Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengalaman Refleksi Belajar dari Ghibah

27 Januari 2022   18:34 Diperbarui: 27 Januari 2022   18:40 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Gibah adalah Berbicara tentang orang lain yang tidak hadir, tentang keburukannya atau hal yang tidak menyenangkan pembicara. Bila halnya itu benar itu seperti keluh kesah, bila tidak benar itu menggunjingkan dan fitnah.

Dalam pergaulan sehari hari, sering dikatakan : merumpi, ngobrol, bergunjing, bergosip, ngerumpi. Biasanya dilakukan berramai-ramai dalam kelompok, tetapi bisa saja dalam cara saling berbisik-bisik. Sementara yang dibicarakan tidak hadir dalam kelompok itu. Saya kira kicauan, postingan di media masa itu serupa ghibah juga 

Tetapi secara mengejutkan saya mendengar kemarin khotbah seorang pemuka agama bicara awal tentang ghibah. Saya kira akan membahas ghibah, mana yang boleh mana yang tidak boleh menurut hukum agama. Ternyata saya salah. Pengkhotbah itu melanjutkan tentang ghibah dengan: "Ghibah itu menghadirkan sosok seseorang... bagi teman-bicaranya"

Selanjutnya kepada umatnya dijelaskan bahwa kehadiran pada umumnya itu dapat positif, tampak nyata, dapat pula imaginer. Seperti kita bertemu orang dalam berteman secara virtual yang umum dewasa itu banyak orang merasakannya dalam praktek dengan medsos dan gadget.

Kehadiran dapat nyata, dan benar-benar karena undangan dan hadir. Pengundang menghadirkannya dalam forum. Dapat pula kehadiran dengan mewakilkan. Yang hendak dihadirkan menghadirkan diri oleh wakilnya. Terkadang juga bahkan hanya mengirim sambutan tertulis, dan dihadirkan oleh protokol dengan pembacaan sambutan dan pesannya.

Seperti kenyataan pula menghadirkan sosok dalam acara mengenang. Di Jawa ada tradisi "memule" mengenang sekian hari Bapak "YTH", dipanggil Tuhan. Disana di"hadirkan" sosok Bpk YTH itu secara simbolis dengan foto atau cukup diucapkan dalam sambutan dan doa. Kehadiran dikenang dan dirayakan.

Pengkhotbah menutup pesan keimanannya dengan ajakan agar umat baik dalam kelompok maupun pribadi membiasakan mambaca Alkitab dan naskah-naskah agamanya. Disana kita itu imaginer menghadirkan Nabi dengan pesan dan kerahmatannya serta para pengikutnya.

Mengalami mendengar khotbah itu saya semalam tak bisa tidur nyenyak merefleksi gaya dan pesan penghotbah itu. Ternyata menurut penilaian saya beliau itu menggunakan pemikiran yang menyeluruh, mampu mengambil tinjauan paradoksnya ghibah, dan menggunakannya mekanisme ghibah berramai ramai untuk menggugah umat untuk bersatu dalam kebersamaan, ber"umat". 

Dan dalam berkhotbah yang tidak "lama" cukup kaya pesan yang disampaikan, secara sistematis, menunjukkan penguasaan alternatip-alternatip kehidupan, mudah dipahami umat pada umumnya.   

Kalau kita belajar sejarah ilmu pengetahuan dari filsafat hingga mathematika dan teknologi serta apa saja, akan melihat dinamika dan peradaban manusia yang terus berkembang. Dan itu memunculkan refleksi dan gagasan-gagasan baru yang semakin lebih besar, bermutu dan baru.

Dengan cara demikian kita berangkat dari pengalaman nyata siap untuk berrefleksi dan belajar menemukan pembaharuan mengisi perubahan.

Kita perlu melihat fenomena diri sendiri, mungkin sekali waktu mengalami perasaan yang kosong, gersang, malas, merasa hidup tanpa arti. Atau merasa seperti apa saja menjadi sulit, berat, sedih, kesepian. Ada pula Perasaan sepertinya : "ditinggalkan oleh Tuhan, Tuhan menjadi semakin jauh".

Dalam kondisi itu perlu waspada mungkin menjadi cenderung menuju hal-hal yang sensual dan material, mengarah kepada sikap fanatic mau menangnya sendiri dan merasa selalu harus dibenarkan.

Akan tetapi diwaktu penuh semangat merasa dirinya lebih menjadi realistic, merasa dirinya lebih bisa menerima dan diterima oleh orang lain. Atau mempunyai pengalaman batin merasa dirinya lebih dekat kepada Tuhan dan besar hasrat untuk mengalaminya lagi dengan berdoa.

Akan lebih indah lagi bila mindfullnes itu mampu selalu menemukan, melihat karya Tangan Allah pada sosok sesama, bagi kita bersama dalam kehidupan sehari hari.

Bersyukurlah, dan binalah kondisi itu dengan perbuatan penuh Kesadaran berkurangnya hasrat egois. Perasaan menjadi lebih lembut untuk peka terhadap keadaan. Dan tumbuh rasa adanya harapan dan hidup lebih berarti.

Pengalaman batin pun lebih perlu mendapat tinjauan reflektip yang mendasar sebab itu lebih menyangkut hidup, eksistensi, harga diri,dan agar tidak jatuh pada kesobongan rohani. Itu kesia-siaan yang menyedihkan : kesombongan rohani.

Refleksi bersama akan dapat membantu banyak untuk temuan temuan masalah kehidupan. Itu diisyaratkan oleh Pengkhotbah kita tadi dengan sindiran fenomena ghibah yang bisa meriah, saling menambahkan informasi dan pengalaman. Dalam refleksi yang harus serba benar sering banyak orang kurang mampu merumuskan masalah dan tentu juga solusinya.

Apabila sekedar belajar dari ghibah, yang sejak awal mulai dari hal yang tidak menyenangkan, permusuhan atau kebencian, maka solusi itu sulit didapat sendirian, perlu ada pihak lain. Dan ujung ujungnya adalah membawa ke ranah hukum, atau adanya klarifikasi dan permaafan. Sementara saya mencatat gaya unik dari Bpk Presiden Jokowi : "diam dan kerja terus", menunggu kematangan waktu dan ghibah berhenti sendiri.

Pengalaman refleksi ini saya tutup dengan pesan singkat dari Ghibah, sebagai berikut ini :

1. Ghibah adalah suatu peristiwa yang banyak kali mampu menggegerkan masyarakat dalam lingkupnya, kebanyakan karena ada sumbatan komunikasi dan informasi.

2. Pemuka masyarakat/negara/agama yang arif bijaksana dan pahami warga/umatnya sangat menunjang dan menyehatkan dinamika peradaban kita.

3. Kebiasaan refleksi secara pribadi sangat membantu memagari diri dari dampak negatif dari ghibah, sebaliknya nyata siap untuk berrefleksi dan belajar menemukan pembaharuan untuk mengisi perubahan.

Akhir kata saya menyampaikan terima kasih atas kesediaan Yth Pembaca yang budiman mengikuti permenungan saya ini. Semoga ada manfaat ! Dan tolong terima salam hormat saya.

Ganjuran, Januari,26, 2022.  Emmanuel Astokodatu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun