Mohon tunggu...
Astrid Monica Hartono
Astrid Monica Hartono Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Surabaya

Suka sekali menulis cerita fiksi tetapi untuk saat ini sedang belajar lebih dalam tentang menulis artikel dan berita yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Cerita Rakyat "Roro Jonggrang", Melawan Toxic Femininity Terhadap Perempuan Sebagai Objektifikasi

7 April 2024   19:47 Diperbarui: 7 April 2024   20:07 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam unsur penokohan, cerita rakyat selalu tidak lepas menghadirkan tokoh laki-laki dan perempuan dengan ragam karakter yang berbeda. Tokoh-tokoh yang terlibat inilah yang akan menghantarkan para pembaca maupun audiens untuk mengenal bagaimana alur sebuah cerita rakyat, termasuk juga dalam mengemban nilai-nilai moral yang ingin disampaikan kepada para pembaca maupun audiens (Wahyuningtyas & Hartati, 2023). Namun, tanpa disadari oleh seluruh pihak, isu ketimpangan gender yang melemahkan kedudukan perempuan justru turut diperlihatkan dengan adanya peran pasif tokoh perempuan yang dipengaruhi dan/atau dikendalikan oleh tokoh laki-laki.

Sebagian besar cerita rakyat Indonesia yang dikenal oleh masyarakat selama ini mengandung konsep hegemoni yang menampilkan peran dominasi laki-laki terhadap perempuan, di mana laki-laki selalu dideskripsikan sebagai pemegang otoritas (the authority) dan perempuan berada di bawah otoritas laki-laki tersebut (Amri, 2021). Hal ini sesuai dengan ideologi patriarkat yang meyakini bahwa laki-laki menempati kedudukan sebagai subjek yang bersifat sentral, sedangkan perempuan menempati kedudukan sebagai objek yang bersifat marjinal (Amala & Ekasiswanto, 2022).

Dalam cerita rakyat, objektifikasi terhadap perempuan dapat diketahui melalui penggunaan kaidah bahasa dan pengalokasian posisi perempuan dalam sebuah narasi. Salah satu contoh penggunaan kaidah bahasa untuk mengidentifikasi unsur objektifikasi terhadap perempuan yaitu adanya penggunaan awalan di- pada suatu kata kerja yang berpretensi mengubah subjek menjadi objek dalam sebuah tatanan kalimat. Penggunaan awalan di- tersebut memperlihatkan adanya peran pasif tokoh perempuan sebagai objek yang dibatasi oleh kekuasaan laki-laki sebagai subjek. Selain itu, dari segi pengalokasian posisi perempuan dalam sebuah narasi dapat diidentifikasi pula melalui pemberian karakter atau watak yang melekat pada diri tokoh perempuan yang diobjektifikasi (Amala & Ekasiswanto, 2022).

Objektifikasi terhadap perempuan ini secara sederhana dapat dipahami penggambarannya melalui cerita rakyat ‘Putri yang Berubah Menjadi Ular’ dari Sumatera Utara. Cerita rakyat tersebut sangat familiar memperlihatkan kecantikan paras seorang putri keturunan Raja Simalungun dan para pemuda bangsawan yang berniat untuk mempersunting sang putri. Pengalokasian posisi tokoh putri dalam cerita ini terlihat secara eksplisit dari penggunaan awalan me- pada tindakan aktif yang dilakukan oleh Raja Muda selaku tokoh laki-laki pemegang otoritas.

“Baiklah kalau begitu, siapkan keperluan untuk meminang putri itu.” (Amala & Ekasiswanto, 2022).

"… Raja Muda akan berangkat dari kerajaannya untuk menikah dan menjemput putri.” (Amala & Ekasiswanto, 2022).

Kilas Balik Cerita Rakyat 'Roro Jonggrang' Melawan Toxic Femininity

Kisah 'Roro Jonggrang' menjadi cukup fenomenal di kalangan masyarakat Jawa Tengah, lantaran sejarahnya menjadi latar belakang dari eksistensi Candi Sewu atau Candi Seribu yang terletak di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kala itu, di sebuah kerajaan berlokasi di Desa Prambanan hiduplah seorang putri yang cantik jelita bernama Roro Jonggrang. Ayahnya, Prabu Saka, dikabarkan telah tewas terbunuh oleh seorang sakti bernama Bandung Bondowoso di medan perang. Usai menyatakan kemenangannya, Bandung Bondowoso berniat untuk menguasai Istana Prambanan dan seluruh isinya. Namun di saat itulah ia mengetahui bahwa Prabu Saka memiliki seorang putri yang sangat cantik dan ia berniat untuk meminang Roro Jonggrang.

Sebelumnya, telah disinggung bahwa toxic femininity selalu memperlihatkan stigma umum bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah dan tidak berdaya karena mereka tidak mampu melaksanakan tuntutan sosial. Kendati demikian, di luar konteks tuntutan sosial, stigma ‘perempuan lemah’ tersebut ternyata melekat dalam citra diri seorang perempuan, sehingga hal tersebut secara tidak langsung mempersilahkan masuknya pengaruh dominasi laki-laki terhadap perempuan, salah satunya adalah unsur objektivikasi terhadap perempuan. Namun, hadirnya kisah ‘Roro Jonggrang’ justru menampilkan perspektif baru bahwa perempuan tidak selamanya berada di bawah legistimasi maupun indoktrinasi kekuasaan laki-laki (Mustofa, 2011).

Dalam lubuk hati terdalam, sebenarnya Roro Jonggrang enggan untuk menerima lamaran dari Bandung Bondowoso, mengingat bahwa ayahnya telah gugur di tangan laki-laki itu. Akhirnya, setelah melakukan beberapa pertimbangan, Roro Jonggrang memutuskan untuk menolak lamaran itu secara halus dengan mengajukan sebuah persyaratan sebagai mahar yang amat berat bagi Bandung Bondowoso, yaitu permintaan untuk mendirikan seribu candi dan dua sumur dengan kedalaman yang cukup dalam. 

Melalui adanya penolakan tersebut telah menunjukkan bahwa Roro Jonggrang adalah sosok perempuan yang berani menghadapi karakter Bandung Bondowoso yang tamak dan serakah. Ia berani melakukan hal tersebut demi menjaga martabat dan memperjuangkan haknya sebagai seorang perempuan yang diobjektifikasi atas dasar urgensi tradisi dan politik. Sedangkan persyaratan yang dibuatnya merupakan wujud perlawanan Roro Jonggrang sebagai pihak yang dirugikan, baik dari segi politis, psikologis, maupun gender (Mustofa, 2011).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun