Mohon tunggu...
Astri amalia
Astri amalia Mohon Tunggu... Dokter - umur 18 tahun

saya tinggal di Cilegon

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Isu Kedokteran: Diet Keto

19 Agustus 2019   20:11 Diperbarui: 19 Agustus 2019   21:14 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

TUGAS PSAF
ISU KEDOKTERAN
PENERAPAN DIET KETO

Diet keto adalah diet yang mengacu pada pola makan dimana makanan tersebut terkandung kadar lemak yang tinggi, kadar protein yang sedang dan kadar karbohidrat yang sangat rendah. 

USDA atau United States Department of Agriculutural merekomendasikan diet yang meliputi pemecahan makronutrien berupa 10 hingga 35 persen protein, 45 hingga 65 persen karbohidrat, dan 20 hingga 35 persen lemak. 

Akibat pola makan seperti ini, tubuh kita bergantung pada kadar lemak yang ada karena sumber utama atau dasar proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh adalah lemak.[1]

Pro kontra masalah sehat atau tidak sehatnya diet keto hingga saat kini masih menjadi bahan untuk diperdebatkan. Beberapa orang mengklaim bahwa diet keto ini efektif dan ampuh untuk menurunkan berat badan mereka, sementara lainnya menyebutkan bahwa ada beberapa penyakit berbahaya yang dapat timbul jika kita melakukan diet keto. 

Sebagaimana diketahui bahwa diet keto menerapkan kita untuk memiliki pola makan yang rendah karbohidrat dan tinggi lemak. Diet ini menyarankan pengikutnya untuk mengonsumsi dan memakan lemak sebanyak 60 hingga 70 persen dari keseluruhan kebutuhan nutrisi dalam sehari.[2]

Penelitian yang diterbitkan dalam suatu Journal of Physiology menyebutkan bahwa diet keto dapat memicu peningkatan risiko penyakit diabetes tipe 2. Pasalnya, diet ini dapat menghambat tubuh dalam mengontrol gula darah dalam tubuh, serta memicu resistensi insulin. 

Penulis studi, Christian Wolfrum, mengatakan bahwa jika hati tidak mampu merespons kadar atau persentase normal insulin untuk mengontrol jumlah gula darah, risiko diabetes akan semakin meningkat.[2]

Terdapat beberapa dampak negatif yang telah dirasakan oleh orang yang menerapkan diet keto. Misalnya mereka merasakan apa yang disebut dengan "keto flu" secara kolektif termasuk pusing, sakit kepala, kelelahan, konstipasi, keram otot, halitosis atau bau nafas yang tidak sedap, dan kesulitan untuk berkonsentrasi dalam beberapa minggu pertama setelah menjalani diet keto ini. 

Dalam beberapa minggu pertama setelah menjalani diet keto, efek ini biasanya dirasakan lebih buruk jika dibandingkan dengan minggu selanjutnya. Hal itu dikarenakan tubuh perlu penyesuaian dengan keadaan keton dalam tubuh. Jadi mungkin ini alasan beberapa individu mengapa setiap individu mengalami kesulitan mengikuti diet.[3]

Namun, berbeda dengan yang dipaparkan diatas, manfaat yang dapat kita rasakan jika kita menerapkan program diet keto yaitu diet keto efektif dalam mengobati diabetes tipe 2. 

Telah diuji secara klinis bahwa diet keto dapat menurunkan kadar glukosa meskipun belum dijelaskan secara spesifik apakah penurunan kadar glukosa tersebut disebabkan oleh komposisi spesifik dari diet ketogenik atau disebabkan karena penurunan berat badan. B

eberapa studi terkait diet keto telah menemukan bahwa jika dibandingkan dengan melakukan diet rendah lemak, diet keto ini efektif dalam menurunkan berat badan dalam jangka pendek. 

Selain itu, karena kondisi tubuh dalam keadaan kelaparan, pasien yang mengalami epilepsi telah terbukti berkurang lebih dari setengah pengidap epilepsi.[1,3]

Di Indonesia, pola-pola diet keto ini juga telah mendapatkan penolakan. Beberapa waktu lalu, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa ia tidak merekomendasikan masyarakat untuk melakukan diet ini. Alasannya, diet keto ini tidak bisa menerapkan gizi seimbang.4"

Secara gizi, kami sudah bicara dengan beberapa pakar gizi bahwa keto itu tidak boleh dibuat gaya hidup. Jadi, paling hanya dalam kurun waktu tertentu saka, karena kami tidak merekomendasikan itu," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes yang diwakili oleh Kepala Seksi Gangguan Metabolik, Sylviana Andinisari di Jakarta, beberapa waktu lalu.[4]

Referensi

1.Saraceni, Jeffrey A. The perceived benefits of consuming a ketogenic diet [PhD thesis]. Buffalo,NY: Proquest LLC; 2018 May 8 [cited 2019 Aug 19]. Available from: https://remote-lib.ui.ac.id:2076/docview/2086033441/210A95AD9C654984PQ/1?accountid=17242

2.Grandl G, Straub L, Rudigier C, Arnold M, Wueest S, Konrad D, Wolfrum C. Short-term feeding of a ketogenic diet induces more severe hepatic insulin resistance than an obesogenic high-fat diet. J Physiol. 2018 Oct;596(19):4597-4609. doi: 10.1113/JP275173. Epub 2018 Aug 8.

3.Truong J. Examining the evidence for use of the ketogenic diet in treating obesity and type 2 diabetes [Phd thesis]. New York: Proquest LLC; 2018 [cited 2019 Aug 19]. Available from: https://remote-lib.ui.ac.id:2076/docview/2132969410/210A95AD9C654984PQ/2?accountid=17242

4.Kementerian kesehatan republik Indonesia [Internet]. 2018 May 30 [cited 2019 Aug 19]. Available from: http://kliping.depkes.go.id/upload/b9d11fc58b7339c499eee5afb8c37da0.pdf

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun