Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mencintai Perbedaan Basis Memelihara Kerukunan

23 September 2022   17:47 Diperbarui: 23 September 2022   17:55 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Marilah sekarang saya mencoba menghadirkan apa yang terjadi di desa saya seperti yang diberitakan dan dipaparkan diatas tentang kerukunan oleh seorang rekan Kompasianer.

Kalau anda dari Yogyakarta, Bantul terus kearah pantai, anda akan pada KM 15,lewat dusun Lipuro, dan bila lanjut akan sampai dusun Bambang. Diantara dua dusun itu disitulah letak sekarang yang disebut Kapanewon Bambanglipuro. Tetapi bila di dusun Lipuro tadi anda belok kekiri, 1 KM anda akan ketemu dusun Kaligondang, dan desa Ganjuran, dimana dahulu berdiri Pabrik Gula Gondang Lipuro. Area persawahan luas yang subur, sekarang disebut wilayah itu Kelurahan Sumbermulyo, termasuk dalam wilayah Kecamatan Bambanglipuro..

Pabrik Gula Gondanglipuro didirikan oleh Stef.Barends pada th 1860.yang meninggal pada tahun 1887, dilanjutkan oleh Frederik Barends. Selanjutnya Ibu Elise F.W.Kartuis janda/isteri Bapak Barends Sr.menikah lagi dengan Godfried Schumtzer. Dan pada tahun 1912. ketika Frederik Barends meninggal Keluarga Schmutzer membeli mengambil alih PG.Gondanglipuro untuk diserahkan kepada dua putranya lelaki: Joseph dan Julius Schmutzer. Dua orang ini yang disebut Wali Serani oleh rekan Kompasianer diatas.

Untuk sampai pada hal kerukunan yang menjadi masalah disini saya akan menyebut dua latar belakang yang menurut saya menjadi dasar awal kerukunan di Bambangpuro ini. Pertama : Empat pilar karya Joseph dan Julius, pimpinan PG Gondanglipuro, dan  kedua, Jiwa Jawa, watak dan tradisi saling menghormati dengan tatakrama (unggah-ungguh) penduduk setempat.

Empat pilar itu bisa disebut: Ekonomi ethis, Pendidikan, Kesehatan, dan Budaya Jawa. Ada dua motif yang mempengaruhi: (1) Ajaran Sosial Gereja (1850) yang sedang digalakkan diantaranya tentang hubungan buruh dan majikan (2) UU pemerintah Hindia Belanda hal Politik ethik.(1912)

PG.Gondanglipuro memberi pembagian keuntungan kepada karyawan pabrik. Dan baru pada tahun 1919  menyelenggarakan persekolahan. Dengan adagium manusia tidak cukup disejahterakan dengan ekonominya tanpa disusul dengan pendidikan.  Dan pada tahun 1926 dibidang kesehatan. Sementara dibidang budaya diperlihatkan dengan pada tahun 1924 dan tahun 1927=30  secara monumental didirikan gereja dan candhi yang menjadi tempat ibadat kristani penuh dengan rasa budaya Jawa.

Apakah dengan empat pilar itu saya mau mengkonfimasikan adanya kerukunan? Tidak! Betapapun besar ada angin besar yang mendorongnya, tetapi orangnya subyek rukun pasti lebih penting. Apalagi kalau sudah bicara kejujuran dan ketulusan.

Jiwa Jawa, watak dan tradisi yang mana, yang dapat menerima pengaruh Empat pilar gaya karya Joseph dan Julius itu.?  Jangan heran saya sebut Penduduk setempat bijak dan arif melihat perbedaan. 

Semakin hari semakin terrasa dan nampak. Perbedaan taraf hidup para pekerja dan keluarganya, perbedaan gaya hidup guru dan keluarganya, perbedaan warga yang sudah semakin maju dalam berkerja di sawah dan kebun tebu. Dan agaknya tidak tampak tetapi terrasa, perbedaan agama. 

Minimal ada 2 keluarga guru 4 keluarga pekerja pabrik desa agama, 6 keluarga guru asli setempat menjadi tonggak-tonggak perbedaan ini sejak 1925 tersebar di sekitar 2-3 km dari Ganjuran.

Gejala kesadaran terhadap perbedaan itu bukan hasil survey ilmiah tetapi pengalaman pribadi saya, sebagai seorang anak dan penulis biografi Ayah saya yang adalah guru pertama di tahun 1919 di Ganjuran. Dalam keluarganya saya dilahirkan dibesarkan diberi pengalaman. Hal mana diteguhkan yaitu ketika menulis biografi itu saya (**) mewawancarai puluhan orang mereka yang mengenal ayah saya, teman, mantan siswa dsb. Mereka itu semua pelaku dan pengamat sosial tradisional dan pedesaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun