Carut Marut Kesalahan dan Per-Maaf-an terjadi sebagai peristiwa dan banyak terjadi tertulis terlontarkan dalam media dari gagasan dan pola pikir para penulis dan pembicara.. Â Â
Jumat 25/11/2022 di Munas XI KAHMI, Palu, Wakil Presiden minta agar Para elite politik menghentikan berbagai narasi bernada permusuhan ketika melakukan kampanye politik. Seharusnya para elite politik memberi contoh masyarakat arus bawah yang bakal mengikuti lebih keras. (Â Wapres Imbau Elite Politik Setop Narasi Permusuhan (msn.com))
Wakil Presiden menegor menunjuk suatu Kesalahan. Perilaku Para Elite politik yang berdampak buruk bagi masyarakat bangsa diwaktu panjang. Sungguh sudah terjadi peristiwa itu seturut berita terkutip. Wakil Kepala Negara berhak dan wajar diakui pada tempatnya bertindak "menegor" para elit politik pihak dibawahnya.
Para elit politik "dikatakan" "salah", dan secara sosial kemasyarakatan sudah "dihukum". Artinya diberi sangsi nilai sosial buruk. Entah ringan entah berat.
Beberapa waktu yang lalu Kompasianer @Inosensius I Sigaze menulis berjudul Pentingkah mengupas kesalahan orang lain. Awal awal tertulis cetak tegas : "Nobody is perfect" dan tertutup dengan kalimat : Â "Jadi, pada prinsipnya, orang bisa mengupas kesalahan orang lain, tapi dengan metode yang tidak mempermalukan orang lain. Kalau sampai pada tingkat itu, sebetulnya ia baru benar kinyis-kinyis". (https://www.kompasiana.com/inosensius280778/637deb1dc57afb69bd41ffc3/pentingkah-mengupas-kesalahan-orang-lain).
Tulisan itu sudah dari judul tentang "mengupas kesalahan" meskipun dalam kadar yang relatif saja. Relatif keputusan sudah dijatuhkan. Sangsinya masih ada peluang bergeser. Permaafan secara relatif pula masih bisa besar atau kecil.
Hal itu hanya mengingatkan bagi saya filosofi Jawa yang mengisyaratkan : "Ngono ya ngono ning aja ngono" Â boleh begitu tetapi "jangan terlalu", Atau bernada positip adagium ini : Â "Fortiter in Re sed suaviter in Modo." (Berani tegas dalam Perkara, tetapi manis dalam Cara).
Berbeda lagi pendapat dan pernyataan seorang Ahli Hukum dan Pengacara Komaruddin yang mengatakan : "Sesungguhnya, saya tidak mau Ferdy Sambo itu dihukum mati, di pribadi saya di luar sebagai pengacara ya. Saya ingin Ferdy Sambo itu sadar dan bertobat." "Saya ingin ia menyadari kesalahannya. Untuk apa ia harus mati?" katanya dikutip dari YouTube Kompas TV, Minggu (27/11/2022). ( Pengacara Brigadir J Kini Tak Ingin Ferdy Sambo Dihukum Mati, Siap Bayar Kuasa Hukum Untuk Dampingi (msn.com).
Kamaruddin juga mengatakan ketika Ferdy Sambo bertobat maka ia akan menjadi orang besar dan dapat berprofesi selain menjadi polisi.masih bisa lebih hebat. Misalnya dia menjadi penceramah, pendeta, jadi tokoh masyarakat, atau pedagang besar,dsb. Bahkan ketika Ferdy Sambo berniat untuk bertobat, Kamaruddin pun akan menyiapkan  pengacara terbaik dan membayarnya dengan uang sendiri.
Sebuah Rasa keadilan yang diramu dengan Rasa Permaafan yang sungguh indah. Hal itu tidak jauh berbeda dengan Pesan para "Warga Binaan" Lapas kelas IIA Yogyakarta yang tertulis pada sebuah buku kumpulan cerita kesaksian berjudul "Cadongku Cadong kalian juga" .dihimpun oleh Editor AA Kunto A. Penerbit Sinergi Yogya Media, Yogyakarta, 2022. Pengalaman-pengalaman para narapidana di suatu Lapas yang sangat berharga bagi dirinya dan sesama sehingga mau membuat kesaksian. Dalam lembaga itu mereka saling memberi dan menerima kebaikan antar mereka: saling menerima dan memberi, saling menjadi guru dan murid. Sang Editor diakhir buku itu menulis : "Memulangkan keluhuran manusia sebagai mahkluk baik." Â Sudah semestinya Perbuatan baik itu hidup dalam keseharian. Sudah sewajarnya perbuatan baik itu menjadi perbuatan biasa tidak luar biasa. (*)
Lagi-lagi dari dua buah berita saya mencatat tentang Taubatan Nasuha yang merupakan salah satu bentuk taubat yang dianjurkan untuk orang beragama Islam.