Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kepedulian Sosial Itu Apa?

26 Maret 2021   10:26 Diperbarui: 26 Maret 2021   10:41 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Katakan itu peristiwa bukan bencana, hanya musibah biasa. Katakan itu banyak orang mengalami. Katakan itu peristiwa sehari hari karena memang jaman pandemi. Penderita Covid meninggal dari R.Sakit langsung ke pemakaman. Keluarganya yang terjangkit kena karantina, yang sehat diselamatkan keluarga.

Rabu Tanggal 17 Feb yang lalu suami Tatik meninggal pergi memenuhi panggilan Illahi. Anak mereka yang semata wayang diselamatkan saudara dari yang meninggal, karena Tatik harus kena karantina.

Minggu tg  22 Maret saya membaca di Whatsupp grup keluarga  Kalimat pertama itu :   @ Selamat pagi. Akhirnya setelah 34 hari sy lulus Covid, wisuda kemarin, Sabtu. Terima kasih untuk doa dan perhatiannya. Tuhan memberkati.

Tanggapan dari saudara sepupu almahum bermunculan  bersautan :

@ Puji Tuhan, diajeng Tatik, Sehat bahagia Berkah Dalem Gusti.

@ Matur nuwun Mas,

@ Puji Tuhan , jeng. Sehat2 trus ya. Seneng bisa ketemu Raissa lagi.

@ Semoga pemulihan tidak bermasalah lagi

@ Makasih mbakku sayang.

Kalimat-kalimat komen tentang perpisahan mereka oleh karantina yang segera berakhir, Tetapi toh membuat kesan tersendiri pula :

@ Heppy bisa ketemu Raissa

@ Sebulan lebih pisah

@ Gak kebayang

@ Rasane kaya setahun

@ .........(dst yang lain)

Sampai pada kalimat-kalimat lagi tentang kepergian Yoyok suami Tatik sebulan lalu. :

@ Kadang aku masih suka nunggu Yoyok muncul di grup

@ Iya mbak

@  .......(Dst dari saudara saudara yang lain)

Kembali tentang kesedihan keluarga yang dipecah oleh Covid.19. Raissa anak nya

@ Raissa pun suka membuat air mataku meleleh' Dia suka missedcall kalau gak screen capture kl ada kesulitan pelajaran. kepada papanya

@ Aku Tanya kenapa nduk.  Biasanya papa jelasin ma. Mungkin sekarang papa sedang jelasin ke raissa tapi raissa gak denger. Jadi aku bayangin papa saja. Mewek aku. (mewek = menangis )

Semua warga grup wa melelehkan air mata ditandai oleh kode2 wajah dengan airmata. (Dan pertemuan ibu dengan anaknya masih harus menunggu Rabo 24 Maret ini)

Kepedulian dan bela rasa ini yang muncul dari realita kedekatan keluarga, cinta kasih yang utuh dalam relasi kekeluargaan. Kedekatan yang terbantu oleh relasi online. Grup WA yang terbaca diatas dari relasi antar generasi kedua dan ketiga seterusnya. Kepedulian keluarga juga kepedulian sosial pula.

Memang tampak beda rasa kepedulian sosial dalam kisah ini :  Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengatakan Menteri Sosial Tri Rismaharini dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga kerap menangis saat menemuinya.

 "Ternyata makan hati dia (Tri Rismaharini,) karena melihat anak yang hidup di kolong jembatan. Kapan itu dia datang karena baru melihat orang hidup di kolong jembatan menangis. Ibunya kena HIV/AIDS, anaknya juga. Anaknya sekarat. Sudah gitu anaknya diperkosa. Nangislah dia," kata Megawati.  

 Presiden Kelima RI itu kemudian memberi nasihat Risma agar tetap teguh menjalankan tugasnya sebagai mensos."Itulah tugas kita, Mbak. Menyelamatkan anak bangsa ini," tutur Megawati menirukan nasihatnya kepada Risma kala itu. 

Menurut Megawati, dua menteri itu selama ini merasakan betul kehidupan perempuan dan anak Indonesia korban kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). (dengan perubahan susunan edit dari  Dua Menteri Ini Kerap Menangis saat Bertemu Bu Mega (msn.com))

Dua kutipan dimuka adalah berita, cerita nyata, adanya "mala petaka", akibat Covid19, HIV/AIDS, dan atau KDRT. Secara global semua sudah ada sistem penanganan oleh mereka yang kompeten dan berwajib. Tetapi pertanyaanya adalah apa yang harus dan bisa terjadi oleh kita .......(?)

Perasaan Ibu Megawati adalah perasaan yang sangat penuh dengan kepedulian seorang ibu yang menerima orang binaannya (bocahe dewe) dalam menjalankan tugas. Tugas orang yang penuh dengan kesadaran dan kepedulian sosial. Dan mereka sadar sangat sadar dan tahu sumber adanya kurban situasi itu. Mereka ini bersama Ibu Megawati masih menaruh perasaan kemanusian tertentu,( sampai kurus) rasa ikut belarasa.

Mungkin itulah Kepedulian sosial. Rasa kemanusiaan menangkap realita pahit yang dialami orang lain. Semoga Pembaca yang budiman sependapat. Dan saya masih berharap munculnya aspirasi untuk following up sesuai sikonnya.

Sikap pembelajaran dari Covid-19 adalah filosofi protokol kesehatan dalam dua sudut pandang sekaligus. Peduli diri sendiri dan peduli sosial. Masker, Cuci tangan, Jaga jarak, Hindari kerumunan, mungkin bisa di beri versi kepedulian sosial ini. Jaga diri dari KDRT, HIV/AIDS, COVID19, juga agar diri sendiri tidak menjadi media penyebaran mala petaka bagi sesama. Demikian hingga pendidikan dan perhatian pada keluarga sendiripun adalah upaya dini untuk adanya kepedulian sosial dalam pribadi anak.

Pembaca yang budiman, tolong terima permintaan maaf saya bila ada yang membuat tidak berkenan. Dan tolong terima salam sehat selalu, dan hormat saya

Ganjuran, Maret 26, 2021. Emmanuel Astokodatu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun