Selalu saja ada sejarah yang tersisa dari masa ke masa yang bisa kita bingkai menjadi sebuah cerita Wonderful Indonesia bagi anak cucu kita hingga akhir masa.
Sudah lewat tengah hari ketika aku sampai di Pulau Punjung, Ibu kota Kabupaten Dharmasraya Propinsi Sumatera Barat. Perjalanan dari Jakarta ke Padang aku tempuh selama hampir 2 jam dengan pesawat. Dri Bandara Minangkabau Padang, perjalanan dilanjutkan dengan travel menuju Dharmasraya. Petualangan melewati jalan lintas Sumatera yang berliku pun berlangsung selama kurang lebih 3 jam. Hingga akhirnya sampailah aku di sebuah penginapan sederhana di Pulau Punjung.
Dharmasraya dahulu merupakan pusat kerajaan Melayu Dharmasraya. Di Kabupaten ini terdapat situs bersejarah Padang Roco dan kompleks bekas kerajaan Melayu Islam Siguntur. Di sini, aku akan menjelajah keduanya dengan melewati Sungai Batanghari.
![14159399891113249370](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14159399891113249370.jpg?t=o&v=300?t=o&v=770)
Dengan mengendarai sepeda motor dan ditemani Kepala Sekolah Luar Biasa Negeri Pulau Punjung, perjalanan pun dimulai. Kami menuju Simpang Sikabau dan berbelok ke arah kanan. Setelah melewati jalanan mulus yang diwarnai dengan tikungan dan hutan sawit, sampailah kami di kompleks kerajaan islam Siguntur.
Di sini ada masjid Tua Siguntur yang usianya sudah lebih dari 100 tahun. MAsjid ini masih berdiri kokoh seperti bentuk aslinya. Dengan atap dari seng yang terdiri dari 3 tumpang dan disangga oleh 12 tiang kayu. Menurut penduduk setempat lantai masji Tua Siguntur dulunya adalah kayu tapi sekarang sudah di semen seiring dnegan kemajuan jamannya.
![1415962745737596441](https://assets.kompasiana.com/statics/files/1415962745737596441.jpg?t=o&v=300?t=o&v=770)
![1415962901898528135](https://assets.kompasiana.com/statics/files/1415962901898528135.jpg?t=o&v=300?t=o&v=770)
Di dekat masjid Siguntur terdapat makam raja-raja Siguntur. Di depan makam ini terdapat sebuah rumah gadang yang tertutup. Inilah rumah gadang Siguntur. Rumah gadang ini tidak ditempati, namun jika kita ingin masuk dan melihat ke dalamnya, kita bisa meminta ijin pada penjaga yang tinggal di rumah yang berada di sebelah rumah gadang ini.
![1415962804540508456](https://assets.kompasiana.com/statics/files/1415962804540508456.jpg?t=o&v=300?t=o&v=770)
Di belakang masjid Tua Siguntur ini merupakan sungai Batanghari. Sebuah sungai yang lebar yang mengingatkan kita pada kejayaan Melayu jaman dulu. Di sungai Batanghari inilah dahulu berlayar kapal-kapal besar yang meramaikan perdagangan Melayu.
![14159642481617827815](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14159642481617827815.jpg?t=o&v=300?t=o&v=770)
Perjalananku dilanjutkan menuju sungai Batanghari. Di sana sudah menunggu perahu Ponton yang akan membawa kita menuju ke seberang sungai. Di seberang sungai itulah terdapat kompleks candi Padang Roco yang merupakan Candi tertua di Sumatra Barat. Di Padang roco ini juga dahulu pernah ditemukan Arca Bhairawa yang kini tersimpan di Museum Nasional. Arca Bhairawa sendiri diperkirakan merupakan perwujudan raja Adityawarman yang merupakan Raja Melayu Dharmasraya.
![1415964295681507381](https://assets.kompasiana.com/statics/files/1415964295681507381.jpg?t=o&v=300?t=o&v=770)
Di dalam kompleks candi Padang roco ini terdapat 3 candi yang berbeda ukurannya. Ketiga candi yang berada di bawah hutan karet ini dikelilingi oleh pagar besi. Ironisnya, keberadaan candi ini memang tidak banyak diketahui oleh warga Dharmasraya sendiri. Padahal Candi Padang roco merupakan salah satu saksi sejarah yang bisa memberikan banyak pelajaran bagi kemajuan bangsa Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI