Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Orientasi Semesta: Arah dan Tujuan

10 November 2021   18:44 Diperbarui: 10 November 2021   18:56 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dimanapun kita bila bertemu orang, entah dengan cara manapun kita bisa tahu orang itu dari mana dan mau kemana, kita seakan sudah kenal dan seperti puas tidak bertanya lagi. Tetapi kapankah kita terakhir bertemu dengan diri sendiri dan mempertanyakan : Sebetulnya dari mana dan mau kemanakah kita ini. (?)

Apabila anda merasa keberatan dengan pertanyaan itu, bisa diganti: Saat ini, disini, atau kemarin disuatu tempat, atau besok dimanapun, ada kepentingan apa kita disitu. Arah dan tujuan kita ganti dengan kepentingan.

Bisa dilanjutkan untuk kepentingan apa, kepentingan siapa kita disitu, begini, begitu, berpusing diri (?). Sebab ada orang yang semangat berbuat ini itu apabila ada kepentingan buat diri sendiri. Dan ada orang yang berani banyak berbuat untuk kepentingan orang lain. Ada orang yang sering disebut egois dan ada yang disebut altruis.

Secara lebih lengkap egois, pendirian yang egois itu adalah pandangan yang menempatkan diri sendiri dengan segala rupa kepentingannya diatas atau lebih dahulu dari kepentingan dan orang lain, bahkan penderitaan orang lain diabaikan, untuk keuntungan diri sendiri.

Altruis, sebaliknya pendirian yang altruis adalah pandangan dan pernatian besar terhadap kesejahteraan orang lain. Sikap altruis ini bisa dibedakan dengan rasa tanggung jawab atas kewajiban untuk memperhatikan orang lain.

Dua hari yang lalu (tg 8) spontan saya membuat pertanyaan di Facebook : "Adakah Alternatip ketiga antara altruis dan egois?" . Satu tanggapan mengatakan : "berat ini Oom".

Tetapi kemarin saya menemukan gambar yang saya kira bisa menjawab pertanyaan saya itu. Seorang Facebooker yang mungkin tidak sengaja menjawab pertanyaan saya itu, mengirim teks ini : "Dengan identitas seluas semesta, aspirasi yang ada juga bisa amat luas. Hidup dan kerja bukan hanya untuk kepentingan dan kepuasan diri sendiri, tetapi untuk s e l u r u h  s e m e s t a. 

Politik identitas pun tak akan jadi masalah asal identitas yang kita pegang seluruh semesta.Sesuai dengan pernyataan Marcus Aurelius, jika aspirasi kita seluas semesta, nilai kitapun akan seluas dan seluruh semesta itu sendiri. .Jadi apapun ambisimu atau aspirasimu pastikan bahwa idetitas yang kamu pegang seluas semesta itu sendiri."

(Marcus Aurelius adalah seorang Imperator Kaisar Romawi di tahun 121-180 M. seorang kaisar dan filosof). Banyak ucapan Marcus ini menjadi catatan sejarahnya, seperti :

"Bersikaplah toleran dengan orang lain dan tegas dengan diri sendiri". Ini saya artikan : Tegas pada perkara,diri sendiri, manis dalam cara, pada orang lain. Yang pada teks yang lain berbunyi : Fortiter is re (tegas dalam perkara) suaviter in modo.(manis dalam cara).

Juga Marcus ini : "Jangan cemas Alam mengontrol semuanya" . "Konsentrasilah pada apa yang kau lakukan. Perbaiki matamu, ingatlah dirimu bahwa tugasmu menjadi manusia baik. Ingat tuntutan alam kepada manusia, lalu lakukan tanpa ragu, ucapkan inilah kebenaran seperti yang kelihatan. Katakan itu dengan kebaikan dan kerendahan hati. Tanpa kemunafikan." (periksa Google, Marcus Aurelius)

Kata-kata bijak Marcus cukup banyak dan banyak di  "kutip" oleh seorang pemimpin spiritual India bernama singkatnya "Osho",(1931-1990)

"Filosofi Semesta" yang saya maksudkan pendirian atau pandangan Semesta ini, saya kira jawaban pertanyaan yang saya buat sendiri dalam merenungi Egoisme dan Altruisme yang juga muncul dalam merenungi kepahlawanan dan sikap keberanian pahlawan ini. Selain itu pandangan Semesta ini seakan serumah atau serumpun dengan egois dan altruis hanya beda kamar atau beda bahasa dan kebiasaan.

Filosofi semesta mungkin juga disamakan dengan pandangan ekologis. Seorang tokoh yang sering disebut adalah Fransiskus dari Asisi, yang bermadah kepada alam dengan menjebut : saudara matahari, saudari rembulan, saudara langit. 

Tetapi kita kecewa bahwa banyak orang dan atau kelompok yang hidupnya dekat alam, petani, sudah tidak berpandangan ekologis lagi bahkan merusak alam tanah pertaniannya dengan racun pupuk non organik, demi kepentingan keuntungan ekonomisnya..

Filosofi Semesta dalam liku2 kehidupan nyata sudah selayaknya menjadi pandangan yang harus tampak pada kesadaran tentang Tujuan Hidup.

 Orientasi dari, didalam, dan bersama proses alami yang "natural" harus menjadi "kepentingan" dalam mengarahkan hidup kita. Bandingkan ketika kita bertemu dengan seorang egois, anda bilang apa?  Dan anda memuji kepahlawanan orang yang melupakan kepentingan dirinya untuk orang lain, anda seperti itu selayaknya melihat manusia yang menjiwai kepentingan semesta.

Filosof Semesta selayaknya berani berbeda seperti Marcus Aurelius yang seorang kaisar berkuasa berani mengajarkan pandangan hidup semesta seperti dipaparkan dimuka. Kepentingan kekuasaannya tidak takut dirugikan. Naseharnya juga natural alami tidak mengada-ada , jelas, sederhana nyata : "Konsentrasilah pada apa yang kau lakukan. Perbaiki matamu, ingatlah dirimu bahwa tugasmu menjadi manusia baik."  

Ingat tuntutan alam kepada manusia, lalu lakukan tanpa ragu, ucapkan inilah kebenaran seperti yang kelihatan. Katakan itu dengan kebaikan dan kerendahan hati. Tanpa kemunafikan." (Marcus Aurelius) Demikianlah kita dalam komunikasi dan pergaulan.

Orang yang berpandangan Semesta  akan bekerja selalu dengan semangat segar dan efektif.  Karena berprinsip, nalar dan hati, komprehensip, "Globally thinking, technically and locally act.

Seperti Alam berproses dan mencari harmony, keseimbangan alami, manusia yang berpadangan alami naturally akan terbuka pada setiap proses perubahan. Manusia yang demikian akan mau Belajar-terus, dan terbuka pada kritik.

Pada tahapan selanjutnya manusia berpandangan semesta sebenarnya menarik manusia egois dan menjadikan satu dengan yang altruis dengan tindakan dan praksis bukan hanya kata-kata dan debat tanpa henti, tetapi dengan kerendahan hati menindak lanjuti apa yang dipelajari.

Akhirnya saya, penulis ini, bukan apa-apa sebelum Pembaca yang budiman berkenan mengakhiri pembacaan ini dengan sedikit melanjutkan permenungan saya ini meski hanya sekilas. Dengan demikian penulis bahagia..... Terimalah Salam hormat saya. Selamat Hari Pahlawan. !

Ganjuran, Nopember,10, 2021. Emmanuel Astokodatu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun