/kg dihitung sebagai residu SO2 (tidak termasuk yang dikalengkan). Untuk natrium tripolifosfat, jumlah yang diizinkan terdapat pada pangan dalam jumlah secukupnya yang diperlukan untuk menghasilkan efek yang diinginkan.
Sayangnya, udang beku yang ditambahkan BTP penstabil natrium tripolifosfat memengaruhi rasa udang. Peningkatan kemampuan udang untuk menahan air membuat udang kehilangan cita rasa gurih manis alaminya. Penstabil ini juga membuat udang tetap membal, kenyal seperti karet, dan warnanya tetap kelabu transparan bahkan setelah dimasak.
Menjalankan proses thawing, yaitu mengalirkan air dingin pada uang beku yang telah ditambahkan penstabil natrium tripolifosfat hingga tidak beku lagi, juga tidak membuat udang tersebut memerah seperti alaminya udang saat dimasak.Â
Udang yang justru tampak baik-baik saja saat mentahnya, jadi tampak aneh setelah dimasak, karena tidak menunjukkan tanda-tanda matang bahkan setelah dibiarkan beberapa lama di dalam air mendidih.
BTP juga merupakan alergen bagi sebagian masyarakat, sehingga bagi golongan ini, Â konsumsi bahan pangan laut beku yang mengandung BTP sebaiknya tidak dilakukan. Penggunaan BTP yang berlebihan pada produk pangan yang kemudian dikonsumsi secara terus menerus oleh manusia, juga dapat memberikan efek negatif pada kesehatan ginjal.
BTP seharusnya mempertahankan kualitas bahan pangan laut hingga ke tangan konsumen, tetapi pada akhirnya, solusi terbaik untuk mendapatkan cita rasa dan tampilan terbaik adalah dengan menggunakan produk segar.Â
Jikapun kita harus menggunakan produk beku, sebaiknya pastikan bahwa produk yang akan digunakan telah terdaftar di BPOM dan tidak menggunakan Bahan Tambahan Pangan. Pastikan produk beku dicuci dengan baik di bawah air mengalir untuk menghilangkan segala pengotor yang mungkin masih menempel pada produk, meski secara tampilan produk tampak bersih.
Wallahu a'lam bishawab.Â
Sumber referensi:
https://www.brineshrimpdirect.com/about-us/articles/astaxanthin-in-shrimp-culturing/
http://dishanpan.jatengprov.go.id/files/89595838BTPDANRESIDUPESTISIDA.pdf
https://www.myfoodresearch.com/uploads/8/4/8/5/84855864/_9__fr-2018-114.r1_nor_salasiah_5.pdf
https://www.nytimes.com/2019/10/15/dining/shrimp-additives.html
http://poltekkp-bitung.ac.id/batampung/file/17-21_mikroorganisme.pdf
https://standarpangan.pom.go.id/dokumen/peraturan/2019/PerBPOM_No_11_Tahun_2019_tentang_BTP.pdf
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H