Tunjangan Kinerja (Tukin) pegawai pajak besar sekali, kok guru, honorer, ASN lain tidak bisa punya tukin seperti orang pajak?!
Ya, saya tidak menyangkal bahwa bisa dibilang tukin PNS Pajak memang di atas rata-rata PNS lainnya. Namun, jika memperhatikan struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pajak merupakan sumber pendapatan utama dari negara. Target Pajak dalam APBN 2023 adalah Rp 1.718,0 triliun (70%) dari total pendapatan negara (sumber: Informasi APBN Tahun Anggaran 2023, lihat gambar). Artinya, pegawai pajak harus berusaha memenuhi target tersebut, agar negara tidak "pincang" dalam menjalankan pemerintahannya.
Target tersebut kemudian dibebankan kepada 45.382 pegawai DJP di seluruh Indonesia (sumber: Laporan Tahunan DJP Tahun 2021, Tabel Komposisi Pegawai DJP 2021). Tidak semua pegawai DJP juga mengemban tugas untuk melakukan penggalian potensi perpajakan. Ada bagian-bagian tertentu yang bersifat supporting dan ada pula yang melakukan tugas inti, yaitu mengumpulkan penerimaan pajak. Tugas dan fungsi DJP juga telah dijelaskan dalam PMK-118/PMK.01/2021 (Unit Kantor Pusat DJP) dan PMK-184/PMK.01/2020 (Unit Vertikal DJP -- Kantor Wilayah, Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP).
Dari ketentuan tersebut, diketahui bahwa fungsi  inti DJP berupa pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, serta pengamatan potensi pajak, terletak pada seksi pengawasan dengan 10.866 Account Representative yang tersebar di unit vertikal KPP dan KP2KP. Dalam mengumpulkan target pajak, peranan inti tersebut dibantu secara langsung oleh 810 Jurusita Pajak dan 6.387 Fungsional Pemeriksa Pajak. Dapat dikatakan dari total sekitar 46 ribu pegawai DJP, yang menjalankan fungsi inti perpajakan adalan 18 ribu pegawai atau 39,8% dari total pegawai.
Selanjutnya, data Badan Pusat Statistik 2022 menyatakan bahwa jumlah penduduk di Indonesia adalah 275 juta jiwa, dengan usia produktif antara 15-64 tahun sebanyak 205 juta jiwa. Jika, kita asumsikan 20% dari 205 juta jiwa atau sekitar 41 juta jiwa merupakan orang-orang yang memiliki penghasilan dan berkewajiban untuk membayar pajak, artinya dapat dikatakan 1 orang Account Representative harus mengawasi sekitar 4.100 Wajib Pajak-nya agar melakukan pembayaran dan pelaporan pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Selain dari sisi beban kerja pegawai DJP untuk mengawasi ribuan orang, kita juga bisa meninjau dari aspek pembebanan target pajak dalam rangka menopang penerimaan negara. Bayangkan, Rp 1.718 T dibebankan kepada 10 ribu pegawai yang mengemban tugas inti. Maka, setiap Account Representative setidaknya harus dapat mengumpulkan minimal 158 miliar rupiah. Namun, perlu diingat pula Indonesia adalah negara kepulauan. Sentra bisnis Indonesia terpusat hanya di pulau Jawa. Pembebanan target setiap Account Representative akan berbeda pula.
Hasil kerja pegawai DJP tersebut akan disatukan dengan sumber penerimaan negara lainnya dan kemudian digunakan untuk belanja pemerintah pusat (lihat gambar untuk proporsi menurut fungsi), yang terdiri dari belanja kementerian/lembaga dibebankan Rp 1.000,8 triliun; anggaran kesehatan Rp 178,7 triliun; anggaran perlindungan sosial Rp 476,0 triliun; anggaran pendidikan Rp 612,2 triliun; anggaran infrastruktur Rp 392,0 triliun; anggaran ketahanan pangan Rp 104,2 triliun; anggaran subsidi Rp 298,5 triliun; dan transfer dana ke daerah Rp 814,7 triliun.
Dari penjelasan dan gambar di atas, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sendiri sebenarnya hanya mendapatkan anggaran Rp 45,2 triliun saja (nomor urut 7 dari 10 K/L dengan pagu terbesar) atau setengahnya dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknlogi (Kemendikbudristek).
Dengan beban kerja seperti di atas menurut saya, wajar saja tukin yang mereka terima dapat dikatakan di atas rata-rata. Toh, jika kalian tahu, sebenarnya total gaji dan tukin pegawai Pajak tidak berbeda jauh bahkan sama atau bahkan terkadang masih dibawah pegawai BUMN terkemuka di Indonesia serta beberapa perusahaan swasta di Indonesia.
Saya tidak mengerti, mengapa isu terkait DJP seringkali "digoreng" dan sangat dinikmati masyarakat yang sebenarnya secara tidak langsung merasakan manfaat pajak. Ditambah lagi, salah satu orang yang saya idolakan membuat postingan di Instagram (lihat gambar) Â yang berisi potongan salah satu lampiran dalam Peraturan Presiden Nomor 37 Tahun 2015 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan DJP.
Tukin yang terlihat fantastis bukan, namun pasti banyak dari orang-orang yang melihat postingan tersebut, tidak melihat langsung dari sumbernya. Hal ini menimbulkan mispersepsi masyarakat awam dan menganggap tukin pegawai pajak paling rendah adalah Rp 25 juta. Padahal, jika dilihat langsung dari sumber dan ketentuan yang mengikat di dalamnya perpres tersebut, tukin pegawai pajak paling rendah berada di posisi Rp 5 juta rupiah. Pegawai pajak tersebut juga, dapat menerima tukin secara utuh jika memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditentukan dalam ketentuan tersebut, seperti penilaian individu, penilaian kantor, dan penilaian dari aspek lainnya. Selain itu, untuk naik ke setiap peringkat jabatan, pegawai pajak harus melalui ujian kenaikan peringkat setiap dua tahun sekali. Kalau tidak lulus, maka mereka akan tetap di peringkat yang sama.
Selain itu, jabatan seseorang juga diperhitungkan dalam kenaikan peringkat jabatan. Tidak sembarang pegawai pajak secara "urut jagung" dapat naik ke peringkat jabatan tersebut. Jika jabatan yang ditempati saat ini tidak termasuk dalam kriteria peringkat jabatan di atasnya, maka ia akan "mentok" pada peringkat jabatan tertentu alias "tukinnya ya segitu-segitu aja". Jadi, istilahnya pegawai DJP akan "mentok" pada peringkat jabatan tertentu sesuai dengan jabatan, pendidikan, dan faktor lainnya yang mempengaruhi sesuai ketentuan perpres tersebut.
Postingan yang di-upload oleh salah satu tokoh idola saya di atas, merupakan tukin untuk peringkat jabatan yang dapat diterima oleh pejabat Eselon IV hingga Eselon I. Dari komposisi pegawai DJP sekitar 45 ribu orang, pada tahun 2021 hanya 5.116 pegawai pajak (4 orang Eselon I, 47 orang Eselon II, 614 orang Eselon III, dan 4.451 orang Eselon IV) yang berada pada range peringkat tersebut (bahkan ada yang lebih rendah, yaitu di peringkat jabatan 14 dan peringkat jabatan 15). Menurut, saya wajar mereka mendapatkan tukin besar, karena dalam suatu huge organization mereka berada di posisi manajemen atas dengan fungsi strategis dan manajerial yang harus mereka emban.
Tidak terbayangkan, jika pegawai DJP tidak bekerja sebagaimana dengan mestinya atau bahkan melakukan "mogok kerja". Berapa banyak ASN yang tidak digaji? Berapa banyak masyarakat yang tidak mendapatkan perlindungan sosial atau bahkan pelayanan kesehatan dengan cuma-cuma? Berapa banyak pembangunan infrastruktur yang dihentikan? Berapa banyak Indonesia akan mengambil pinjaman dari luar negeri?.
Maka dari itu, berhentilah membuat tanggapan-tanggapan negatif berlebihan. Pegawai pajak juga sama halnya dengan pekerja biasa. Mereka tidak ada bedanya dengan pegawai lainnya di kementerian lain atau di perusahaan swasta. Toh, mereka bekerja untuk negara juga masyarakat. Jangan hanya karena satu orang oknum, hujatan diterima oleh seluruh pegawai pajak yang memang benar-benar ingin mengabdi pada negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H