Mohon tunggu...
Astrid Monica Hartono
Astrid Monica Hartono Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Surabaya

Suka sekali menulis cerita fiksi tetapi untuk saat ini sedang belajar lebih dalam tentang menulis artikel dan berita yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Cerita Rakyat "Roro Jonggrang", Melawan Toxic Femininity Terhadap Perempuan Sebagai Objektifikasi

7 April 2024   19:47 Diperbarui: 7 April 2024   20:07 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Begitu Roro Jonggrang mengetahui bahwa seribu candi tersebut hampir selesai dalam kurun waktu satu malam, ia dengan cepat mencetuskan ide untuk menggagalkan pembangunan candi tersebut. Ia membangunkan dayang-dayang di Desa Prambanan dan menghendaki mereka untuk segera menyalakan obor serta membakar jerami. Ayam pun berkokok, suasana menjadi terang benderang dalam sekejab. Para roh halus yang diandalkan oleh Bandung Bondowoso dalam proses pembangunan seribu candi tersebut meninggalkan pekerjaan mereka yang belum sepenuhnya usai. Akibatnya, Bandung Bondowoso merasa geram dan dengan kesaktiannya, ia mengutuk Roro Jonggrang menjadi batu arca untuk melengkapi satu kurangnya candi yang terakhir. Keputusan yang diambil Roro Jonggrang, termasuk transformasinya menjadi batu menunjukkan adanya pendirian yang tegas dan tidak mampu dipengaruhi oleh berbagai bentuk legistimasi laki-laki manapun. 

Dengan dikutuk menjadi batu, tentu saja menjadi akhir perjuangan Roro Jonggrang yang tidak ingin bersentuhan dengan berbagai bentuk kekerasan, dominasi dan penindasan oleh laki-laki (Mustofa, 2011).  Kisah 'Roro Jonggrang' secara harfiah membuktikan bahwa toxic femininity dapat dilawan oleh kaum perempuan demi memperjuangkan martabat dan harga diri, bahkan stigma 'perempuan lemah' dapat dipatahkan dengan melakukan perlawanan yang didasari oleh keberanian. Meskipun pada akhirnya perjuangan ini akan berujung kekalahan maupun kematian, namun hal ini menjadi wujud resistensi paling esensial untuk menolak diobjektifikasi (Mustofa, 2011).

Daftar Pustaka

Amala, B. M., & Ekasiswanto, R. (2022). Objektivikasi Perempuan dalam Lima Cerita Rakyat Indonesia: Analisis Kritik Sastra Feminis. SEMIOTIKA: Jurnal Ilmu Sastra dan Linguistik, 14(2), 139-154.

Amri, S. H. (2021). Analisis Gender dalam Cerita Rakyat (Kajian Semiotika Roland Barthes): Gender Analysis in Folklore (The Semiotic Study of Roland Barthes). Kibas Cenderawasih, 18(1), 100-113.

Habibullah, H., Aditya, D. K., & Supriadi, O. A. (2021). Perancangan Media Kreatif Pembelajaran Dan Pengenalan Mengenai Ragam Identitas Gender Dan Ekspresi Gender Dengan Memanfaatkan Media Boneka Kertas Bagi Remaja. eProceedings of Art & Design, 8(3).

Juansah, D. E., Mawadah, A. H., & Devi, A. A. K. (2021). Rekonstruksi Cerita Rakyat Pulau Jawa Berdasarkan Perspektif Kesetaraan Gender. JP-BSI (Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia), 6(1), 39-44.

Mustofa, A. (2011). Sayembara Sebagai Bentuk Resistensi Perempuan dalam Menolak Hegemoni Laki-Laki dalam Cerita Rakyat Roro Jonggrang, Roro Mendut, dan Sangkuriang. Atavisme, 14(2), 182-193.

Nasution, L. A., & Sahira, N. (2021). Studi Semiotik Feminisme Tentang Film Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak. Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi Communique, 4(1), 14-27.

Wahyuningtyas, S., & Hartati, U. (2023). Dimensi Gender dalam Cerita Rakyat Roro Jonggrang dan Roro Mendut. In Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (Vol. 2, No. 1, pp. 66-72).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun