Lupa karena asyiiik dan rindu, atau entahlah lupa-lupa ingat saja.
Catatan Harian saya kali ini ada rasa makna rupanya. Belum lama ini sore hari datang didepan rumah kami seseorang lansia yang kebingungan. Lupa jalan pulang katanya. Kami beberapa orang tetangga menanggapi dengan rasa iba. Dia sudah berjalan hampir 2 KM yang bagi saya itu jarak tempuh yang bukan main. Dengan semangat membayangkan akan menimang cucu yang nomor sekian, dikatakan baru lahir di RSD dekat "pabrik bubrah", (pabrik rusak) yang dimaksud bekas pabrik gula. (di DIY dulu ada sekitar 10 ). Disekitar kami dahulu ada lima buah pabrik gula. Dan area bekas pabrik itu dahulu sewaan Belanda dari milik Sultan, dan sebagian besar sekarang digunakan untuk gedung fasilitas umum seperti RS, kantor, kecamatan, dsb.
Bapak Lansia yang kebingungan tadi sungguh kasihan itu tidak bisa menemukan sang cucu. Sebab RS Elisabeth dekat rumah kami tidak ada ibu yang baru baru melahirkan. Atas kebaikan hatinya petugas RS menelpon RSD yang terletak sekitar 5 KM luar kota terdekat. Dan akhirnya semua sepakat untuk Kakek diajak ke kantor Polsek, yang hanya sekitar 200 meter dari rumah kami agar dibantu pulang atau mencari cucunya.
Peristiwa sore itu tentu membawa kami spontan berdiskusi. Beromongan santai tentang keluarga Kakek Lansia. Kami heran tentang anak-anak Kakek. Kami heran tentang kelupaan Kakek, yang katanya lupa lupa ingat ada RS dekar pabrik gula yang dihancurkan gerilyawan republik saat melawan belanda. (1948-1949). Kami kagum pada kerinduan Kakek dan tentang cintanya, tentang keasyikan cinta yang membawa kelupaan, lupa kondisi tubuhnya, lupa rasa lelah. Diantara kami ada pula yang membayangkan "seandainya saya tentu... minta anak untuk mengantarkan ke RS. .......Mengapa jalan sendiri.....?"
Pernah saya membaca kutipan tentang omongan Sang Genius Einstein kepada sahabatnya Pelawak Dunia Mr.Beane : Â "Bukan main kau sahabat, belum ada sepatah kata darimu, kau baru tampil sekilas sudah mendapat tawa dan tepuk tangan luar biasa..... Dan Sang Pelawak membalas : ..Bukan main lebih hebat kau Saudaraku, baru dengan dengar namamu dunia terkesima dan tepuk tangan kau terima, Â Â meskipun mereka tidak semua paham apa kata-katamu..."( konon keduanya tertawa bersama)
Pengutip rupanya mau mengajak kita menilai siapa diantaranya mereka berdua yang lebih arif bijaksana. Tetapi saya ingin mengutip untuk kusampaikan kapada para tetangga saya yang menggibah dan mengiba si Kakek, bahwa kita semua kendati masing-masing mempunyai watak pembawaan, latar belakang, pola pikir, pola sikap dan mengambil perspetif yang berbeda , namun rasa iba dan ada keinginan untuk satu rasa dengan kakek yang mengalami ketidak beruntungan itu.
Rasa serupa meski beda tebarannya kepada para penulis Kompasianer yang mengupas mengenai Mencintai dan "mencintai diri sendiri". Banyak Altruis seperti Ibu Theresa yang rupanya sadar sering melupakan dirinya untuk mendahulukan kepentingan orang lain. Dalam kesadaran keseharian mungkin juga beda tapi serupa dengan asyik cuma ingat yang dicintai seakan-akan lupa cinta dirinya.
Salah satunya yang sempat tercatat Rekan penulis @Fitriratnawatieeducation dalam "13 cara Mencintai diri sendiri. (*) saya terkesan penulis ini sebagai seorang Altruis yang sedang mengingatkan diri sendiri atau berbagi refleksi. (?) Â Saran pertama berlanjut meluas, saran berakhir dengan yang ke 13 kembali tentang prinsip. Saran yang rupanya diambil dari realitas kehidupan yang dialami atau diamati.
Belajar dari tulisan ini dan dari pengalaman menghadapi Kakek Sayang Cucu dimuka, berlanjut Diskusi kami dengan tetangga, saya hanya memilih tiga butir pesan ini :
1. Hiduplah Ber Prinsip, itu hak azasi HAM
2. Kelola lahir batin dalam Harmoni (keseimbangan)
3. Terbukalah dan Belajar sampai akhir hayat.
Sebab orang Jawa bilang "Urip Kita hamung Sawang Sinawang" Â - kita itu hanya sering terbatas saling melihat dan belajar, baguslah bila bisa saling berbagi makna.
Sedikit Catatan harian saya. Tolong terima atau buang bila tak ada guna, tetapi maaf dan terimalah salam hormat saya.
Ganjuran, September 26, 2022. Emmanuel Astokodatu.
 Referensi :
*)https://www.kompasiana.com/astokodatu/63172bb8301a1c6e694887f4/mencintai-kehidupan.
*)https://www.kompasiana.com/astokodatu/6324625f08a8b50e961c2932/belajar-tidak-lupa-bagi-lansia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H