Pakar menganggap bahwa pernyataan Megawati yang menjadi perdebatan publik hanyalah masalah perbedaan persepsi dan gaya bahasa belaka. Tentunya hal ini yang menarik minat penulis untuk memberikan kajian lanjutan. Penulis yakin bahwa hal-hal seperti ini tidak hanya terjadi oleh orang-orang tersohor tetapi juga masyarakat sipil atau orang biasa".( Sumber)
Namun bagaimanapun ada pihak yang menyusun tinjauan itu dari sisi-sisi yang beda termasuk menjadi humor yang sarkastik. Saya sendiri melihat manusiawilah sekali waktu di lingkungan terbatas orang narsistik, melihat jati dirinya yang ingin ditampilkan.
Terhadap kiriman (TikTok) dan pertanyaan tersebut diatas tadi ada beberapa macam jawaban sbb:
1. Tak jelas konteksnya (waktu dan tempatnya), no komen (2 orang)
2. Sulit mememberi koment.(2 orang)
3. Tak jelas konteksnya, tetapi sempat menggali realita dan beropini.(2.orang)
4. Mengatakan "tak jelas maksudnya tetapi sudah punya opini dan itu dipakai memperkuat opininya".(beropini negatip)(seorang)
5. Berpendapat itu tidak penting tak ada waktu untuk yang demikian.(3 orang)
Dari permainan kecil ini saya mendapat pembelajaran antara lain demikian:
A. Berkomentar ataupun tidak, menanggapi ataupun tidak, bagi saya itu pratanda bahwa terhadap penampilan seseorang sebenarnya positip atau negatip terbaca ada opini yang diberikan. Bagi saya orang itu berpendapat, kritis, super kritis atau tidak peduli.
B. Sebenarnya berpendapat tidak berarti harus mengikuti pesan yg disampaikan. Tetapi membuat pendapat sendiri sesuai kesadaran dan pemikiran sendiri setelah menerima menggali realita tersaji dari kiriman dan pertanyaan sebagai suatu tantangan. Apa jeleknya.?