Dibawah bendera setengah tiang mengenang kurban tragedy Malang saya mencoba menulis sesuatu dari emosi positip perasaan terendap, tentang permainan, perlombaan dan persaingan. Sebab lomba-main-main dan bersaing pada hakekatnya saudara kembar dengan cinta.
"Bercinta dan Bersaing adalah hasrat manusiawi yang awalnya buta. Ketika mata terbuka mereka bertanya : lalu mau kemana saya ? Ethika dan Hukum menjawab : Carilah kebaikan dan kebenaran. Seorang Gubernur Palestina sinis bertanya: Apakah Kebenaran itu ?"(Didot)
Dari budaya sastra Yunani banyak sifat manusia dipersonifikasikan bahkan di dewa-dewikan sehingga mudah dipahami diingat dalam keseharian. Dan pemahaman tentang watak tabiat manusia diwariskan melalui karya sastra seperti kita di Indonesia kalau sekarang mungkin seperti dongeng saja.
Ada Dewi Iri, ada Dewa Perang, ada Gadis Pemalas, ada Dewi Cinta ada Dewa Pesaing. Oleh sebuah penulis desertasi dari tulisan saya dikutip demikian : " Dalam sebuah kutipan dari artikel kompasiana 7 Oktober 2011 oleh Astokodatu, ia mengungkapkan bahwa Eros adalah Rasa Cinta. Rasa positip, suka, gemar, mau lekat, terlibat dalam permainan. Lihat saja orang sering lupa segalanya karena gemar, lekat dengan kebahagiaan permainan. Sedangkan untuk Agon sendiri adalah Api perjuangan. Rasa keperwiraan, semangat kesatriaan, hasrat mengalahkan perlawanan. (http://slidehot. us/resources/eros-dan-agon.511235/)" Â Itu diambil dari http://www. kompasiana.com/astokodatu/insan-bersayap-puluhan-warna550e279ba33311b72dba 7f48.Â
Perihal Agon juga pernah saya bahas terkait dengan 'komunitas' di kompasiana ini pada tg 29 Februari 2016, (*) Â Dan sudah tersimpulkan: Â 'Persaingan Berprestasi dan berbuat baik' mendampingi dan memperkaya 'Persahabatan yang sehat'. Dan itu hanya sangat terjamin bila terjadi dalam Komunitas yang sehat.
Pembaca yang budiman, sudah menjadi kebiasaan rupanya kita sadar tentang keadilan dan atau aturan ketika kita diperlakukan tidak adil. Semisal saya pernah kena tilang pak Pol ketika saya baru saja melihat didepan saya dibiarkan lalu tanpa helm. Mari kita lagi ambil kasus dua tiga butir untuk kita dalami agar kita dapat lebih mudah menyikapinya.
Permainan, Bermain, sendiri atau bersama, mungkin ada banyak orang sibuk sehingga tidak sempat menikmati manfaatnya. Tetapi bagi anak-anak tanpa kesempatan bermain adalah kekurangan yang sangat menyedihkan. Hampir sama dan bersamaan kebutuhan berteman dan bermain bagi kehidupan yang wajar bagi kita semua. Segala umur dan setiap ada kesempatan biasa kita senang bercanda bersenda gurau ria dalam kebersamaan..
Bermain-main pada umumnya berawal dengan santai dan bahkan spontan, mungkin dibarengi senyum keriangan. Selanjutnya karena dalam kebersamaan sadar perlu ada kesepakatan dan "aturan".
Dalam bermain terrasa ada aturan yang terukur. Ukuran melahirkan rasa bersaing. Persaingan plus aturan aturan baru pada permainan membuat perilaku beraneka dalam pengambilan sikap. Sebab Permainan dan persaingan punya target tujuan tambahan yaitu kemenangan dalam Perlombaan.
Permainan selanjutnya sering dihadapi dengan ketidak jujuran, kecurangan, demi target. Maka terlahir budaya piala, incentif, bahkan 'salam tempel', dan budaya pembedaan pemain profesional dan amatiran.
Apabila permainan kehilangan sifat aslinya yang damai santai suka-suka spontan dan menjadi profesional dan serius, dari sisi kehidupan serius keseharian tumbuh budaya santai dan sembrono, keseriusan dipermainkan dengan gaya tidak bertanggungjawab.
Maka terlahirlah budaya kebijakan demi kepentingan persaingan (yang tidak jujur)yang kita kenal dengan kebijakan tebang pilih atau 'pilih kasih' lebih keren lagi kebijakan yang kurang ke 'sana', yaitu "dobel standart."
Hal yang demikian kita telusuri lebih luas, kita masuk ke dunia sosial budaya dan politik sekali, sebenarnya sama atas dasar "kondisi lingkungan dan ekonomi" kita bisa ketemu dengan fenomena korupsi. Â Mau Menang Sendiri dan "mempermainkan" (baca saja: membuat permaianan) kehidupan serius secara tidak sesungguhnya.
Kesungguhan Permainan ada dalam ketidak sungguhan kata Prof Dr.N.Drijarkoro SJ. (**) Â Di lapangan permainan itulah tempatnya, kata saya. Bila bermain-main diluar arena pertandingan dengan membermainkan keseriusan kehidupan, Hukum, Ethika dan Agama bisa menjadi lawannya. Agama tidak mengharamkan Semangat mau menang sebab itu manusiawi tatapi memberi signal negatip bila itu didorong oleh Ketamakan, Iri/dengki, Amarah, Kesombongan dan bahkan kemalasan hingga pada sikap dan perbuatan melawan Cinta-Kasih.
Analisa diatas sekedar melihat merunut adanya 'Kecenderungan'.berlanjut 'Komunikasi' Â 'komunitas' -dan akhirnya tantangan untuk "integritas pribadi". Pesannya Hati hati saja dengan "Kedekatan Eros dan Agon" Â :
"Eros adalah Rasa Cinta. Rasa positip, suka, gemar, mau lekat, terlibat dalam permainan. Lihat saja orang sering lupa segalanya karena gemar, lekat dengan kebahagiaan permainan. Sedangkan untuk Agon sendiri adalah Api perjuangan. Rasa keperwiraan, semangat kesatriaan, hasrat mengalahkan perlawanan."Â
Maka dengan senang hati saya kutip pesan rekan Kompasianer Arofiah Afifi diakhir tulisnya  : "Mari kalahkan diri sendiri dari rasa malas, enggan, culas dan semua sifat yang merugikan. Semoga kita mampu bersaing dengan diri sendiri dan mencapai tujuan yang mulia . Semoga kita bisa Istikomah untuk berlomba-lomba menebar kebaikan sepanjang masa."  (***)
Pembaca yang budiman, peristiwa besar hendaknya kita mampu menangkap kesan dari dalamnya. Hikmah itu sebenarnya mahal semahal jiwa keterbukaan kita sendiri. Demikian sajian saya diminggu Oktober yang juga mengenang herroiknya perjuangan kemerdekaan kita tg 5 Oktober ini.
Tolong terima salam hormat saya.
Ganjuran Oktober 05,2022. Emmanuel Astokodatu.
Bacaan referensi :
(*) (http://www.kompasiana.com/astokodatu/eros-dan-agon-dalam-persahabatan-komunitas 56dc7561b17a611267610430
(**) Prof.Dr.N.Drijarkoro SJ, Filsafat Manusia, Pnb Yayasan Kanisius, Yogyakarta,1969.
(***)https://www.kompasiana.com/mawarsofia 878563356cbf1368023745314d42/ berkompetisi-dengan-diri-sendiriÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H