Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Enam Langkah Cerdas Hadapi Masalah

15 Januari 2022   10:47 Diperbarui: 15 Januari 2022   10:52 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Permenungan ini jauh dari pengertian Juklak, Petunjuk pelaksanaan tetapi sebagai upaya catatan rasional dari beberapa saran atau nesehat dari penghayatan filosofi Pitutur Leluhur, yang menggema dalam kehidupan Nusantara.

Tahun Toleransi 2022, yang dicanangkan Pemerintah mendorong lahirnya tulisan ini pula yaitu untuk memperkenalkan secara benar lepas dari dimensi dugaan negatip dan intoleransi. Sebab juga mungkin watak dasar insan penghayat, pencetus, dan pengembang filosofi pitutur ini menggunakan potensi energi manusia yang berbeda-beda tensi, dan filosofi itu dihidupi oleh kelompok yang sudah makin tersebar domisilinya diseluruh Nusantara bahkan di negeri seberang.

Identifikasi masalah.

Untuk kepentingan tulisan ini sebagai Catatan rasional, dan memang sekali gus sebagai butir petuah langkah pertama yaitu perlu ada penegasan apa sebenarnya yang sedang dimasalahkan.

Nasehat Leluhur tentang Masalah Kehidupan sebagai pandangan menyeluruh, konteks global, memberi pesan bahwa kehidupan sebenarnya adalah justru sekedar suatu pemberhentian sementara dari perjalanan jauh menuju Tujuan. Dikatakan "Urip sejatine hamung mampir ngombe." (hidup sebenarnya sekedar istirahat untuk minum) Maka harus selalu "Eling lan Waspada". "Eling Sangkan Paraning Dumadi". Selalu sadar dan waspada, sadar akan Asal muasal kita manusia (Sangkan) menuju kembali ketujuan (Paran) yaitu asal muasal tadi juga. 

Belajar dari nasehat ini kita bisa melihat dimensi waktu dan visi global. Untuk dua hal tersebut dengan tetap penuh kesadaran dan kewaspadan, perlu identifikasi lebih jauh. Seperti misalnya masalah memenuhi kebutuhan dasar/primer, masalah keluarga/ pendidikan anak,dan selanjutnya masalah yang sungguh sekunder.

Atur Waktu dan Antisipasi.

Dalam menghadapi masalah waktu kita tidak boleh tinggal diam, istirahat tanpa berbuat sesuatu. Maka nasehat berikutnya adalah : "Aja nggege mangsa", Jangan memaksa dan merusak aturan proses dan waktu. Para leluhur memberi nasehat ini terkait dengan iman kepercayaan bahwa kehidupan itu semua diatur oleh Tuhan, dan atau atas izin dan ridlo Tuhan.

Kesabaran manusia dinasehatkan dengan sikap antisipatip ini : "Elinga Gabah digegem buthuken, disebar lemah, ngebaki sawah". Ingat gabah padi bila disimpan membusuk, tetapi bila disebar ketanah, memenuhi sawah. Kita sudah harus spontan bekerja (kerja sawah, tanam padi) juga sebelum harus menghadapi masalah kebutuhan lain-lain dalam kehidupan.

Atur Strategi dan ukur kemampuan.

Ada pepatah dan nesehat yang sangat sering ditafsirkan negatip dan distigmasikan pada pemberi dan penerimanya. "Sluman slumun slamet" dan "Gremat gremet waton slamet, alon-alon waton kelakon" Artinya : Keluar masuk selamat. Dan berjalan dengan langkah perlahan, asal selamat, pelan-pelan asal berhasil. Nasehat itu bukan saran bekerja santai perlahan-lahan. Tetapi suatu strategi mengukur kemampuan dan tidak mau tergesa gesa minta tolong sebelum usaha sendiri dengan penuh kecerdasan tanpa kecerobohan..

Tetap setia pada Prinsip.

Kebimbangan mengikuti proses sering kali itu yang menjadi pokok permasalahan. Padahal seringkali kebimbangan itu belum menjadi tantangan pokok. Bimbang itu kelemahan yang manusiawi dan sudah diperingatkan bahwa kita senang mengeluh "Rasanya tidak enak dilihat orang, atau jangan-jangan orang mengira kita ini tidak tahu adat".Pepatah ini seperti signal peringatan adanya kondisi yang meragukan : "Ewuh aya ing pambudi"

Bagi mereka yang terlatih menggunakan pertimbangan nalar rasional, berpeganglah pada prinsip, moral dan iman agama. Bagi yang suka olah Roso heningkan diri agar ada kemantapan rasa,cipta,dan karsa.

Disini ada pepatah "Dora sembodo", tidak membuka kebenaran untuk meraih kebaikan, secara moral itu memilih dosa yang paling lebih ringan.(minus malum). Juga Tidak mengatakan apa yang sebenarnya selalu dikatakan kebohongan(dora). meskipun orang sebenarnya siap bertanggung jawab (sembodo). Itulah logika orang pada umumnya.

Bila kita mengalami kondisi yang ewuh aya ing pembudi atau serba repot mempertimbangkannya, nasehat untuk bener-benar Sembodo adalah "Rila lamun kataman, kelangan ora gegetun." Rela terancam kehilangan dan tidak menyesal bila kehilangan sebagai "janji pada diri sendiri" sebagai konsekwensi tanggung jawab.

Menakar keberanian.

Langkah berrikutnya adalah menakar keberanian. "Yen wani aja wedi-wedi, yen wedi aja kumawani"  artinya "Kalau berani jangan kecil hati ketakutan, Kalau takut jangan bersikap seakan-akan berlagak berani.  Nasehat ini hendak memberi pesan orang harus tidak setengah-setengah. Dan gunakan keberanian karena berprinsip, dan sudah terbiasa spontan mengukur kemampuan. Namun bila dalam pertimbangan prinsip dan kemampuan meragukan, jangan lah berlagak berani, sebab akibatnya bisa fatal.

Ambil Sikap Pasti.

Meskipun situasi ewuh aya ing pambudi, dalam kehidupan memang harus menghadapi parmasalahan dan tidak bisa selalu menghindar. Bukan permasalahan pasti teratasi, tetapi pasti orang harus mensikapi. Sebab kita sudah sanggup hidup dan hidup harus dipertanggung jawabkan. Iman tidak menghapus beban hidup mungkin membuat rasa ringan memikulnya. Pitutur Leluhur mengatakan : Gagah kejibah, mingkuh ketempuh. Artinya : Tanggung jawab itu wajib, lari tanggung jawab itu terhukum.

Belajar sambil membuat sistem penalaran pitutur nasehat leluhur ini memberi kesan bahwa para lelehur kita dan pengembang penghidup pitutur ini sungguh berangkat dari kepercayaan kepada Sangkan Paraning Dumadi, yang sehari hari dihayati. Selanjutnya terkesan pula bahwa leluhur kita ini juga bukan klan suku pengembara (nomaden) dan berperang tetapi petani yang memelihara dan damai dalam budaya kehidupan bersama.

Sekali lagi tulisan ini jauh dari juklak menghilangkan masalah apalagi resep menghapus beban kehidupan, tetapi beban dan masalah bisa dikelola dengan cerdas dan dihadapi dengan sukses bila digunakan strategi dan persiapan yang bijak. Tulisan ini juga ingin ikut membuktikan bahwa filosofi pututur kebijakan Leluhur ini sangat rasional, realistik tidak kurang bijak dari cara berfikir barat yang dianggap modern uptodate. Namun kemanfaatannya akan dibuktikan oleh Yth Pembaca yang berkenan merenungkannya.

Demikian sambil bersyukur kepada para Leluhur atas Pitutur dan Nasehat meraka saya berharap tulisan ini bermanfaat untuk Yth Pembaca saat ini dan dikemudian hari. Dan

Tolong terima salam hormat saya

Ganjuran. Januari ,15, 2022.  Emmanuel Astokodatu.

Bacaan :

Ign.Gatut Saksono cs.  10Pokok Ajaran Kejawen. Penerbit Elmatera, Yogyakarta, 2021

Iman Budhi Santosa, Kitab Nesehat Hidup Orang Jawa.Penbt DIPTA, Yogyakarta, 2013.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun