Tulisan ini ingin menjadi kicauan, meski penulisnya tidak cerdas, tidak penuh gairah tetapi berkicau itu tandanya merasa nyaman dan semoga menyamankan. Kata itu belajar dari twitter, yang adalah obrolan singkat. SMS, pesan singkat berbalas di Facebook dilayani aplikasi Messenger sekarang diterjemahkan dengan kata Obrolan.
Berjenis jenis cara dan kebiasaan masyarakat kita juga suka ngobrol: membuat obrolan. Kalau kita cermati dan cerdasi sebenarnya itu semua adalah salah satu cara berelasi dan berkomunikasi atau berteman dan omong-omong bersama. Ngobrol ngomong bersama yang santai, bebas dan spontan bahkan diseling dengan humor.
Obrolan dan ngobrol biasanya terjadi dengan lancar atau hangat didalam grup tetap. Anggota grup obrolan yang tetap membuat obrolan karena satu minat-obrol yang sama. Atau grup dalam satu profesi, tugas, tetapi harus ada topik yang menjadi bahan obrolan, bahan omongan yang diminati bersama. Bisa jadi bahan seputar profesi tetapi tidak perlu profesional. Banyak kejadian sederhana-sederhana dalam waktu bertugas bisa menjadi bahan pembicaraan, gunjingan, gossip dan obrolan santai..
Ada kenangan grup obrolan dari penulis bersama dua orang wartawan Kompas di tahun 1966 dikunjungi dua bersaudara paman-paman dari salah satu wartawan itu. Para paman ini pada pulang ketanah air dari studinya keluar negeri. Suasana politik selalu hangat. PKI dan onderbow-nya menjadi buronan ABRI.Â
Kami di Jakarta selalu mendengar penangkapan di daerah. Grup dua wartawan, dan dua mahasiswa pulang dari Jerman dan Moskow bertemu. Santai tetapi pembicaraan mengalir, pendapat para pemikir cerdas, diseling berita dan opini orang sederhana seperti punulis ini, mengalir seperti tak mau berhenti, tidak ada akhirnya, bersambut oleh tanggapan yang saling mengisi atau memberi sudut pandang lain.
Ada kenangan lain di Ganjuran pada tahun 1982 dimana penulis dilibatkan dalam sebuah tim kerja kerasulan awam gerejani. Tim itu beranggotakan seorang pastor Belanda, dua orang guru SMP, dan dua orang politisi daerah menjadi grup obrolan yang mengasyikkan. Kendati banyak pembicaraan serius masalah kemasyarakatan dan Gereja, namun disamping itu karena Belanda yang satu itu menjadi grup humor yang menuntut kecerdasan dan reaksi spontan yang prima. Siapa yang terakhir tertawa menjadi bahan berikut untuk ditertawakan.
Ada catatan lagi sebelum Covid-19 penulis dengan dua orang anak dan isteri mereka adalah grup ngobrol bisa sepanjang malam bila bertemu. Grup obrolan keluarga yang normal pasti merupakan kehangatan yang wajar dan sangat berharga serta bermanfaat besar bagi keluarga itu.
Dan bukan kenangan lagi setiap orang bisa membuat dan mempunyai saat ini grup ngobrol tercatat rapi dilaman WhatsApp (WA). Grup di WA banyak dari para mantan teman kerja, mantan teman sekolah atau yang seAlmamater. Di WA beberapa saya dengar kebanyakan para alumni SMA atau perguruan tinggi, ada tercatat mantan karyawan/pensiunan guru,dsb.
Pola Obrolan tentu sangat spesifik untuk setiap kelompok seperti sudah dicontohkan dimuka. Tetapi lebih unik adalah obrolan dan dialog antara Pelawak diatas panggung dengan hadirin pemirsa diseluruh gedung. Apa yang terjadi ketika dengan satu kata dan satu gerak lengan tangan bisa membuat orang diseluruh gedung tertawa bersama?
Kiranya disitu terjadi tukar pikiran, tukar rasa, tukar makna yang berbeda antara seorang pelawak dengan masing-masing pemirsa. Yang terdengar suara tertawa. Pasti masing-masing beda menerima makna tetapi sama terpana tidak menyangka begitu gerak pelawak. Kelucuan mengandung peristiwa keterkejutan tetapi menyenangkan.
Bisa terjadi ada monolog diatas panggung. Seorang pelawak bicara sendiri, pemirsa bersaing senyum dan tawa. Apa lagi ramainya bila dua tiga pelawak berdialoh, ngobrol dan pemirsa pendengar menangkap makna bertubi tubi. Dan tertawa terkekeh tidak sadar permen dimulutnya terlepas dipangkuannya.
Obrolan dengan Humor adalah seni melucu yang membutuhkan kreativitas gerak dan kata serta kecepatan merespon situasi. Para pelawak ngobrol diatas panggung juga trampil menangkap gelagat pemirsa dan merespon dengan adegan secara spontan selain masih berdialog sesama teman pelawak.
Catat diam diam: pelawak yang kehabisan bahan mudah masuk ke kata porno, sebab bisa bisa pemirsa tidak menyangka akan kata itu, terkejut lalu tertawa saja.
Pembaca yang budiman. Marilah kita mencoba mengambil pelajaran bagaimana kita bisa ngobrol dengan santai tetapi lebih bermakna dan bermanfaat dalam ngorol di SMS, Messenger, WhatsApp dengan teman teman di era internetan ini.
(satu) Baik dalam lontaran, ungkapan kata monolog atau dialog dengan lawan bicara perlu sadar itu ada seninya, yaitu kreatip, cerdas memilih kata efektif.
(dua) Â Ciptakan suasana dan informasi yang menghibur, santai menyenangkan, tetapi memberi kesan rekreatif, memberi gairah semangat baru. Kecuali memang untuk berita duka dan info bersifat pengumuman kepentingan kelompok.
(tiga) Â Semua wawancara, dialog obrolan pertemanan, persahabatan, persaudaraan akan selalu di- "nyaman" kan bila dilatar belakangi saling pengertian, mempercayai kebaikan hati lawan bicara atau penerima pesan.
Berangkat dari pesan ketiga di atas sebagai epilog obrolan saya ini ada suatu cara pendidikan mental atau bimbingan kepribadian yang dilakukan dengan "obrolan-rohani".
Dalam dunia pendidikan tertentu disebut "Colloqium" obrol siswa dengan pembina. Bimbingan diberikan kepada anak didik yang relatif sudah dewasa dengan cara santai antar pendamping dengan dampingan, dari hati ke hati. Dengan suasana santai justru bisa tergali dari anak-didik pelbagai hal yang perlu di benahi dan diarahkan kembali dari kekeliruan.
Alangkah manisnya ketika itu terjadi dalam keluarga antara ayah dengan puteranya, atau ibu dengan puterinya. Dan alangkah indahnya di grup, WhatsApp keluarga besar terlontar Happy Birst Day untuk anggotanya lintas generasi yang luas. Grup Obrolan bisa menjadi media persaudaraan sejati dan pendidikan yang menyentuh hati antar generasi.
Pembaca yang baik hati, kiranya akan memaafkan bila obrolan saya ini kurang menyenangkan. Tetapi bagaimanapun tolong terima salam hormatku.
Ganjuran, April, 28, 2021. Emmanuel Astokodatu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H