Cerita keempat : Pak Wid BA sejak kami belajar bersama tidak ada masalah pelajaran sekolah, rangking selalu memihak kami, maka kami sibuk selalu dengan hoby dan pertemanan. Ternyata hidup dan berteman bagi kami membutuhkan keceriaan dengan hobby dan memelihara persahabatan dengan siapa saja. Banyak hal yang orang lain mementingkan,sementara kami sibuk dengan hobby. Kami mencoba selalu bekerja dengan tidak pernah membanggakan predikat dan sertifikat atau izasah. Pak Wid dulu kehilangan haknya untuk ujian kesarjanaannya di sebuah Institut Pendidikan Keguruan, karena terbukti 4 (empat)tahun merangkap kuliah bidang hukum di UGM. Dan Pak Wid lalu menekuni kewartawanan, Â sementara saya wiraswasta dan pulang kampung berpolitik berhimpun dalam partai saat itu (PDI sejak berdiri sampai mati).
Supaya terrasa lengkap ada cerita kelima : Pak Gun.BA. Adalah abang ipar saya sendiri. Seorang yang sangat sederhana dalam bersikap. Baginya tak ada beda dalam sikap perbuatan dan omongannya. Gagal mensejahterakan keluarga di Jakarta, diberi saran dan arahan saudaranya untuk pindah ke daerah dan menerima tawaran bekerja di BUMN Gula dan dilakukan dengan syukur dan hati gembira. Padahal di Jakarta sudah juga mempunyai posisi tidak rendah. Kesederhanaan dan kesungguhan kerja akhirnya berhasil meningkatkan taraf kesejahteraan keluarga dan 5 orang anaknya menamatkan pendidikan semua.
Pengamatan saya terhadap ilustrasi cerita diatas sambil berRefleksi membawa saya pada catatan sebagai berikut:
(satu) Sukses dan bahagia ditandai minimal dengan berhasil membina kesejahteraan keluarga dan keberhasilan mengantar anak-anak kejenjang pendidikan yang sesuai. Selebihnya adalah bonus yang berbeda beda.
(dua) Kondisi termasuk status pribadi tidak selalu ada pada keputusan/pilihan pertama. Teman-teman seklas dari SMP SMA, tersebut diatas berkeluarga adalah status pilihan kedua setelah minimal 4 tahun kami sepakat bersiap untuk suatu cara hidup tidak berkeluarga. Akan tetapi demikian status berkeluarga itu dipilih kesetiaan dan konsistensi menandai mereka dengan sukses dan bahagia.
(tiga) Ada beberapa aspek penting dalam kehidupan yang harus dipilih sebagai pokok perhatian seperti tugas definitip yang sudah dimandatkan, profesi yang dipilih, target target perilaku yang sudah dipilih sesuai visinya. Disana kesungguhan dan kesetiaan harus diletakkan.
(empat) Â Masinton menulis "memantik api ke ilalang kering," yang bisa dialih bahasakan "bermain api". Dan kata "bermain" adalah lawan dari "kesungguhan". Â Kesungguhan adalah intensitas perhatian yang membuat seseorang intens dan konsisten pada sesuatu pilihan. Seseorang yang bermain api yang hanya main-main sewaktu tidak kepanasan dan bila terus menerus membuat kebakaran dan permaian dihentikan. Sebaliknya/lawannya orang yang memperhatikan dengan kesungguhan akan konsisten dan setia pada pilihannya.
(lima) .Pembelajaran dari cerita diatas banyak tersirat bahwa akhirnya kesetiaan dan konsistensi pada pilihan yang secara intens mendapat perhatian adalah sikap setia kepada kebenaran yang menyatakan diri disekitar atau di lingkungan kita. Â Dan itu pula kesetiaan pada prinsip dan kepribadian kita.
Kepribadian yang bisa setia kepada prinsip dan kebenaran lingkungan membutuhan kerendahan hati untuk konsisten menuju pada sukses dan bahagia. Begitulah kiranya Mindfullness, Self compassion, dan bersyukur sukses damai dan bahagia.
Demikianlah mulai dari membaca mengamati dan refleksi sampai pada pembelajaran yang dapat penulis catat. Semoga mempunyai arti buat Pembaca Yth. Akan tetapi tolong mohon maaf bisa ada yang tidak berkenan, dan terimalah salam hormat saya.
Ganjuran, Mei 12, 2022. Emmanuel Astokodatu.