Tidak ada orang yang sempurna didunia ini, kecuali para nabi menurut kepercayaan orang. Kadang-kadang kelemahan orang tampak hanya karena kurang perhatian atau tidak peduli terhadap hal-hal yang dianggap sepele. Pakar intelektual beberapa ada yang terbersit diberitakan gagal dalam rumahtangga hanya kurang perhatian berawal dari kebiasaan yang diabaikan. Bagaimana itu  mari kita belajar dari hal yang sederhana juga dalam hidup keseharian.
Suka dan Komentar : Dua kata yang selalu berpasangan dibawah postingan di akun Fesbuker atau yang lain. Hanya ada gayanya lain yaitu dengan bahasa lain "Like" dan temannya berubah bukan komentar atau Comment, tetapi Subscribe.
"Nah, tidak bisa dipungkiri bahwa Youtuber Indonesia saat ini entah yang pernah terdepak oleh krisis, maupun yang sudah lumpuh karena isu resesi berjuang banget dengan memburu subscribe dan like setiap hari." Tulis Inosensius I. Sigaze, disini : (https://www.kompasiana.com/inosensius280778/63d0447908a8b56e04591302/seberapa-pentingkah-keaslian-ijazah-jokowi-dalam-konteks-politik-di-indonesia)
Like / Suka disitu itu apa? saya suka, bisa berarti cinta, minimal tanggap atau memberi respon positip. Pada kolom Facebook ada tawaran diatas kata suka pilihan lain: Â supersuka, Peduli, (kagum) Woow, (tertawa)hahaha, Sedih, Marah. Â Saya nilai semuanya menandai suatu dinamikanya emosi.
Komentar itu apa, adalah tanggapan atau respon terhadap pernyataan, berita atau opini. Biasanya berupa pernyataan pendapat yang lebih menjelaskan, membenarkan, menyetujui, atau menolak, mengutuk, menghojat dan sebagainya, terhadap apa yang direspon. Bisa pendek bisa panjang dan plus minus lengkap sebagai opini tersendiri.
Subscribe apa itu? Saya tangkap sebagai ajakan untuk siap berteman atau menjadi penggemar bagi sebuah karya YouTube yang kita klik pada kata subscribe yang tertulis disitu. Kiranya menjadi senilai "superlike".
Maka fenomena Suka/Like dan Komentar adalah sebuah realitas masa kini yang menandai perilaku tanggapan terhadap masukan yang disodorkan kepada kita. Belajar tentang itu tidak bisa terlepas dari pemikiran dampak apa yang bisa terjadi bagi subyek-subyek yang terlibat.
Bagi subyek penyaji layak dikatakan pasti punya tujuan tersendiri, terbuka atau tertutup, tentang kebenaran atau ketidak benaran. Bila itu berita, bisa lugas atau tertata untuk memberi kesan sesuai tujuan penyaji. Kebenaran pun bisa dipoles indah, diramu dengan yang tidak benar untuk menyenangkan pembaca. Dan kepuasan berhasil membuat pembaca bahagia. Dan mungkin juga fulus. Demikian ini yang saya sebut sekarang ini Era postTruth. Boleh dipertanyakan: Apakah semua itu disadari dan dipahami oleh para pemberi Like dan Subscribe?
Bagi subyek perespon pemberi like , sekilas awal parasaannya bebas, santai terhibur. Selanjutnya karena ini bentuk suatu respon maka kita bisa belajar lebih luas tentang terbentuknya kebiasaan spontan dari perilaku respon spontan. Contohnya oleh kebiasaan memegang HP dan merespon HP jadi kurang peduli pada situasi sesaat sekitarnya sehingga terjadi perilaku tidak sopan dan itu menjadi sikap kebiasaan,dsb.
Maka pertanyaannya menjadi : Pertama : Mengapa bisa terjadi kebiasaan yang bermutu dan kebiasaan yang tidak bermutu atau kurang pas, kurang manis, kurang sopan santun.?
Kebiasaan baik buruk terbentuk dalam diri orang karena memang perilaku itu dibentuk oleh interaksi/pergaulan, oleh kemauan kesukaan orang, oleh mental kecenderungan  batin jiwa yang sudah ada pada diri orang. Dalam bahasa menterengnya disebut juga attitude. Dalam bahasa pergaulan kadang diambil mudah saja dari yang mencuat tampak dikatakan : dasar mentalnya !