Selanjutnya masih harus dijawab bagaimana didekatkan pada "keputusan hakim" yang menyelesaikan debat, kritik atas kritik, dan solusi yang menyelesaikan masalah.
Pendekatan menuju solusi itu memang benar harus ada proses "Tahu diri mawas diri buka mata hati" Â Mau membangun kepribadian, belajar dari para bijak, memang tidak sesederhana menyanyikan lagu, Membahasakan mental orang dalam ekosistemnya perlu berproses sendiri, mengalami dan mengkritisi dengan segala kecerdasan.
Paul G Stoltz Ph.D dalam salah satu bukunya (Adversity Quotient, Grasindo,Jkt 2000. halaman 375 dst) mengajarkan pada saya : Â 5 langkah/ sikap dalam orang menghadapi permasalahan dengan kecerdasan melawan hambatan (AQ), singkatnya yaitu :
1. Jaga diri, nilai diri menghadapi permasalahan, jangan tergesa bilang tak mampu.
2. Jaga diri, pahami sumber masalah, belum tentu bersumber dalam dirimu saja.
3. Pahami benarkah bahwa banyak atau sedikit akibat dari permasalanan yang anda hadapi itu menjadi tanggung jawabmu? Kalau ada benarnya maka Tanggung jawabmu mencari solusi.
4. Pahami benar-benar sampai sejauh mana sebenarnya keluasan permasalahan yang harus kauhadapi.
5. Pahami seberapa lama permasalahan yang kauhadapi, bersifat sementara atau menjadi tetap sebelum diadakan perubahan yang perlu.
Apabila bisa menemukan solusi, peristiwanya akan berubah menjadi momentum berkah. Hambatan menjadi Peluang positip.
Jadi menurut saya semua itu akan terwujut sebagai solusi atau penyelesaian rantai beda pendapat, bila terjadi : Tegur sapa korektif yang penuh persaudaraan. Dan terlebih lagi untuk keseharian adalah keteladanan oleh pemberi saran korektif seperti tak dmasalahkan dari Guru kepada para muridnya.
Demikian permenungan, perjalanan batin saya mengikuti peristiwa-peristiwa keseharian yang mungkin manjadi obyek papar para juru berita. Semoga berguna.